Dua Pemuda sedang berada dalam ruang bawa tanah, mereka sedang menyusuri jalan setapak. Tak lama kemudian mereka menuruni tangga yang menempel pada dinding lorong bawah tanah, mereka jalan lagi selama beberapa menit hingga tiba di pertigaan lorong bawah tanah.
Mereka berbelok ke kanan dan berjalan lurus, tak lama kemudian mereka tiba di depan pintu besi setinggi dua meter lebih. Pintu tersebut dijaga oleh dua orang berbadan tegak, berotot dan memiliki wajah yang seram. Penjaga sebelah kanan memiliki rambut gimbal, sementara penjaga sebelah kiri memiliki rambut lurus, tapi pendek.
Melihat kedua Penjaga tidak membiarkan mereka lewat, salah satu Pemuda tersenyum lalu menghampiri penjaga berambut gimbal dan membisikan sesuatu padanya. Tak lama kemudian penjaga berambut gimbal memberi kode pada penjaga sebelahnya untuk membiarkan kedua Pemuda lewat.
Hal ini membuat Pemuda yang satu lagi hanya bisa planga-plongo di belakang Pemuda yang baru saja menyelesaikan urusannya dengan Penjaga berambut gimbal.
Setelah mereka memasuki ruangan yang terdapat di balik. “Wah, jadi ini yang namanya pasar gelap!!!” ucap Gin dengan mata berbinar yang berada tepat di samping Yan. Yup, kedua Pemuda tersebut adalah Gin dan Yan.
Sejauh mata memandang hanya terdapat kios-kios yang menjual berbagai jenis barang yang sangat susah atau bahkan tidak ada lagi di toko-toko peralatan di seluruh Kerajaan angin. Ada kios yang menjual berbagai jenis senjata.
Toko yang menjual berbagai jenis racun, penawar, gulungan jurus sampai ada juga Toko yang menjual khusus alat.
Juga ada Toko yang menjual berbagai monster, dan lain sebagainya. Gin dan Yan berniat mengunjungi beberapa kios. Jadi, mereka memutuskan untuk mengunjungi Toko yang menjual berbagai jenis gulungan jurus.
“Silahkan jika, Dua pemuda ingin menambah jurus yang mematikan. Anda berdua tidak salah datang ke sini karena di Kios saya menjual berbagai gulungan jurus kuno bahkan beberapa gulungan jurus yang hampir sudah dilupakan di daratan ini.”
“Beberapa hari yang lalu salah satu dari orangku mendapatkannya di dalam salah satu reruntuhan yang hampir merenggut nyawanya. Apakah kedua Pemuda yang rupawan ini tertarik untuk melihat gulungan yang saya maksud?”
“Boleh coba anda perlihatkan gulungan tersebut pada kami,” ucap Gin dengan wajah penasaran, begitu juga dengan Yan yang tidak kalah penasarannya.
Pemilik kios sedang mencoba mencari gulungan jurus yang sudah ditawarkannya pada Gin dan Yan. Hampir lima menit mencari, akhirnya Pemilik kios mendapatkan gulungan yang dia cari. Gulungan tersebut tersimpan rapi di dalam sebuah kota berukiran emas.
“Ini gulungan yang saya maksudkan tadi, silahkan dua Pemuda periksa sendiri.”
“Baiklah kami akan memeriksa gulungan ini sebentar,” ucap Yan sambil membuka kotak yang menyimpan gulungan jurus.
Setelah mengotak-atik, sana-sini. Akhirnya Yan memutuskan untuk membeli gulungan tersebut. “Oh ya, berapa koin emas yang harus saya keluarkan untuk gulungan ini?”
“Tidak mahal cukup seratus koin emas, khusus untuk anda,” kata Pemilik kios sambil saling menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.
Tanpa merasa keberatan, Yan mengeluarkan seratus koin emas untuk membayar gulungan tersebut. Yan juga baru teringat dengan kitab pedang yang dia beli pada lelang akbar. Diapun mengambil kitab pedang yang diletakkan pada balik bajunya.
Lalu Yan memberikan kitab tersebut pada Gin yang sangat antusias menerima pemberiannya. Walau kitab tersebut sudah sangat usang, tetapi Gin sangat menyukai pemberian Yan.
Mereka lalu menuju kios selanjutnya, Gin dan Yan keluar dari kios tersebut tanpa beli apapun. Begitu juga pada tiga kios yang telah mereka kunjungi satu persatu. Gin mulai menggerutu karena tidak ada lagi hal menarik pada pasar gelap yang mereka sedang kunjungi.
Mendengar eluhan Gin, Yan hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Dia sebenarnya sudah mulai bosan juga akan tetapi, dia jadi teringat akan sebuah pertandingan yang ada di pasar gelap dan itu akan menjadi tontonan menarik bagi mereka untuk menghilangkan rasa bosan.
Tanpa berpikir panjang dan resiko yang akan ditimbulkan atas idenya untuk mengajak Gin menonton pertandingan tersebut. “Gin, ayo kita ke depan,”
“Ke mana?” ucap Gin dengan bingung sambil mengikuti Yan sedari tadi menarik tangannya.
Mereka berdua terus jalan sampai melewati seluruh kios hingga tak ada lagi tanda-tanda kehidupan hingga mereka tiba di depan sebuah gerbang yang dijaga oleh seorang Pria berotot yang mengeluarkan aura yang mencengkam hingga membuat Gin dan Yan mengeluarkan keringat dingin.
Kemudian Yan mengeluarkan dua puluh koin emas dan memberikannya pada Penjaga gerbang. Tak lama kemudian Penjaga gerbang tersebut berbalik membelakangi Gin dan Yan. Dia menempelkan kedua telapak tangannya pada gerbang, selang beberapa menit gerbang tersebut berdecit, sedikit demi sedikit gerbang tersebut terbuka.
Pada saat gerbang terbuka lebar Gin yang sedang ternganga melihat kejadian yang ada di depan matanya. Gin hanya menggelengkan kepalanya karena peristiwa tersebut. “Rupanya benar kata Bibi Merume bahwa uang hampir bisa membeli semua yang ada di daratan ini.”
Pada saat keduanya melewati gerbang, tiba-tiba saja gerbang yang ada di belakang mereka tertutup dengan sendirinya. Hal pertama yang mereka lihat adalah kerumunan orang yang mengitari arena pertarungan yang berdindingkan kawat berduri yang dilapisi energi petir yang sangat kuat.
Di dalam arena terdapat dua orang yang sedang bertarung. Akan tetapi salah satu dari kedua petarung sudah di penuhi oleh darah segarnya sendiri, sementara yang satu orangnya lagi masih berdiri dengan tegap tanpa goresan sedikitpun.
Melihat hal tersebut Gin bertanya pada Yan, “Bagaimana bisa pertarungan tersebut terus berlanjut sementara lawan dari Pendekar itu sudah tak mampu lagi melawan?”
Mendengar pertanyaan Gin, Yan hanya bisa menghembuskan nafas halus. “Itu karena sudah ada peraturan dalam pertarungan ini, Gin. Sebelum salah satu dari kedua belah pihak belum mengatakan untuk menyerah, maka pertarungan akan terus berlanjut sampai salah satu dari keduanya mati.”
“Para petarung juga bisa melakukan cara apa saja untuk mendapatkan kemenangan. Bisa dikatakan para petarung dapat menghalalkan segala cara, agar mendapatkan kemenangan."
Sambil menggertakkan gigi, “Apa ini masih bisa disebut sebuah pertandingan?”
Pertarungan begitu membosankan sampai ada seorang pemuda berambut merah memasuki arena pertarungan dan melancarkan pukulan dengan seluruh tangan yang telah dilapisi api.
Kedua Petarung yang menjadi sasaran Pendekar berambut merah tak mampu menghindari serangannya hingga membuat mereka terpental dan menabrak dinding yang telah dialiri energi listrik, kedua Pendekar yang menerima serangan Pendekar berambut merah tewas seketika.
Hal ini membuat Gin geram dan ingin segera menghabisi Pendekar berambut merah. “Bukankah dia pria yang kuhadapi semalam?”
Mendengar hal itu membuat Yan histeris hingga menjadi pusat perhatian seluruh Petarung maupun Penonton yang berada dalam ruangan tersebut. “Kamu mengenal orang itu Gin?”
“Tidak juga, saya hanya kebetulan bertarung dengannya semalam.”
“Apa kau sudah gila? Dia adalah anak dari tangan kanan Raja Kerajaan angin dan menjadi pendekar paling berbakat yang ada pada generasi kita di Kerajaan angin.” Sontak Yan berusaha mengecilkan suaranya agar tak didengar oleh orang lain.
Yan tidak takut sama sekali pada tangan kanan Raja kerajaan angin, apalagi si Rambut merah. Tetapi dia hanya takut keselamatan Gin akan terancam, jika berurusan dengan mereka.
Mendengar ocehan Yan membuat telinga Gin panas. Jadi, dia tak memiliki niat sama sekali menjawabnya.
Di sisi lain Pendekar berambut merah menantang siapa saja yang ingin melawannya di atas arena. Dia berteriak menantang terus-menerus selama sepuluh menit hingga seorang Pemuda berumur dua puluh tahun menaiki arena.
“Saya yang akan menjadi lawanmu!!!” ucap pemuda tersebut yang hanya dibalas senyum sinis oleh Pendekar berambut merah.
Tanpa aba-aba, Pendekar berambut merah menyerang sang Pemuda dengan tangan yang dilapisi api. Namun dapat ditahan dan dibalas sang Pemuda, mereka berdua saling beradu pukulan. Awalnya mereka terlihat imbang, tetapi semakin ke sini sang Pemuda mulai terdesak hingga menerima bertubi-tubi pukulan dari Pendekar berambut merah.
Saat sang Pemuda tak lagi berdaya dan berlumur darah, serta banyak darah yang keluar dari mulutnya. Sang Pemuda meneriakkan kata menyerah dengan sekuat tenaga hingga menggema ke seluruh ruangan, namun Pendekar berambut merah seakan tak mendengar ucapan pemuda tersebut dan terus menyerangnya.
Pada saat Pendekar berambut merah ingin menghabisi sang Pemuda dengan serangan terakhirnya. Serangan tersebut sedikit lagi mengenai sang Pemuda, tetapi serangannya ditahan oleh seorang Remaja seusianya.
Remaja tersebut, karena dia hendak menolong sang Pemuda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
mochamad ribut
up
2023-04-05
0
mochamad ribut
lanjut
2023-04-05
0