"Apa maksud mu Aruna? Aku harus makan seperti bayi selama enam bulan?" geram Glen menolak.
Ini adalah konsultasi pertamanya. Setelah memikirkan berhari hari dan asam lambung yang rasanya semakin parah, Glen pun memutuskan menemui Aruna lagi.
"Terserah kamu. Apa kamu sudah mengikuti saranku?" tanya Aruna dengan ekspresi datarmya
Glen terdiam. Dia baru meminta maaf pada mama, papa dan kakak perempuan satu satunya. Baru keluarganya saja.
"Belum semua," ucapnya pelan.
Kata kata Aruna yang mungkin dia mengidap kanker membuatnya ngga bisa tidur berhari hari. Sangat mengganggu pikirannya. Pekerjaannya pun sebagian terbengkalai.
Orang tua dan kakaknya pun heran melihatnya meminta maaf dan menjadi tambah pendiam beberapa hari ini.
"Ooo," respon Aruna cuek sambil memperhatikan hasil endoskopi Glen. Terlihat luka luka di lambungmya.
Karena alkohol? batin Aruna ngeri.
"Aruna, kasih aku obat aja," rengek Glen tetap menolak.
"Silakan berobat dengan dokter yang lain kalo ngga mau nurut," kata Aruna dingin.
Glen terdiam. Temannya yang merekomendasikan Aruna bukan suka membual. Lagian Glen tau kepintaran Aruna. Tapi makan MPASI seperti keponakannya yang baru berumur enam bulan, pastilah sangat ngga enak.
"Oke, berapa lama aku harus makan makanan bubur ini?" Glen ngga bisa membayangkan saat muutnya dipaksa untuk menelannya.
"Sebulan."
Glen terdiam.
Apa dia sanggup? batinnya sangsi.
Aruna masih memeriksa hasil endoskopinya, memastikan apakah ada benjolan atau tidak.
"Oke," jawab Glen pasrah.
"Selama sebulan, jangan makan pedas, asam dan minum alkohol. Kalo melanggar, ngulang lagi atau pindah sama dokter lain," jelas Aruna setengah mengancam.
"Oke oke, Aruna," ucap Glen mengalah.
"Obat obat ini gimana?" tanya Glem sambil menunjukkan obat obat yang selalu di konsumsinya.
Aruna memperhatikan sejenak nama nama obat itu.
"Kalo sakit, baru diminum," jawabnya cuek.
"Oke."
"Kamu bisa keluar," usir Aruna karena melihat Glen masih duduk ngga bergerak.
"Iya iya," gerutu Glen agak kesal sambil melangkah pergi meninggalkan ruang Aruna.
Aruna tertawa kecil setelah Glen keluar. Glen sekarang jadi lebih pendiam. Kata kanker memang dapat mempengaruhi hidup seseorang. Apalagi seperti Glen, yang masih muda dan suka hidup foya foya dan bebas.
Glen harus merasakan seperti yang dia rasakan setelah mengetahui kalo dirinya menjadi obyek taruhan. Ngga bisa tidur, murung dan kehilangan semangat hidup.
Walaupun Aruna merasa terlalu kejam karena sudah mengancamnya kena kanker, tapi itu memang layak Glen terima.
Aruna benar benar beruntung menjadi dokter yang bisa membuatnya membalaskan sakit hatinya terhadap Glen, yang pernah mengejeknya gendut.
Aruna memasang wajah ramahnya yang dari tadi disimpannya ketika ada pasien baru yang masuk. Tentu berbeda lah service untuk pasiennya dan Glen, teman Kiano yang paling menyebalkan itu.
*
*
*
"Kamu kenapa Monika?" tanya Citra yang heran melihat temannya mengeluarkan keringat dingin sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Pinggangku sakit," kata Monika sambil memejamkan matanya dengan kening berkerut menahan sakit.
"Kita ke IGD aja ya. Dekat sini ada rumah sakit besar," kata Mega langsung melajukan mobilnya ke rumah sakit yang terdapat di map hp nya.
"Untung show kita besok. Aku akan batalkan meeting hari ini. Minta ganti malam. Semoga kamu udah mendingan," tukas Citra sambil mengetik dengan cepat di hpnya.
Padahal mereka baru saja sampai ke kota ini. Citra sudah ingin memanjakan tubuhnya dengan spa.
Mereka di kontrak menjadi ambassador di salah satu produk kecantikan dan besok malam akan tampil di sebuah hotel mewah di kota ini. Tapi ketika mobil yang diberikan pihak produk kecantikan itu baru keluar dari bandara, Monika mulai mengeluhkan sakit pinggangnya yang memang cukup mengganggunya akhir akhir ini.
Monika pun langsung dibaringkan di bed IGD. Dokter segera menyuntikkan pereda nyeri untuk meredakan sakitnya.
Aruna yang baru saja melepas pasien terakhir mendapat pesan dari suster Uci untuk membantu dokter jaga di IGD. Beberapa dokter sedang mengikuti seminar. Sedangkan di IGD sedang banyak pasien.
"Ada model dari Jakarta, Dokter. Tapi sudah diberikan penanganan pertama. Sekarang dia di ruang Bima Sakti," jelas perawat Uci.
"Kenapa? Sudah kan?"
"Model itu minta segera pulang. Tapi dokter Ginting ngga berani mengijinkan. Dokter Ginting meminta dokter Aruna memastikan kalo dia ngga apa apa," jelas suster Uci lagi.
"Baiklah," kata Aruna sambil melangkah mendahului susternya yang mengekorinya di belakang menuju ruang eksklusif.
Aruna memahami kalo dokter Ginting yang masih dokter umum, belum berani memberikan ijin karena mungkin ada hal yang sedikit mengkhawatirkan terhadap pasien yang berprofesi sebagai model itu.
"Runa, mau kemana?" sapa dokter Farel yang secara kebetulan berpapasan dengannya di pertigaan lorong rumah sakit.
"Ada pasien yang harus diperiksa," jawab dokter Aruna sambil pergi setelah mengulaskan senyum tipis.
"Hai, dokter Farel, dokter Ihsan, Kita mau nge cek model," respon suster Uci penuh semangat membuat dokter Farel dan temannya dokter Ihsan tersenyum lebar.
"Siapa modelnya?" tabya dokter Ihsan ingin tau.
Suster Uci terdiam berusaha mengingat.
"Maaf, dok, lupa. Tapi besok malam mau tanpil di hotel XXX," jelasnya agak ngga enak karena sudah menyampaikan informasi yang ngga lengkap.
Kedua dokter muda dan tampan itu tertawa lagi.
"Yq udah. Susul dokter Aruna," titah dokter Farel mengingatkan.
Suster Uci menepuk keningnya.
"Iya, dokter. Saya pergi dulu," pamitnya langsung berlari mengejar dokter Aruna yang sudah berada cukup jauh.
"Dokter Aruna katanya ikut reuni," kata dokter Ihsan setelah suster Uci pergi.
"Iya," sahut dokter Farel singkat. Dia menatap punggung dokter Aruna yang sudah semakin jauh.
"Apa pacarnya juga satu SMA ya?" gumam dokter Ihsan.
"Entahlah," dokter Farel juga balas bergumam.
Keduanya tersadar kemudian tertawa garing.
"Penasaran dengan pacarnya," ucap dokter Ihsan agak ngga enak setelah reda tawanya.
Dokter Farel hanya menggangguk sebagai respon.
Rata rata tenaga medis di rumah sakit ini sangat penasaran dengan pacar dokter Aruna yang ngga pernah kelihatan batang hidungnya.
*
*
*
Aruna cukup kaget melihat ketiga temannya berada di ruang Bima Sakti dengan salah satunya, Monika, terbaring pucat menggunakan infus.
"Aruna?" kaget Citra dan Mega bersamaan.
Monika yang tadinya memejamkan matanya, jadi membuka matanya karena mendengar nama Aruna yang disebutkan.
"Aruna?" tak kalah kaget Monika berseru.
Suster Uci dan dokter Ginting menatap mereka bergantian.
"Dokter kenal?" tanya suster Uci surprise. Sudah lama dia menduga, kalo dokter Aruna bukanlah dokter sembarangan. Pergaulannya pasti elit, cuma ngga terlihat oleh mereka yang mengenalnya di rumah sakit, duga suster Uci yakin.
"Anda kenal mereka dokter? Syukurlah," tukas dokter Ginting lega. Dia sudah pusing karena pasiennya ngga mau bersabar dan meminta diperbolehkan pulang secepat mungkin.
"Bagaimana hasilnya? Ada yang bahaya?" tanya Aruna memgalihkan fokus mereka.
"Sepertinya dia mengalami infeksi saluran kemih," terang dokter Ginting sambil memberikan hasil lab pada Aruna.
Aruna pun mengamatinya sebentar. Sementara ketiga temannya menatap Aruna ngga percaya sekaligus kesal. Ternyata yang mereka tunggu Aruna sejak dua jam yang lalu.
Ketiganya ngga menyangka Aruna punya pengaruh yang cukup besar juga di rumah sakit swasta yang terkenal elit dan mahal ini. Lihat aja kamar perawatannya, begitu berkelas dan mewah. Membuat pasien dan keluarganya betah dan yakin akan cepat sembuh saking nyamannya
"Saya tinggal dulu dokter. Banyak pasien yang menuggu di IGD," pamit dokter Ginting.
Setelah Aruna mengangguk, dokter Ginting berlalu pergi.
"Aruna, biarkan Monika pergi dari sini," kata Citra setelah dokter Ginting mulai menjauh.
"Suster Uci, siapkan surat yang menyatakan pasien memaksa meninggalkan rumah sakit, dan dokter tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya," tegas Aruna membuat ketiganya terhenyak kaget.
"Siap dokter," tukas suster Uci patuh. Dia semakin kagum karena dokter Aruna berani bersikap tegas. Suster Uci sendiri ngga berani menghadapi pasien yang bawel seperti ini. Karena biasanya mereka akan menunjukkan siapa diri mereka dan berapa banyak uang yang mereka miliki untuk mengintimidasi dokter dan perawat.
"Apa maksud kamu?" sentak Mega kesal membuat suster Uci kaget dan mulai menduga kalo hubungan mereka ngga baik di masa lalu.
"Kamu sudah dengar," tandas Aruna dengan suara dinginnya.
"Mak maksud kamu, aku sakit parah?" tanya Monika mulai takut akan kemungkinan terburuk dari seringnya dia merasa sakit di pinggangnya.
Gotchaaa, kena juga akhirnya, batin Aruna senang.
"Kalo dibiarkan, ngga lama lagi akan mengalami gagal ginjal. Apalagi kamu suka minum alkohol, makin mempercepat ginjalmu rusak," pungkas Aruna kejam.
Ketiganya terkejut lagi dengan penjelasan datar Aruna. Seakan ngga ada beban dan sangat lancar mengatakannya.
"Kamu berbohong pasti," tuding Mega ngga percaya.
"Hasil lab menyatakan kamu menderita infeksi saluran kemih akut. Itu pemicunya."
"Apa?" Monika masih ngga percaya kalo sudah separah itu penyakitnya.
"Mana suratnya, suster Uci?" Aruna menatap perawatnya yang mengulurkan surat yang dimintanya.
"Silakan ditanda tangani. Setelah ini kalian boleh pergi," tukas Aruna seakan mengusir sambil menaruh suratnya di samping Monika.
"A aruna. Sungguh kah sudah separah itu sakit Monika?" tanya Mega gugup dan shock, ngga nyangka Monika-sahabat sejak SMA nya mengalani penyakit yang sangat parah.
Citra pun menatap Aruna dengan tatapan yang mulai percaya. Tentu Aruna mudah menyimpulkannya. Dulu dia anak terpintar di SMA mereka.
Monika memegang dadanya yang terasa sesak.
"Silakan berkonsultasi dengan dokter lain," kata Aruna sambil melangkah pergi. Diikuti suster Uci.
"Aruna, tunggu," tahan Mega dengan suara cukup keras. Dia pun bergegas menghampiri Aruna.
"Tolong bantu Monika agar penyakitnya cepat sembuh," pintanya memohon.
"Kenapa harus aku," decih Aruna sombong.
"Kami percaya padamu," sambung Citra berusaha meyakinkan Aruna.
Citra dan Mega yakin, Monika pasti setuju. Keduanya menatap Monika yang sedang bengong.
"Cari dokter lain saja," tolak Aruna santai.
"Tidak. Aku ingin kamu menjadi dokterku," pinta Monika sedikit berseru keras.
Aruna tersenyum miring.
"Setelah cairan infus itu habis, kalian boleh pulang. Jangan sentuh alkohol, teh atau kopi. Minum air putih delapan gelas besar tiap hari. Minggu depan kamu akan bisa melakukan pengecekan urin setelah mengikuti semua aturan dariku," tandas Aruna sambil melangkah keluar tanpa menunggu tanggapan dari mantan teman teman SMAnya.
Aruna merasa puas. Dulu Monika seenaknya saja menyarankannya diet minum air putih agar dia cepat kurus sampai akhirnya masuk ke uks sekolah. Sekarang dialah yang memegang kendali
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Emai
apa seperti ini kode etik seorang dokter? malah menakuti pasien
2024-08-26
1
Alanna Th
tdk apa, crita ini kan cuma hiburan n ga mungkinlh dktr" yg genius akan mncontohnya /Joyful//Good//Heart//Heart//Heart/
2024-08-09
1
Ari_nurin
sbg dokter harusnya tdk boleh spt itu .. mengeluarkan statemen yg belum jelas ke pasien hanya untuk menakut nakuti Krn dia benci dg pasien nya ..
2024-07-18
5