TIDAK MERINDUKANNYA?

"Az," ucap Marcel yang melihat kekacauan di dalam kelasnya. Ia baru saja sebentar pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku. Ia terpaksa mengantri karena banyak yang ingin segera mengembalikan buku.

Suasana perpustakaan juga agak sedikit gaduh ketika ada yang bercerita tentang Azka dan Mia.

"Diamlah. Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Jangan campuri urusanku," ucap Azka dingin.

Marcel menghela nafasnya pelan, ia tak menyangka Azka bisa berbuat kelewatan, apalagi ini hanya seorang gadis seperti Mia.

Sementara Mia hanya diam di dalam kelas, menarik dan membuang nafasnya perlahan. Kini rasa sakit di dadanya perlahan mulai berangsur menghilang. Ia tak terlalu fokus dalam pelajaran yang tengah diterangkan oleh guru di depan kelas. Teman teman kelasnya juga beberapa kali melihat ke arahnya dan memberikan cibiran dan perkataan yang sangat tidak menyenangkan.

*****

Keesokan harinya, Mia masuk seperti biasa. Namun kali ini ia tidak mampir di kelas Azka untuk mengucapkan selamat pagi. Sejak semalam, ia sudah bertekad tak akan mengganggu Azka lagi, tak akan mendekati laki laki itu lagi.

Mungkin benar perkataannya jika dirinya sudah seperti seseorang yang murahan, yang selalu mencari perhatian Azka dan ntahlah. Mia berjalan pelan melewati kelas Azka.

Lucia yang lewat di hadapan Mia pun mulai berkata kata, "Akhirnya, yang murahan tahu diri. Tapi ingat jangan cuma awal awal aja, tahu tahu besok berubah pecicilan dan murahan lagi. Kayak di pasar kan obral beberapa hari sekali," ungkapan Lucia membuat ia dan sahabat sahabatnya menertawakan Mia. Namun, Mia tak menanggapinya. Ia hanya melewati Lucia dan sahabat sahabatnya tanpa sedikitpun membalas perkataannya.

Azka melihat ke arah pintu kelas, tak ada teriakan ataupun sapaan selamat pagi untuknya. Ia kembali menatap buku yang ada di atas mejanya. Hingga jam istirahat siang tiba.

"Az, ke kantin?" tanya Marcel.

"Nggak," Azka kembali menatap bukunya dan sesekali melihat ke arah pintu kelas. Marcel melihat itu tanpa Azka sadari.

Az, Az, apa masih mengharapkan seseorang akan mengantarkan makanan setelah kejadian kemarin? - batin Marcel. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya, tak mengerti bagaimana jalan pikiran sahabatnya itu.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak sekalipun Azka melihat sosok Mia. Mia memang sengaja menjaga jarak dengan Azka. Bukankah ia hanya perlu bertahan sebentar lagi sebelum ia bisa keluar dari lingkungan Azka.

*****

"Bagaimana keadaanmu, sayang?" tanya Ronald Pranata.

"Aku? aku baik, Pi. Memangnya kenapa?" tanya Mia.

"Papi jarang melihatmu ikut dengan kakakmu lagi. Bukankah kamu senang jika berkunjung ke rumah keluarga Williams?"

"Aku sedang fokus, Pi. Hmmm ... Pi, aku ingin mengambil kuliah kedokteran. Apakah boleh?"

"Tentu saja boleh, sayang. Kamu mau masuk universitas mana? nanti Papi bantu."

"Ihhh Papi mah. Aku mau masuk kuliah dengan kemampuanku sendiri ... dan aku ingin kuliah di luar negeri."

"Di luar? apa Papi tidak salah dengar?" tanya Ronald.

"Tentu saja tidak. Papi tahu kan kalau aku memiliki masalah dengan kesehatanku. Aku ingin menjadi dokter agar aku bisa mengetahui bagaimana penyakitku sendiri dan mencari tahu bagaimana pengobatan yang terbaik."

"Kita bisa melakukan itu tanpa kamu harus menjadi dokter dan keluar negeri, Mia sayang. Papi akan melakukan apapun untuk kesembuhanmu."

"Aku tidak ingin menjadi beban Papi dan Mami. Lagipula aku sudah besar, aku ingin belajar mandiri."

Ronald memeluk Mia. Sejak berusia 5 tahun, ia menitipkan Mia pada orang tuanya di Kota B. Mereka akan berkunjung seminggu sekali dan semakin Mia besar kunjungan semakin berkurang karena kesibukan Ronald bertambah.

"Papi akan melakukannya untukmu, apapun yang membuatmu bahagia," Ronald hanya ingin membuat Mia bahagia dengan menuruti permintaannya.

Dari lantai 2, terdengar suara Abigail, "Mi ... kamu mau ikut kakak tidak?"

"Kemana?" tanya Mia.

"Ke rumah Amel."

"Tidak, Kak. Aku sedang mempersiapkan diri untuk ujian."

Abigail datang mendekati Mia dan juga Papinya, "Kamu kok peluk peluk Papi terus sih?"

"Emang kenapa? Kakak tinggal peluk peluk Kak Handy aja," celetuk Mia yang membuat Abigail memicingkan matanya pada adiknya itu. Mia kemudian terkekeh dan langsung kabur ke kamarnya.

"Kamu udah punya pacar, Bi?" tanya Ronald.

"Siapa? siapa yang punya pacar?" dari arah dalam terdengar suara Maminya yang langsung membuat Abigail mengelus dada.

"Apa sih Mam? Miaaa!!! kamu benar nggak mau ikut kakak?"

"Adikmu itu lagi mau ujian. Katanya ia akan mengambil kuliah kedokteran di luar negeri," ucap Ronald.

"Keluar negeri?" Kini Rosa dan Abigail menoleh ke arah Ronald dengan tatapan tidak percaya.

"Papi mengijinkan?" tanya Abigail.

"Ya. Papi rasa tak ada salahnya kali ini Papi menuruti permintaannya. Bukankah Papi kurang memberikannya kasih sayang selama ini ... jadi setidaknya kali ini Papi akan menuruti permintaannya."

Rosa dan Abigail tak membantah. Mereka sangat tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Ronald adalah benar. Sejak usia 5 tahun hingga 14 tahun, Mia diasuh secara penuh oleh Kakek dan Nenek. Masa masa di mana seharusnya ia mendapatkan kasih sayang orang tua. Abigail akhirnya pamit pada orang tuanya, sebelum mereka menanyakan mengenai Handy.

*****

Sudah hampir 3 bulan Azka tak mendengar suara Mia, sekecil apapun. Setiap pagi ia masih dengan setia melihat ke arah pintu kelas. Ntah mengapa ia berharap Mia berada di sana dan mengucapkan selamat pagi padanya.

Tiba tiba ia melihat sosok Mia yang melewati ruang kelasnya. Ingin sekali ia berlari dan berbicara dengan gadis itu, tapi egonya masih terlalu besar. Ia melihat Mia tak menengok ke kiri ataupun ke kanan. Tatapannya lurus ke depan. Tak sedikitpun Mia melihat ke arah kelasnya, apa gadis itu tidak merindukannya?

Saat jam makan siang, Azka mengikuti Marcel ke kantin. Lucia dan sahabat sahabatnya langsung datang mendekati Azka.

"Hi Az," sapa Lucia. Azka ingin sekali tidak meladeni Lucia. Bukan apa apa, tapi sejak Daddynya bekerja sama dengan Ayah Lucia, Lucia selalu berusaha dekat dengannya.

Mata Azka melihat Mia yang sedang berjalan ke arahnya menuju pintu keluar kantin. Azka pun akhirnya meladeni sapaan Lucia, ia ingin membuat Mia menoleh ke arahnya dan berharap Mia akan merasa cemburu.

"Hai," balas Azka. Balasan tersebut justru membuat Marcel yang berada di hadapan Azka menatap sahabatnya itu dengan aneh. Tidak biasanya Azka meladeni Lucia.

"Aku duduk di sini ya," Lucia pun duduk di sebelah Azka dan sengaja sedikit menempelkan tubuhnya ke arah Azka.

"Silakan," Azka tersenyum ke arah Lucia. Lucia yang mendengar itu sangat senang. Ia mengira Azka kini telah menerima dirinya yang ingin dekat dengan pria itu.

Azka sedikit melirik ke arah Mia yang akan segera melewatinya ... dan gadis itu benar benar tak menghiraukannya sama sekali. Mia berjalan menatap lurus ke depan, sama sekali tak menganggap bahwa Azka berada di sana, dan hanya dilewati begitu saja olehnya. Sementara Marcel yang menyadarinya hanya bisa menghela nafasnya.

"Mi!"

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

itulah,,klo dipepet tuh mulut jhat bgt ngomongnya tp giliran dicuekin carper huh😏😏

2024-04-26

0

Maryani

Maryani

lanjuuut

2022-02-15

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!