Dendam Dokter Aruna
"Run, kaca matanya diganti ya, model baru, atau pake soft lens."
Almira sang kakak ngga capek capeknya menyarankan adiknya agar mengganti kaca mata jadulnya.
Aruna, gadis yang bertubuh tinggj besar itu melirik kakaknya yang sangat cantik dengan malas.
Bosan, pasti ntar ada lagi, omelnya kesal dalam hati. Dia sedang menguncir rambutnya yang mekar.
"Kakak catok dulu ya, rambutnya," tawar kakaknya penuh perhatian.
Terus aja lagi ngaturnya, batinnya kesal.
Sang kakak akhirnya terkekeh melihat wajah manyun adiknya.
"Iya, kakak ngga maksa. Cuma kakak mau kamu tampil cantik aja, sayang. Kamu udah kelas tiga SMA. Masa gini gini aja ngga berubah," tuturnya lembut setelah tawanya reda.
"Aku nyamannya kayak gini, kak," sungut Aruna masih dengan wajah cemberutnya.
"Iya, tapi nanti kamu sulit dapat pacar loh," kata Almira sambil merapikan seragam adiknya, berusaha mempengaruhinya.
Aruna hanya diam. Ngga menjawab lagi.
Apa semua cowo suka sama cewe cantik, tinggi, ramping, rambut lurus, seperti kakaknya? Apa cowo cowo di luar itu ngga lihat inner beauty dan kepintaran otak seorang perempuan? batinnya mengeluh.
Bukan maksudnya mengatakan kakaknya bodoh. Engga. Kakaknya cantik dan pintar, walau ngga sepintar dirinya. Selalu jadi idola sejak SMA bahkan hingga kini kuliah. Banyak laki laki yang ingin jadi pacarnya. Akhirnya Bang Attar lah pemenangnya.
Laki laki muda, tampan, pengusaha sukses, direktur muda perusahaan properti. Kakaknya memang pintar memilih yang dapat menunjang penampilannya.
Bukannya orang tuanya ngga mampu. Papanya menjabat sebagai kepala bagian di perusahaan Migas yang cukup terkenal. Papanya sangat mampu untuk membiayai salon anak anaknya. Apalagi mamanya juga ikut dalam kumpulan sosialita. Hanya dirinya yang berbeda. Tapi mama, papa dan kakaknya ngga pernah malu mengakuinya. Malah mereka bangga.
Aruna selalu juara sejak SD, SMP dan SMA. Kemarin dia baru saja memenangkan juara satu olimpiade fisika tingkat nasional. Hanya saja penampilannya yang tetap dia pertahankan. Tetap cupu dan lugu.
"Kamu ngga ada naksir teman teman cowo kamu di sekolah?" pancing Almira ketika keduanya akan berjalan keluar dari kamar Aruna.
"Ngga ada. Aku kan mau jadi dokter," katanya sedikit berdusta.
Ngga mungkinlah Aruna jujur dengan kakaknya. Bisa diketawain ntar. Karena yang disukanya diam diam, adalah bintang sekolahnya. Kapten basket yang tampan dan pupuler.
Awalnya Aruna merasa ketertarikannya hanya kagum saja. Otaknya selalu menganalisis apa yang terjadi dengan hatinya saat melihat cowo itu berjalan, tersenyum, tertawa, berbicara. Bahkan saat dia sedang bermain basket. Aruna ngga pernah absen untuk menontonnya.
Jantungnya selalu berdebar ngga menentu. Wajahnya selalu merona bila melihat senyumnya. Tapi sayangnya itu bukan untuk Aruna. Aruna hanya bisa menikmatinya diam diam.
Kiano, cowo yang menarik perhatiannya sejak kelas satu, ngga pernah mempedulikan kehadiranya. Kadang.ada keinginan menggelitik hatinya untuk mengikuti saran kakaknya. Tapi harga dirinya tersinggung. Berarti dia membenarkan penilaian orang orang selama ini kalo cewe itu harus tinggi, langsing dan cantik. Aruna maunya Kiano melihat inner beauty dan kepintaran yang dia punya. Setelah Kiano mau jadi kekasihnya, dia akan merubah dirinya yang gendut, keriting dan mengganti kaca mata untuk membuat Kiano semakin mencintainya.
Ah, Aruna menghembuskan nafas kasar seraya membuang semua pikiran aneh dalam otaknya. Itu semua hanya mimpi itik buruk apa. Bibirnya pun menyunggingkan senyum tipis.
"Kamu mikir apa, sampai senyum senyum begitu?" tanya Almira menggoda.
"Ih, enggak," bantahnya malu kemudian bergegas pergi meninggalkan kakaknya yang terkikik.
*
*
*
"Kantin, yuk," ajak Tamara, teman sebangku sekaligus sahabatnya.
"Ngga ah, mau ke perpus," tolak Aruna sambil membetulkan letak kacamata di hidungnya.
"Ayolah. Aku lapar, Run," rengek Tamara sambil menarik narik lengan kemejanya.
"Tamara," tukas Aruna pelan tapi penuh tekanan.
"Ayolah, temenin, yah yah," masih pantang menyerah Tamara merayu.
Aruna menghembuskan nafas panjang.
"Oke."
"Ayo, aku traktir," kata Tamara sambil menarik tangannya membuat Aruna terpaksa mengikutinya. Padahal ada buku yang ingin dibacanya di perpus.
Tamara juga ngga pernah mengecewakannya. Biarlah menyenangkan perut Tamara dulu.
Mereka pun melewati lapangan basket. Kiano, cowok tampan sang bintang basket sedang mendribel bolanya melewati dua orang temannya. Dia pun melakukan long shoot. Dan berhasil.
Teman teman cewe yang paling banyak menonton mereka langsung heboh bertepuk tangan. Kiano pun melakukan tos dengan beberpa teman se timnya.
Tanpa sadar Aruna tersenyum melihatnya. Cowo itu selalu dapat menarik perhatiannya.
"Cie cie.... " goda Tamara yang ngerti kalo Kiano adalah dambaan hati Aruna.
"Untung, kan, ikut aku ke kantin," godanya lagi.
Tapi Aruna ngga menggubris. Dia juga sudah memalingkan tatapannya dari cowo yang ngga mungkin memandangnya. tapi Aruna ngga sedih. Bisa menikmati sendiri sudah membuat hati Aruna bahagia.
"Kiano memang tampan ya," ganggu Tamara lagi begitu mereka sudah sampai ke kantin.
Aruna hanya tersenyum saja. Dia ngga ingin rahasia hatinya terbongkar. Apalagi Tamara agak ceriwis. Sudah cukup dia dibully karena tubuh besarnya. Jangan ditambah dengan dirinya yang naksir Kiano. Bisa geger satu sekolah.
"Hei, gendut, geser," perintah Monika kasar sambil mendorong tubuh Aruna yang dalam posisi ngga siap dan hampir saja jatuh. Untung Tamara cepat menahannya.
"Gendut tapi ngga ada tenaga. Mending kurus," ejek Monika kemudian tertawa bersama teman teman kelompoknya.
"Ngapain kamu body shamming terus. Mending temanku pintar, dari pada kamu, otaknya kosong," sarkas Tamara ngga mau kalah. Dia sudah siap berkelahi kalo perlu demi membela Aruna yang selalu saja mengalami pembuliyan oleh Monika dan teman temannya.
"Apa kamu bilang?" seru Monika tersinggung. Dia ngga bodoh bodoh amat. Bukan rangking terakhir juga di kelas. Masih ada tiga orang lagi di bawahnya.
"Sudah jelas, kan -."
"Tamara, kita ke sana aja," potong Aruna sambil menarik temannya yang jago karate itu untuk menyingkir. Bisa babak belur ntar Monika dihajar Tamara. Aruna ngga mau temannya dapat masalah gara gara dirinya.
"Ngomong doang. Eh, bilangin sama teman mu yang gendut itu, suruh puasa mutih empat puluh hari biar nyusut badannya," tawa Monika membahana bersama teman teman dekatnya.
"Otakmu itu disiram pake bensin biar gampang fokus," seru Tamara ngga mau kalah.
"Aruna, jangan tarik tanganku," protes Tamara kesal.
"Jangan dilayani," larang Aruna sambil menggelengkan kepala.
"Apa kamu bilang," marah Monika sambil mengambil gelas es jeruk yang masih tersisa separuh di meja di dekatnya, dan melemparkannya pada Tamara yang masih mengomeli Aruna.
Aruna yang melihatnya langsung menjadi tameng buat Tamara. Aruna pun memejamkan matanya ketika gelas itu akan sampai ke arahnya.
BYURR!
"AAAHHH!"
PRAANGG!
Eh, kok ngga basah? Ngga sakit juga? batin Aruna heran sambil membuka matanya.
Dia makin terkejut melihat punggung jangkung di depannya. Suara suara teriakan di kantin tambah mengejutkannya. Tamara juga mengggenggam tangannya erat dan bergetar.
"Kiano, ma maaf," tukas Monika dengan suara yang bergetar karena takut dan kaget.
Aruna yang mendengar kata kata Monika sampai menajamkan matanya di balik kaca matanya dengan jantung berdebar.
Kiano melindunginya?
Wajah Aruna merona merah.
Kapten basket sekolah, cowo populer yang ditaksir cewe cewe melindunginya?
Aruna merasa tersanjung.
Monika ngga menyangka Kiano yang terkena lemparannya. Kaos basket cowo itu basah dan di bawah kaki mereka bertebaran pecahan gelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Kak Eja🌜
keren...
mampir juga yuk ke novel aku💐☺
2024-07-30
1
Ira
ok
2024-06-12
2
www.ok
ayo Aruna bangkit spy tydak di hina
2024-05-28
1