NovelToon NovelToon

Dendam Dokter Aruna

Tentang Aruna

"Run, kaca matanya diganti ya, model baru, atau pake soft lens."

Almira sang kakak ngga capek capeknya menyarankan adiknya agar mengganti kaca mata jadulnya.

Aruna, gadis yang bertubuh tinggj besar itu melirik kakaknya yang sangat cantik dengan malas.

Bosan, pasti ntar ada lagi, omelnya kesal dalam hati. Dia sedang menguncir rambutnya yang mekar.

"Kakak catok dulu ya, rambutnya," tawar kakaknya penuh perhatian.

Terus aja lagi ngaturnya, batinnya kesal.

Sang kakak akhirnya terkekeh melihat wajah manyun adiknya.

"Iya, kakak ngga maksa. Cuma kakak mau kamu tampil cantik aja, sayang. Kamu udah kelas tiga SMA. Masa gini gini aja ngga berubah," tuturnya lembut setelah tawanya reda.

"Aku nyamannya kayak gini, kak," sungut Aruna masih dengan wajah cemberutnya.

"Iya, tapi nanti kamu sulit dapat pacar loh," kata Almira sambil merapikan seragam adiknya, berusaha mempengaruhinya.

Aruna hanya diam. Ngga menjawab lagi.

Apa semua cowo suka sama cewe cantik, tinggi, ramping, rambut lurus, seperti kakaknya? Apa cowo cowo di luar itu ngga lihat inner beauty dan kepintaran otak seorang perempuan? batinnya mengeluh.

Bukan maksudnya mengatakan kakaknya bodoh. Engga. Kakaknya cantik dan pintar, walau ngga sepintar dirinya. Selalu jadi idola sejak SMA bahkan hingga kini kuliah. Banyak laki laki yang ingin jadi pacarnya. Akhirnya Bang Attar lah pemenangnya.

Laki laki muda, tampan, pengusaha sukses, direktur muda perusahaan properti. Kakaknya memang pintar memilih yang dapat menunjang penampilannya.

Bukannya orang tuanya ngga mampu. Papanya menjabat sebagai kepala bagian di perusahaan Migas yang cukup terkenal. Papanya sangat mampu untuk membiayai salon anak anaknya. Apalagi mamanya juga ikut dalam kumpulan sosialita. Hanya dirinya yang berbeda. Tapi mama, papa dan kakaknya ngga pernah malu mengakuinya. Malah mereka bangga.

Aruna selalu juara sejak SD, SMP dan SMA. Kemarin dia baru saja memenangkan juara satu olimpiade fisika tingkat nasional. Hanya saja penampilannya yang tetap dia pertahankan. Tetap cupu dan lugu.

"Kamu ngga ada naksir teman teman cowo kamu di sekolah?" pancing Almira ketika keduanya akan berjalan keluar dari kamar Aruna.

"Ngga ada. Aku kan mau jadi dokter," katanya sedikit berdusta.

Ngga mungkinlah Aruna jujur dengan kakaknya. Bisa diketawain ntar. Karena yang disukanya diam diam, adalah bintang sekolahnya. Kapten basket yang tampan dan pupuler.

Awalnya Aruna merasa ketertarikannya hanya kagum saja. Otaknya selalu menganalisis apa yang terjadi dengan hatinya saat melihat cowo itu berjalan, tersenyum, tertawa, berbicara. Bahkan saat dia sedang bermain basket. Aruna ngga pernah absen untuk menontonnya.

Jantungnya selalu berdebar ngga menentu. Wajahnya selalu merona bila melihat senyumnya. Tapi sayangnya itu bukan untuk Aruna. Aruna hanya bisa menikmatinya diam diam.

Kiano, cowo yang menarik perhatiannya sejak kelas satu, ngga pernah mempedulikan kehadiranya. Kadang.ada keinginan menggelitik hatinya untuk mengikuti saran kakaknya. Tapi harga dirinya tersinggung. Berarti dia membenarkan penilaian orang orang selama ini kalo cewe itu harus tinggi, langsing dan cantik. Aruna maunya Kiano melihat inner beauty dan kepintaran yang dia punya. Setelah Kiano mau jadi kekasihnya, dia akan merubah dirinya yang gendut, keriting dan mengganti kaca mata untuk membuat Kiano semakin mencintainya.

Ah, Aruna menghembuskan nafas kasar seraya membuang semua pikiran aneh dalam otaknya. Itu semua hanya mimpi itik buruk apa. Bibirnya pun menyunggingkan senyum tipis.

"Kamu mikir apa, sampai senyum senyum begitu?" tanya Almira menggoda.

"Ih, enggak," bantahnya malu kemudian bergegas pergi meninggalkan kakaknya yang terkikik.

*

*

*

"Kantin, yuk," ajak Tamara, teman sebangku sekaligus sahabatnya.

"Ngga ah, mau ke perpus," tolak Aruna sambil membetulkan letak kacamata di hidungnya.

"Ayolah. Aku lapar, Run," rengek Tamara sambil menarik narik lengan kemejanya.

"Tamara," tukas Aruna pelan tapi penuh tekanan.

"Ayolah, temenin, yah yah," masih pantang menyerah Tamara merayu.

Aruna menghembuskan nafas panjang.

"Oke."

"Ayo, aku traktir," kata Tamara sambil menarik tangannya membuat Aruna terpaksa mengikutinya. Padahal ada buku yang ingin dibacanya di perpus.

Tamara juga ngga pernah mengecewakannya. Biarlah menyenangkan perut Tamara dulu.

Mereka pun melewati lapangan basket. Kiano, cowok tampan sang bintang basket sedang mendribel bolanya melewati dua orang temannya. Dia pun melakukan long shoot. Dan berhasil.

Teman teman cewe yang paling banyak menonton mereka langsung heboh bertepuk tangan. Kiano pun melakukan tos dengan beberpa teman se timnya.

Tanpa sadar Aruna tersenyum melihatnya. Cowo itu selalu dapat menarik perhatiannya.

"Cie cie.... " goda Tamara yang ngerti kalo Kiano adalah dambaan hati Aruna.

"Untung, kan, ikut aku ke kantin," godanya lagi.

Tapi Aruna ngga menggubris. Dia juga sudah memalingkan tatapannya dari cowo yang ngga mungkin memandangnya. tapi Aruna ngga sedih. Bisa menikmati sendiri sudah membuat hati Aruna bahagia.

"Kiano memang tampan ya," ganggu Tamara lagi begitu mereka sudah sampai ke kantin.

Aruna hanya tersenyum saja. Dia ngga ingin rahasia hatinya terbongkar. Apalagi Tamara agak ceriwis. Sudah cukup dia dibully karena tubuh besarnya. Jangan ditambah dengan dirinya yang naksir Kiano. Bisa geger satu sekolah.

"Hei, gendut, geser," perintah Monika kasar sambil mendorong tubuh Aruna yang dalam posisi ngga siap dan hampir saja jatuh. Untung Tamara cepat menahannya.

"Gendut tapi ngga ada tenaga. Mending kurus," ejek Monika kemudian tertawa bersama teman teman kelompoknya.

"Ngapain kamu body shamming terus. Mending temanku pintar, dari pada kamu, otaknya kosong," sarkas Tamara ngga mau kalah. Dia sudah siap berkelahi kalo perlu demi membela Aruna yang selalu saja mengalami pembuliyan oleh Monika dan teman temannya.

"Apa kamu bilang?" seru Monika tersinggung. Dia ngga bodoh bodoh amat. Bukan rangking terakhir juga di kelas. Masih ada tiga orang lagi di bawahnya.

"Sudah jelas, kan -."

"Tamara, kita ke sana aja," potong Aruna sambil menarik temannya yang jago karate itu untuk menyingkir. Bisa babak belur ntar Monika dihajar Tamara. Aruna ngga mau temannya dapat masalah gara gara dirinya.

"Ngomong doang. Eh, bilangin sama teman mu yang gendut itu, suruh puasa mutih empat puluh hari biar nyusut badannya," tawa Monika membahana bersama teman teman dekatnya.

"Otakmu itu disiram pake bensin biar gampang fokus," seru Tamara ngga mau kalah.

"Aruna, jangan tarik tanganku," protes Tamara kesal.

"Jangan dilayani," larang Aruna sambil menggelengkan kepala.

"Apa kamu bilang," marah Monika sambil mengambil gelas es jeruk yang masih tersisa separuh di meja di dekatnya, dan melemparkannya pada Tamara yang masih mengomeli Aruna.

Aruna yang melihatnya langsung menjadi tameng buat Tamara. Aruna pun memejamkan matanya ketika gelas itu akan sampai ke arahnya.

BYURR!

"AAAHHH!"

PRAANGG!

Eh, kok ngga basah? Ngga sakit juga? batin Aruna heran sambil membuka matanya.

Dia makin terkejut melihat punggung jangkung di depannya. Suara suara teriakan di kantin tambah mengejutkannya. Tamara juga mengggenggam tangannya erat dan bergetar.

"Kiano, ma maaf," tukas Monika dengan suara yang bergetar karena takut dan kaget.

Aruna yang mendengar kata kata Monika sampai menajamkan matanya di balik kaca matanya dengan jantung berdebar.

Kiano melindunginya?

Wajah Aruna merona merah.

Kapten basket sekolah, cowo populer yang ditaksir cewe cewe melindunginya?

Aruna merasa tersanjung.

Monika ngga menyangka Kiano yang terkena lemparannya. Kaos basket cowo itu basah dan di bawah kaki mereka bertebaran pecahan gelas.

Menjadi Objek Taruhan

Kiano menoleh pada Aruna yang masih bengong menatapnya.

"Kamu ngga apa apa?"

Aruna menggelengkan kepalanya tanpa bisa bersuara.

"Kiano, maaf, bajumu basah," sela Monika dengan suara bergetar. Hatinya mencelos melihat Aruna yang dilindungi Kiano dari lemparan gelasnya.

"Jangan kasar," kata Kiano sambil berlalu pergi menghampiri teman temannya di pojok kantin.

"Kiano, maaf," seru Monika

sambil berjalan mengejar Kiano. Rasa takutnya lebih besar dari rasa kesalnya pada Aruna dan Tamara.

Tadi Kiano barusan akan memasuki kantin dan melihat Monika yang melempar gelas pada Aruna yang melindungi temannya.

Tentu saja Kiano mengenal Aruna. Gadis bertubuh besar itu cukup terkenal karena keenceran otaknya.

Secara spontan Kiano melangkah dan melindungi Aruna yang terlihat takut saat lemparan gelas itu hampir mengenainya.

Dia ngga tega melihat ketakutan terpancar di mata gadis itu. Terselip sedikit rasa kagum ketika melihat Aruna malah menjadi tameng buat temannya yang sedang bertengkar dengan Monika.

Aruna masih bergeming menatap kepergian Kiano. Jantungnya terus berdegup kencang.

"Run," panggil Tamara mengingatkan.

"Eh, i iya," gugup Aruna tersadar.

"Ciee... Kiano loh," kata Tamara dengan wajah sumringahnya.

"Kita pergi aja, yuk," tukas Aruna sambil menarik tangan Tamara. Dia baru tersadar kalo tatapan penghuni kantin ke arahnya. Antara shock dan iri.

"Oke," kata Tamara menurut. Dia pun mengikuti langkah Aruna keluar dari kantin.

"Aruna, keluar kantin lewat sana," protes Tamara sambil menunjukkan tangannya ke arah pintu keluar kantin.

"Sebentar," tahan Aruna sambil terus menarik tangan Tanara untuk mengikutinya.

Langkah Aruna terhenti ketika sampai di hadapan Kiano yang sedang mengambil tasnya. Saat ini ada beberapa teman basketnya dan Monika bersama dayang dayangnya di dekat Kiano. Tamara menatap waspada.

Mungkin dia mau ngambil perlengkapan mandinya. Pasti rasanya ngga enak banget dengan kaos basketnya yang basah, batin Aruna dalam hati.

"Ngapain kamu ke sini, gendut," hina Monika sinis. Teman temannya tertawa. Sedamgkan teman teman Kiano hanya tersenyum sambil menggelenglan kepala.

Mereka kaget melihat Aruna, si gendut yang pintar berani menghampiri Kiano dan gengnya.

"Diam Lo, kurus!" balas Tamara galak membuat teman teman Kiano terkekeh. Sedangkan Monika dan dayang dayangnya menatap Tamara horor.

"Aku mau ngucapin makasih. Maaf ya, kaos basket kamu basah," tutur Aruna ngga peduli dengan kehebohan di sekitarnya. Dia merasa perlu melakukan itu. Misal pun bukan Kiano yang menolongnya, dia tetap akan berterimakasih. Hanya karena Kiano, semuanya jadi terlihat beda.

"Ya sama sama," jawab Kiano sambil menatap tajam sepasang mata coklat di balik bingkai kaca mata jadul dan tebal itu.

Setelah tersenyum tipis, Aruna menarik tangan Tamara pergi. Aruna sudah ngga kuat ditatap begitu oleh Kiano. Dadanya berdesir desir. Rasanya jantungnya mau melompat saking gugupnya.

"Sana pergi," usir Citra sinis.

Aruna ngga mempedulikannya. Dia terus menyeret Tamara yang sudah siap untuk membalas kata kata Citra.

"Run, dia harus dibalas," protes Tamara sambil melemparkan tatapan marahnya pada Monika cs.

"Sudahlah, kita harus pergi," tukas Aruna tetap menyeret Tamara yang masih mengomel.

"Temannya Aruna berani juga ya," kekeh Glen.

"Iya," sambung Regan dalam kekehnya.

Monika cs hanya cemberut.

"Gue mandi dulu. Ngga enak banget," kata Kiano sambil mencubit sedikit kaosnya di bagian dada.

"Oke, bentar lagi kita nyusul Lo," respon Arga mengerti. Kedua temannya pun menganggukkan kepala.

"Kiano, maaf ya," ulang Monika, tapi kali ini dengan suara agak manja.

"Ya," jawab Kiano sambil berjalan pergi. Dia jadi illfeel melihat kelakuan bar bar Monika. Dia ngga begitu suka melihat cewe yang kasar.

"Dicuekin Lo," ledek Glen kemudian ngakak bersama teman temannya

Wajah Monika langsung cemberut, tanpa kata dia pergi bersama dayang dayangnya.

*

*

*

Malamnya Kiano dan teman temannya sedang berkumpul di kafe mereka biasa.

"Kalo liburan besok boleh juga kita ke Maldives," kata Arga mengusulkan.

"Boleh juga," sambung Reno sambil menyulut rokoknya.

"Gue setuju," pungkas Regan cepat.

"Gue ada usul yang menarik," kata Glen dengan senyum miringnya.

"Apa?" tanya Arga tertarik.

"Gimana kalo uang buat ke Maldives kita kasihkan ke Kiano?"

"Apa maksud Lo?" kaget Arga.

Anak bos kok dibayari, omel

Arga dalam hati.

"Lo gila?" sarkas Reno ngga terima. Kiano paling kaya di antar mereka. Mengapa harus mereka yang membayarinya liburan, gedek Reno dalam hati.

"Jangan bawa bawa nama gue," tukas Kiano sambil menatap Glen ngga suka. Dia pun sanggup membayari teman temannya.

Regan dan Alva terkekeh. Mereka masih menunggu kelanjutan omongan Glen. Anak itu biasanya punya ide ide ngga jelas tapi cukup oke.

"Denger dulu," kata Glen dengan gaya menyebalkannya.

Kiano meneguk minumannya tanpa mau mempedulikan apa yang akan dikatakan Glen.

"Ide gue muncul waktu ngelihat Lo lindungi si gendut tadi," kata Glen membuat mereka sama saling memandang. Tapi Kiano tetap saja cuek. Baginya biasa aja.

"Kalo Lo berhasil jadiin si gendut itu pacar Lo, gue sendiri yang akan ngasih Lo dua puluh juta. Cash," tantang Glen membuat yang terkekeh geli.

"Ngga mungkin lah Kiano mau," tolak Regan dengan ekspresi meremehkannya. Standar Kiano sangat tinggi.

"Tapi menarik juga," komen Arga setelah tawanya usai.

"Apalagi kalo Lo bisa buat dia ngurusin badannya," timpal Alva dilanjutkan gelak kesenangannya.

Alis Kiano terangkat tanda dia ngga suka.

"Tokcer kan ide gue," tukas Glen bangga.

"Gue tambahin sepuluh juta lagi," seru Reno sangat tertarik. Juara olimpiade ditaklukan bintang basket. Bisa jadi trending topic di sekolah ntar, tawa Reno akhirnya.

"Gue ikut. Lo ngga perlu lama lama jadi pacarnya. Sehari juga oke," sambung Alva.

Kalo ditaksir cewe cantik dan seksi, pasti udah biasa bagi Kiano. Tapi ini, cewe gendut, memang sangat pintar. Pasti akan jadi berita luar biasa.

"Gue juga lah. Deal sudah lima puluh juta. Lo bisa bolak balik ke Maldives," tambah Regan ikut bergabung. Adrenalinnya ikut naik. Padahal ini bukan taruhan balap motor yang sering mereka lakukan. Dia penasaran. Bisa ngga Kiano menaklukan cewe yang suka ke perpus dan mempertahankan bobot tubuh dan penampilan jadulnya.

"Kalian sudah gila. Gue nolongin dia karena kasian, ngga ada embel embel apa pun," tolak Kiano mentah mentah.

Apa apaan teman temannya ini, batinnya mulai gusar.

"Sehari aja. Dia terima cinta Lo, uang langsung cair," bujuk Glen merayu.

"Kita kasih Lo deadline dua minggu. Karena ini bukan kategori biasa," usul Arga membuat Kiano melototkan matanya.

"Nggak! Lo aja," sarkas Kiano kesal.

"Ini akan jadi menarik kalo Lo yang lakuin," bujuk Glen lagi penuh semangat.

"Lumayan buat hiburan," kekeh Regan diikuti Arga.

"Kita penasaran juga. Cewe kutu buku gitu bisa jatuh cinta ngga ya," kata Alva ikut mempengaruhi.

"Kalo Lo bisa naklukin dia, berarti Lo memang dewanya perempuan," lanjut Glen tetap sabar agar Kiano mau terima. Tak lelah menyelipkan racun dalam bicaranya.

"Ngga. Dia bukan tipe gue," tolak Kiano malas.

"Ayolah. Gue akan nyuciin motor Lo selama sebulan," rayu Glen memancing membuat ketiga temannya menoleh kaget.

"Lo serius?" tanya Kiano yang udah mulai terjerat.

Lumayan juga uang dan servis gratisannya, batin Kiano mulai menimbang nimbang.

"Iya gue serius," jawab Glen menantang.

Lo udah gila, umpat Regan dalam hati ngga percaya.

Gue ngga ikutan ide terakhir Lo, batin Alva menolak tegas.

Memang sudah gila, batin Arga sambil menggelengkan kepala.

Overdosis lo, sungut Reno membatin jengkel.

Kiano masih diam, dia memutar mutarkan hpnya.

"Oke, gue setuju. Kalian dengar senua kan, dia bakalan cuci motor gue selama sebulan," pungkas Kiano setuju.

Regan, Alva dan Arga hanya menyeringai.

"Kita dengar," seru Regan senang. Berhasil juga membujuk Kiano.

"Deal," tandas Kiano tegas.

Glen dan ketiga temannya secara spontan berteriak senang.

Ketahuan

Tamara hari ini ngga masuk sekolah. Katanya ada pertandingan karate yang harus diikuti anggota clubnya.

Sejak peristiwa kemaren, banyak cewe cewe memandangnya aneh. Padahal apa salahnya Kiano menolongnya. Dari pada mereka yang hanya diam saja melihat kejahatan. Batin Aruna mengomel tiada henti. Dia risih mendapat pandangan pandangan seperti itu.

Bukannya Aruna ngga mau bergaul, tapi dia terlalu pendiam. Hanya Tamara yang selaku aktif dengannya. Karena itu mereka jadi sahabat dari kelas sepuluh hingga sekarang, kelas dua belas.

Aruna menyibukkan dirinya dengan buku latihan soalnya. Dia harus berhasil masuk fakultas kedokteran. Walaupun sudah ada jaminan dia di terima, tapi kalo nilainya turun, kesempatan lolos di snmptn bisa gagal. Apalagi yang mau menjadi dokter di snmptn tentu sangat banyak sekali. Kalah koma sekian saja dia bisa gagal.

Bukan orang tuanya ngga sanggup nguliahin dia di universitas swasta, tapi ada kebanggaan tersendiri bisa masuk universitas negeri. Dan dia sudah memendam harapan itu sejak awal masuk SMA.

Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi. Dengan malas Aruna menggerakkan tubuhnya meninggalkan kelas..Tentu saja dia menunggu sampai teman temannya keluar kelas. Dia malas berdesak desakan dengan tubuhnya yang cukup besar ini.

Tapi begitu dia keluar dari kelasnya, Monika dan dua dayang dayangnya sudah memghadangnya. Sepertinya Monika masih dendam dengan kejadian kemarin.

Aruna sendiri sampai memimpikan Kiano tadi malam, membuat bibirnya selalu tersenyum sampai pagi. Kiano memang tampan, andai saja dia bisa punya kekasih seperti Kiano, dia akan menguruskan badannya agar Kiano ngga malu kalo jalan bersamanya. Aruna begitu menyukai Kiano.

"Heh, gendut. Beraninya Lo merayu calon pacar gue," sarkas Monika dengan nada geram. Citra dan Mega pun menatapnya merendahkan.

"Aku ngga ngerayu siapa siapa," tukas Aruna membela diri. Dia ngga merasa merayu, dia hanya mengucapkan terima kasih.

"Dasar gendut, kepedean banget," hina Citra sambil bertolak pinggamg.

Aruna melirik sekitar kelasnya yang sudah sepi. Tadi mereka ada pelajaran tambahan. Aruna merasa kali ini Monika dan teman temannya akan membullynya secara fisik lagi, seperti kejadian kemarin di kantin.

Selama tiga tahun ini, Aruna memang selalu diejek Monika dan teman temannya karena tubuh besarnya. Beruntung teman teman yang lainnya ngga. Mungkin segan karena Aruna anak kesayangan guru guru, ditambah kepintaran otaknya.

Tapi teman temannya hanya membiarkannya jika Monika cs membullynya. Kecuali Tamara yang selalu membelanya habis habisan.

Sekarang Tamara ngga ada, Aruna hanya sendiri. Kali ini dia ngga boleh terlihat lemah. Dia harus bisa melawan Monika dan teman temannya. Tapi apa bisa? Batin Aruna ngga yakin.

BUKK!

Aruna terdorong ke tembok kelas ketika Monila dan dua temannya mendorongnya samgat keras.

Rasanya sakit pada kedua bahunya. Sial, Aruna ngga boleh nangis, dia ngga boleh terlihat lemah.

"Guru guru kesayangan kamu udah pada pulang. Temanmu yang sok itu juga ngga ada," kata Monika penuh dengan nada intimidasi.

"Kita apain enaknya ya nih si gendut?" tanya Citra sambil meminta saran pada Monika dan Mega. Tapi di wajahnya udah terbaca serangkaian rencana jahatnya.

"Ini rambut kenapa bisa mekar gini," tukas Mega sambil menarik kunciran rambutnya.

"Aduuh," ringis Aruna saat kepalanya ditarik paksa ke arah Mega.

"Mana gunting, dibabat aja. Biar besok ngga bisa dikuncir lagi," ujar Citra menakut nakuti

"Iya, tadi aku bawa gunting," kata Mega sambil mengeluarkan gunting ukuran sedangnya.

Gila, mereka keterlaluan, batin Aruna ngga percaya melihat kelakuan tiga temannya.

"Jangan gerak. Kita ngga jamin loh kalo kena kulit kamu," ancam Monika sambil mengerling pada Citra dan Mega yang langsung ngerti dan menekan bahu Aruna ke dinding.

Aruna menetap ngeri pada gunting yang dipegang Monika di dekat wajahnya.

"Jangan maen maen sama gunting," kata Aruna berusaha menggertak.

Ketiganya malah tertawa.

"Ngga takut dia," kekeh Monika mengejek.

"Udah, langsung babat aja rambutnya," provokasi Mega.

"Kayak hutan ya. Tapi yang ini masih di sisa in," tawa Citra kesenangan melihat wajah takut Aruna.

"Sekarang ya," kata Monika sambil menarik kunciran rambut Aruna lebih keras lagi ke arahnya.

Dengan nekat Aruna menginjakkan kakinya pada Monika dengan sekuat tenaga yang dia punya, membuat gadis itu terpekik dan terhuyung ke belakang.

Citra dan Mega yang melihatnya terkejut, dan berteriak marah melihat apa yang telah dilakukan Aruna.

Aruna ngga peduli. Tanpa membuang kesempatan, dia pun mendorong tubuh Citra dan Mega sampai keduanya pun jatuh hingga menimpa Monika yang masih terduduk di lantai. Ketiganya pun bertindihan sambil mengeluarkan berbagai umpatan.

Aruna pun berlari sekencang kencangnya sambil mendekap tasnya.

"ARUNAAAA!" teriak mereka bertiga kompak marah. Ketiganya pun cepat berdiri dan mengejar Aruna dengan sangat kencang.

Baru kali ini Aruna menyesali bobot tubuhnya yang besar dan terasa berat dibawa kakinya ketika lari.

Aruna semakin lelah dan takut karena jarak mereka semakin dekat. Dia butuh pertolongan Tamara, atau kakaknya atau mama dan papanya. Dia sangat membutuhkannya sekarang. Monika dan teman temannya pasti akan tambah marah padanya dan ngga tau lagi apa yang akan dilakukan mereka padanya.

BUGGHH!

Aruna kaget karena menubruk sesuatu dan hampir jatuh kalo saja tidak ada yang mendekapnya.

HAAAHH

Aruna ngga mendengar suara langkah kaki yang mengejarnya. Suasana terasa hening.

Ketika Aruna menoleh ke belakang, dia kaget melihat ketiga temannya yang berdiri seperti patung dengan wajah pucat seperti habis melihat setan.

Aruna pun memutar kepalanya dan menatap orang yang sudah mendekapnya erat.

Jantung Aruna rasanya hampir copot. Dia pun hampir pingsan. Lagi lagi Kiano yang menolongnya. Tapi kini kapten basket yang digilai Monika sedang memeluknya erat

"Monika, kamu apa apan, sih," ketus Regan ketika melihat gunting di tangan gadis cantik itu.

Reflek Monika melepaskan gunting di tangannya.

Dia masih benar benar terkejut sampai ngga bisa berucap apapun. Begitu juga kedua temannya. Mereka ketangkap basah oleh Kiano dan Regan.

Padahal tadi hampir saja mereka berhasil menangkap Aruna. Saat Aruna berbelok dan jarak semakin dekat, mereka sama menghentikan langkah. Gadis gendut itu menabrak Kiano dan Kiano memeluknya. Memeluknya. Hati Monika sampai mencatatnya dua kali saking kesalnya.

Kiano pasti tambah sulit digapainya. Semua gara gara Aruna gendut itu.

"Kalo lagi lagi kalian ganggu dia, aku sendiri yang akan melaporkan ke kepsek," ancam Kiano dingin.

"I iya. Jangan dilaporkan," pinta Monika ketakutan. Tanpa menunggu reaksi kedua temannya, Monika berlari meninggalkan mereka dengan perasaan takut dan terluka.

"Monika," panggil Citra dan Mega yang juga berlari menyusul Monika.

"Bi bisa dilepaskan," Aruna mengeluarkan suaranya dengan susah payah. Dia mendadak menjadi gagap.

Dengan tenang Kiano melepaskan pelukannya.

"Kamu ngga apa apa?" tanya Kiano sambil menatap lekat sepasang mata yang dilapisi kaca mata tebalnya.

"I iya, nggak pa pa," jawab Aruna sambil mendekap tasnya. Matanya pun balas memandang Kiano. Hatinya sungguh ngga percaya bisa dipeluk Kiano. Sekarang mereka malah sangat dekat.

"Syukurlah." Kiano masih terus menatap Aruna.

Sebenarnya dia cantik juga. Eh, gue kenapa, sih, ralat Kiano dalam hati.

"Te terima kasih. Aku mau pulang dulu," pamit Aruna sambil merutuki mulutnya yang jadi gagap.

Kiano melirik Regan yang menyenggol bahunya. Dia tau kode itu. Kiano pun menghela nafas. Ngga tega juga dia mewujudkan keinginan teman temannya.

"Aku antar kamu pulang. Gimana kalo kamu jadi pacar aku. Biar ngga diganggu sama Monika dan teman temannya."

Kata kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Regan sampai ternganga, kenapa harus cepat cepat, padahal tenggat waktunya dua minggu. Tadi dia memberi kode agar Kiano mengantar Aruna pulang sebagai langkah awal. Bukan menembaknya.

Aruna terperangah. Antara kaget, ngga percaya dan senang. Apa telinganya ngga salah mendengar? Dan jantungnya pun berdegup semakin kencang.

Kiano pun terkejut mendengar ucapannya sendiri. Kepalang basah. Kiano ingin cepat cepat mengakhiri taruhan ini. Kalo di tolak ya sudah. Kalo di terima, besok besok akan segera dia putuskan. Yang penting Glen akan mencuci motornya selama sebulan dan dia menerima cash lima puluh juta.

Kiano memegang kedua bahu Aruna lembut. Mata Kiano menatap dalam.

"Kamu mau jadi pacarku?" tanyanya perlahan. Aura kegantengannya dia keluarkan maksimal demi taruhan gila ini.

"Tapi .... aku pasti bukan tipe kamu," ucap Aruna ragu. Tapi jantungnya semakin berdebar mendapatkan perlakuan istimewa dari Kiano.

"Tipeku udah ganti," jawab Kiano asal.

Aruna terdiam. Walaupun hatinya melompat lompat kegirangan, tapi logikanya meragukan akan ketulusan Kiano.

"Gimana? Mau jadi pacarku?" tanya Kiano mengulang sekali lagi.

Gila, biasanya cewe cewe yang mengharap jadi pacarnya. Sekarang dia malah menunggu dengan cemas kata 'iya' dari cewe yang jauh dari levelnya.

"Ya, aku mau," jawab Aruna malu malu.

Regan menggelengkan kepalanya kagum dan mengacungkan jempolnya pada Kiano sambil menjauh.

Dia segera mengirimkan pesan pada ketiga temannya.

Siapkan uangnya. Kiano sudah diterima jadi pacar si juara olimpiade itu.

*

*

*

Malamnya Aruna ngga bisa tidur. Bibirnya terus saja tersenyum. Jantungnya masih berdebar mengingat kejadian di sekolah. Sekaramg dia adalah pacar Kiano. Pacar Kiano.

Kata kata itu terus bergema dalam hatinya. Akhirnya Aruna tertidur juga sambil memeluk gulingnya sambil membayangkan hangatnya dekapan Kiano tadi padanya.

Pagi ini, dengan wajah ceria Aruna menghampiri taman belakang sekolah. Kemarin sore mererka sudah janjian akan sarapan bersama. Aruna berjanji akan membawakan sandwich karena menolak ajakan Kiano yang akan mengantarnya pulang. Dia khusus membuatkannya untuk Kiano.

Aruna menghentikan langkahnya ketika mendengat suara tawa beberapa orang.

Bukannya masih terlalu pagi. Kenapa terdengar ramai sekali.

Aruna pun menyandarkan tubuhnya di balik tembok dan heran melihat Kiano bersama teman temannya.

"Ngaapain kalian ke sini?" tanya Kiano kurang suka.

"Jangan marah bro. Kita mau mastiin si gendut datang," kekeh Glen diikuti Alva dan Reno.

DEG

Perasaan Aruna memdadak ngga enak.

"Hebat Lo. Kaget gue dapat pesan dari Regan. Cair uang Lo," ucap Glen lagi dan tertawa lagi.

Uang? Hati Aruna tambah ngga enak.

"Kita salah ngitung. Bukan lima puluh juta. Tapi enam puluh juta. Gue iklas jadi babu nyuciin motor Lo selama sebulan. Lo memang hebat," puji Glen panjang lebar setelah tawanya mereda.

Kiano ngga menjawab apa apa.

"Kapan Lo mau putusin dia. Ngga perlu lama lama. Yang penting Lo udah menang taruhannya," tambah Glen lagi.

"Secepatnya," jawab Kiano ringan.

Kembali ketiga temannya tertawa tergelak gelak tanpa menyadari ada hati yang berdarah.

Aruna memejamkan matanya.

Bodoh! Dia beneran bodoh. Ngga mungkin ngga ada apa apa Kiano mau manjadi pacarnya. Jangan jangan Monika dan teman temannya kemaren hanya setingannya saja untuk memuluskan rencananya.

Aruna membalikkan tubuhnya dan akan berjalan ke kelas dengan lunglai. Dia terkejut melihat Regan berdiri di depannya dan menatapnya ......

Kasihan?

Tanpa mempedulikan Regan, Aruna berjalan pergi dengan mata yang sudah berubah menjadi telaga.

Dia memang pantas mendapat tatapan kasihan. Dia bodoh menganggap Kiano tulus padanya.

Aruna menghapus air matanya yang mengalir. Memang ngga ada cowo cowo yang tulus karena fisiknya. Kakaknya benar. Seandainya dia menurut, pasti kejadian ini ngga akan terjadi.

Seleksi SNMPTN ngga lama lagi. Dia harus secepatnya move on dari si brengksek Kiano. Dia harus fokus dengan cita citanya menjadi dokter. Seandainya ada dokter spesialis mengobati luka di hatinya, pasti akan di pilihnya jurusan itu.

Hatinya perlu dibersihan dengan antibiotik biar jauh dari bakteri Kiano. Di obati dan di perban agar darahnya berhenti mengalir.

Aruna benar benar patah hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!