NovelToon NovelToon

My Highschool Sweetheart

PROLOG

kalian tahu tentang Azka Abraham kan? adik laki laki dari Amelie Kirania (novel Amelie sang Penjaga Jodoh). Di novel ini aku mau ceritain tentang kehidupannya Azka yang naik turun karena seorang gadis bernama Mia Pranata. So, jangan dilewatkan ya!

klik like di setiap bab buat vitamin

klik favourite biar imun naik (simpan favourite dulu, bacanya nanti juga gpp)

dan komen biar Cherry tambah subur bodynya 😅😂😂

*****

"Lepaskan aku!" Mia yang sedang berjalan kembali ke ruangan resepsi dikejutkan oleh seseorang yang mencekal pergelangan tangannya.

"Mi!" Mia tahu siapa yang melakukannya hanya dengan mendengar suaranya. Suara seseorang yang saat ini sangat ia benci dan tidak ingin sama sekali bertemu dengannya.

Azka mengungkung Mia ke dinding dengan kedua tangannya, sementara Mia memalingkan wajahnya, "Aku mau keluar," ucapnya.

"Kamu tidak akan kemana mana sebelum kita bicara."

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Lepas!" Mia mencoba melepaskan diri dari kungkungan Azka.

"Apa aku harus berteriak semurahan apa dirimu supaya kamu mau berbicara denganku?"

Plakkk!!

Satu tamparan dengan sukses mendarat di pipi Azka. Dengan tatapan tajam, Mia melihat ke arah Azka tanpa takut, "Ingatlah, aku bukan Mia yang dulu, yang bisa kamu bully seenaknya. Aku juga tak mengganggumu lagi kan, jadi kamu jangan mengganggu hidupku lagi," Mia langsung dengan penuh tenaga, menginjak kaki Azka, kemudian pergi meninggalkan laki laki itu.

Ahhh!!! - ungkap Azka kesal.

*****

Beberapa tahun sebelumnya,

Seorang gadis manis baru saja tiba di sebuah sekolah ternama di kota itu. Ia adalah seorang murid pindahan dari Kota B. Ia datang kemari setelah kakek dan neneknya meninggal.

Mia Pranata, seorang gadis kecil yang masih berusia 14 tahun. Kedua orang tuanya tinggal di Kota A bersama kakak perempuannya, Abigail Pranata. Bukan tanpa sebab Mia tinggal bersama dengan kakek dan neneknya, tapi karena kondisi paru-paru Mia yang kurang baik saat kecil, hingga mengharuskan dirinya untuk tinggal di Kota B. Kota yang minim polusi dan penghijauan yang luas.

Rumah kakek dan neneknya terletak di pinggir kota, dekat sekali dengan perkebunan teh milik keluarganya. Namun, setelah kepergian neneknya karena sakit, Mia pun harus kehilangan kakeknya yang begitu mencintai neneknya. Tak adanya kehadiran sang nenek, membuat kakek langsung sakit sakitan dan pada akhirnya menyusul sang nenek 2 bulan kemudian.

"Mi, ini sekolahmu. Bagaimana? kamu suka kan?" Mia menganggukkan kepalanya. Ia memang kehilangan kakek dan neneknya, tapi ia masih memiliki orang tua dan kakak yang sangat menyayanginya. Mereka bahkan memilihkan sekolah terbaik untuk Mia. Williams School menjadi pilihan mereka, karena dikelilingi oleh taman yang luas, dan jauh dari jalan raya.

Abigail hanya mengantarkan Mia sampai ke depan pintu karena ia juga harus bersekolah. Usia Abigail terpaut 3 tahun dengan Mia. Saat ini ia berusia 17 tahun. Abigail juga bersekolah di sekolah dekat dengan rumah mereka.

"Hari ini, kita kedatangan seorang murid baru dari Kota B. Silakan perkenalkan dirimu," ucap sang guru.

"Perkenalkan, nama saya Mia Pranata. Senang berkenalan dengan kalian," Mia sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Kamu bisa duduk di sana," Guru kelas mereka menunjuk sebuah kursi kosong yang berada di bagian belakang, persis di sebelah Azka.

Mia berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh sang guru. Azka yang duduk di bagian terluar terpaksa bangkit dari duduknya untuk membiarkan Mia masuk ke dalam.

Azka sebenarnya tak suka jika ada yang duduk di sebelahnya, karena itulah ia selalu minta duduk di kursi paling belakang dan sendiri. Hal itu dikarenakan ia lebih leluasa dalam mengerjakan apapun. Para guru pun menuruti kemauan Azka karena ia adalah putra dari sang pemilik sekolah, Axelle Williams.

"Halo! Kenalkan namaku Mia," Mia mengulurkan tangannya pada Azka.

"Aku sudah tahu."

"Tapi aku belum tahu siapa namamu," Mia tersenyum melihat ke arah Azka.

"Azka. Namanya Azka. Kenalkan aku Marcello," Mia pun mengalihkan uluran tangannya dari Azka ke Marcel.

"Senang berkenalan denganmu," ucap Mia.

"Apa kalian berdua tidak bisa diam? Bu Lisma sudah mulai mengajar," gerutu Azka. Marcel dan Mia akhirnya diam dan memperhatikan .

*****

2 minggu berlalu, Mia selalu berceloteh riang di sebelah Azka. Azka hanya diam, dan hanya Marcel yang menanggapi celotehan Mia. Bagi Marcel, Mia seperti anak kecil.

"Az, lihat ... aku membawakan makanan untukmu," Mia mengeluarkan sebuah kotak bekal dari dalam tas bekalnya dan meletakkannya di hadapan Azka.

"Wah, bekal!" teriak Marcel yang belakangan ini sering sekali memutar tubuhnya ke belakang hanya untuk berbincang dengan Mia.

Mia membukakan kotak bekal tersebut. Di dalamnya berisi nasi goreng ayam, "Ayo dimakan," ucap Mia.

"Apa kamu memasaknya sendiri, Mi?" tanya Marcel.

"Tentu saja tidak. Koki di rumahku yang memasaknya. Aku belum bisa memasak. Tapi jika Azka menyukainya, aku akan belajar memasak," Mia tersenyum sambil menampilkan giginya.

"Aku tidak suka," Azka mendorong kotak bekal tersebut kembali ke arah Mia.

"Kalau begitu untukku saja," dengan cepat Marcel meraih kotak bekal tersebut dan menikmati isinya.

"Enak Mi .... nasi goreng ini enak. Koki di rumahmu hebat," ujar Marcel dengan mulut penuh berisi nasi goreng.

"Cel, kenapa kamu jadi bersikap tidak sopan sejak kenal dengannya? Bukankah kamu diajarkan untuk tidak berbicara saat mulutmu sedang penuh?" Marcel langsung menutup mulutnya dan diam. Ia teringat akan kedua orang tuanya yang mendidiknya dengan keras, terutama masalah tata krama.

"Memangnya orang tua Marcel galak ya, Az?" tanya Mia.

"Sebaiknya kamu diam," Azka berbicara dengan ketus, yang pada akhirnya membuat Mia diam dan mulai melahap makan siangnya.

*****

Mia selalu berada di sebelah Azka, baik itu di kelas maupun di kantin sekolah jika ia tak membawa makanan. Mia tidak memiliki teman di sekolah tersebut, mungkin karena ia masih baru.

Mia sebenarnya adalah anak yang sangat ramah dan mudah bergaul. Tapi dengan penyakit yang ia miliki, ia takut teman teman akan menjauhinya. Apalagi jika diajak teman temannya untuk sekedar nongkrong di cafe, ia mungkin tak akan bisa melakukannya.

Kedua orang tuanya sangat ketat padanya jika berhubungan dengan hal kesehatan. Riwayat penyakit Mia membuat mereka menjaga Mia melebihi Abigail, kakak perempuannya.

Ujian akhir SMP akan segera dimulai. Setelah melewatinya, mereka akan naik tingkat ke jenjang SMA. Di Williams School, para siswa otomatis akan naik ke SMA di sekolah yang sama. Mereka hanya perlu membayar biaya daftar ulang saja, tidak perlu membayar uang pangkal atau lebih dikenal dengan uang gedung.

"Az, bolehkah aku belajar bersamamu?" tanya Mia.

"Tidak."

"Ajak Mia saja Az," ujar Marcel.

"Kenapa harus mengajaknya? Kamu mau belajar atau bermain?"

"Aku janji tidak akan mengganggu, aku benar benar ingin belajar," ucap Mia.

"Sekali kukatakan tidak, tetap tidak!" Azka keluar dari kelas meninggalkan Mia. Sementara Marcello mengikuti Azka.

KE RUMAH AZKA

Ujian Akhir di kelas 3 mulai dilaksanakan. Mia terus memohon pada Azka untuk minta diajari. Ia hanya takut tidak lulus karena pelajaran di Williams School jauh lebih sulit daripada saat ia berada di Kota B.

"Yang ini bagaimana menyelesaikannya?" tanya Mia saat ia mendapatkan soal Matematika yang cukup rumit menurutnya.

Azka hanya melihatnya sekilas, kemudian kembali menatap ke arah bukunya. Marcello yang melihat itu, langsung membantu Mia.

"Berikan padaku. Aku akan melihatnya," tawar Marcello.

Mia langsung memberikan bukunya pada Marcello. Ia berjalan mendekat untuk melihat bagaimana Marcello menyelesaikan soal tersebut. Untuk ujian kali ini, setiap siswa akan duduk seorang diri dengan jarak yang lumayan jauh antara satu sama lain.

"Lihat, hanya seperti ini. Kamu hanya perlu menambahkan ini kemudian mengalikannya dengan sudut yang ini," ucap Marcello.

"Wah, kamu hebat sekali, Cel. Apa aku bisa belajar pelajaran lainnya denganmu?" tanya Mia.

Azka yang melihat kedekatan antara Mia dengan Marcello langsung berdehem, "Cel, ingat orang tuamu."

Marcello menggelengkan kepalanya. Azka sangat tahu bahwa orang tua adalah kelemahan Marcello. Peraturan yang dibuat oleh orang tuanya sungguh sangat mengekang Marcel. Ia bahkan hanya bisa keluar jika bersama dengan Azka, karena orang tua mereka saling mengenal.

"Maafkan aku, Mi. Orang tuaku tidak mengijinkan siapapun untuk mampir ke rumah, terutama perempuan."

Mia tak habis pikir, sebegitu ketatkah peraturan di rumah Marcel. Ia tiba tiba menjadi kasihan pada Marcel, "tidak apa. Aku tidak akan memaksamu. Tapi aku boleh meneleponmu kan untuk bertanya?"

"Ya, itu tidak apa. Mereka tidak membatasiku menggunakan ponsel," ucap Marcel.

"Baiklah, berikan nomor ponselmu padaku," Mia mengeluarkan ponselnya dan siap memasukkan nomor ponsel Marcel ke dalamnya.

"Whatt??!! kamu belum punya nomor ponsel Marcello the greatest?" ucap Marcello dengan suara keras hingga mereka berdua kini menjadi pusat perhatian teman sekelas. Marcel langsung menutup mulutnya, sementara Mia meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Mereka akhirnya bertukar nomor ponsel dalam diam.

*****

Mia memainkan ponselnya sambil merebahkan diri di atas sofa ruang keluarga. Ia memandangi galeri foto, menggeser ke kiri dan ke kanan, kemudian tersenyum tanpa henti.

"Nggak cape apa tuh bibir dari tadi senyam senyum nggak jelas," goda Abigail yang melihat adiknya tersenyum sambil memandangi ponselnya.

"Wah kakak bawa kripik, bagi ....," Mia menengadahkan tangannya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Aduhhh!!!" teriak Mia, bukannya memberikan kripik ke tangan Mia, Abigail malah mencubit bibir Mia dengan jarinya saking gemasnya.

"Apa yang sedang kamu lihat, hmm?"

"Lihat kak, teman kelasku. Tampan kan?" Mia memperlihatkan sebuah foto pada Abigail.

"Yang mana? yang kiri apa yang kanan?"

"Yang kiri lha," jawab Mia.

"Itu mah kakak sering lihat," ucapan Abigail sontak membuat mata Mia membesar. Ia seperti mendapatkan hadiah besar ketika kakaknya mengatakan seperti itu.

"Di mana? kakak lihat di mana?" Mia menggoyang goyangkan tangan Abigail, dan menyebabkan kripik di tangannya berjatuhan.

"Tuh kan berantakan!" gerutu Abigail kesal.

"Kakkkk, di mana?"

"Di rumah sahabat kakak lha. Bukankah itu Azka, Azka Abraham?" Mia menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Itu kan adiknya Kak Amel," lanjut Abigail. Amelie kadangkala datang ke rumah Abigail untuk menginap atau sekedar untuk mengobrol.

"Kapan kakak akan ke rumah Kak Amel lagi?" tanya Mia.

"Tidak tahu. Kami akan masuk kuliah sebentar lagi dan jurusan kami berbeda. Itu mungkin akan membuat kami jarang bertemu," ucap Abigail.

"Ajak aku ya kak kalau mau ke sana. Oya, besok kan Jumat, bagaimana kalau pulang sekolah kita ke sana?" pertanyaan Mia langsung membuat Abigail menepuk dahinya.

*****

""Halooo!!! Kenalkan nama saya Mia," Mia memperkenallan dirinya pada security di kediaman Azka yang bernama Pak Kusnadi. Pak Kusnadi yang melihat itu langsung tersenyum.

"Kenalan aja pak, kalau Pak Kus nggak balas, dia akan teriak teriak terus di sini," ucap Abigail seakan menasehati Pak Kusnadi.

"Ehhmm, saya Kusnadi, Non."

"Senang berkenalan dengan Pak Kus. Saya pasti akan sering sering datang ke sini," Mia langsung meraih tangan Pak Kusnadi untuk menjabat tangannya sebagai tanda perkenalan mereka.

"Bi!!!" Amelie yang keluar pun memanggil Abigail.

"Melll!!!"

"Tumben ke sini nggak ngabarin dulu?" ucap Amelie.

"Nih, maksa," Abigail menunjuk Mia yang sedari tadi sudah tersenyum.

"Halo, Mia," Amelie menyapa Mia. Ia pernah bertemu Mia beberapa kali di rumah Abigail.

"Halo, Kak Amel. Benarkah Kak Amel itu, kakaknya Azka?" Amelie pun mengangguk.

"Apa Azka ada di rumah sekarang?" anggukan Amelie sekali lagi membuat Mia semakin tersenyum.

Mereka akhirnya masuk ke dalam kediaman Williams. Mata Mia memandang ke sekeliling, mencari cari siapa tahu Azka lewat.

"Azka ada di kamarnya, Mi. Kakak akan memanggilnya jika kamu ingin bertemu dengannya."

"Tidak, tidak, Kak. Jangan. Nanti saja tunggu dia keluar sendiri," dan sesuai perkiraan Mia yang ntah bagaimana, Azka akhirnya keluar dari kamar tidurnya dengan memakai setelan kaos rumahan dan celana pendek. Mata Mia yang baru pertama kali melihat penampilan Azka seperti itu, langsung tersenyum dan mengedipkan matanya beberapa kali, seakan mengambil gambar untuk disimpan di dalam memorinya.

Azka yang akan menuju ke dapur mencari Mommynya menangkap sesosok makhluk yang ia rasa telah ia tinggalkan di sekolah. Matanya memicing saat menyadari bahwa apa yang dilihatnya ternyata benar adalah Mia, si gadis rese yang selalu mengganggu kenyamanannya di sekolah sejak hari pertama ia duduk di sebelah Azka.

"Hi, Az!" sapa Mia. Wajah teduh dan menyenangkan yang ada di awal, langsung berubah menjadi sorot dingin dan tatapan tak suka. Azka langsung berjalan kembali menuju kamar tidurnya. Rencana awal ingin mencari Vanessa diurungkannya.

"Yaaa, kok masuk lagi?" gerutu Mia dengan mengerucutkan bibirnya.

"Kamu dekat dengan Azka, Mi?" tanya Amelie.

"Tentu saja, kami kan duduk bersebelahan."

"Oouu benarkah? Azka tidak pernah bercerita," ucap Amelie.

Mia hanya tersenyum saja. Meskipun ia sedikit kecewa karena Azka cuek padanya, tapi ia senang karena bisa mampir ke rumah laki laki itu.

"Kak, apa Mia boleh sering sering ke sini?"

pletakkk!!!

"Kakk, sakit!!" Abigail secara reflek menyentil kening Mia, Amelie yang melihatnya langsung tertawa. Dari arah dapur, Vanessa keluar dan melihat tamu mereka.

"Mel, sayang ... eh ada Abi. Apa kabar, Bi?" tanya Vanessa.

"Baik, Aunty."

"Dan ini ....?" tanya Vanessa saat melihat Mia.

"Hi Aunty, kenalkan namaku Mia. Aku adik kesayangan dari kak Abigail," Vanessa langsung tersenyum melihat tingkah Mia yang menurutnya menggemaskan.

"Mel, kenapa kamu tidak menyediakan makanan dan minuman untuk mereka?" Amelie langsung menepuk dahinya dan tersenyum, "aku lupa, Mom."

"Baiklah, Mommy akan siapkan sesuatu. Tunggu sebentar ya."

"Aunty, apa aku boleh membantu Aunty?" senyum langsung merekah saat Vanessa menganggukkan kepalanya. Mia pun tanpa malu langsung mengikuti Vanessa menuju ke dapur.

*****

KERJA KELOMPOK

Azka dan Mia kini sudah duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Atas. Namun, kali ini Azka sepertinya belum bisa tenang dan berbahagia karena ia masih berada 1 kelas dengan Mia, baik kelas 1 maupun kelas 2.

Hari harinya selalu diisi dengan kehadiran gadis itu di depannya. Mengucapkan selamat pagi, selamat siang, membawakan bekal makan siang, membelikannya makanan di kantin, bertanya tentang materi pelajaran, atau hanya sekedar berkata sampai jumpa besok di sekolah.

*****

"Kak, kakak mau ke rumah Kak Amel ya?" tanya Mia, adik Abigail.

"Ya, memangnya kenapa?" tanya Abigail sambil memasukkan tas cangklongnya melalui kepala, menyilang di tubuhnya.

"Ikutttt ....," Mia bergelayut manja pada lengan Abigail.

"Tapi kamu bukan mata mata Mami kan?" bisik Abigail.

"Mata mata?" ucap Mia dengan nada kencang karena kaget.

"Ihhh, jangan keras keras. Kakak bertanya, kamu itu bukan mata mata Mami kan. Kamu nggak disuruh Mami buat ikutin kakak kan?"

"Ya nggak lha kak. Ngapain juga jadi mata mata Mami, enakan juga sekongkolan sama kakak. Apalagi kalau diajak ke rumah Kak Amel."

"Kok kamu seneng banget sih ke rumah Amel?" tanya Abigail.

"Ahhh pokoknya gitu deh. Aku ikut ya?" Mia mengedipkan mata cantiknya berkali kali.

"Iya iya, buruan kalau gitu. Kakak udah mau berangkat nih."

"Bentar bentar, aku ambil tas aku dulu di kamar ya," Mia segera berlari menuju kamar dan mengambil tas. Memasukkan dompet dan ponselnya ke dalam tas kecilnya. Mereka pun berangkat menuju rumah Amelie.

Sesampainya mereka di sana,

"Siang, Pak," sapa Abigail pada security yang berjaga.

"Halooo Pak Kus!" sapa Mia pada Kusnadi, sang security. Hal itu membuat Kusnadi tersenyum. Mia memang sangat ramah, bahkan cepat dekat dengan siapapun yang baru ia kenal. Mia kadang kadang suka ikut dengan Abigail jika kakaknya itu ingin bertandang ke rumah Amelie.

"Ayo Mi!" panggil Abigail.

"Daaaa Pak Kus ... Mia ke dalam dulu ya."

Mereka segera masuk ke dalam. Di ruang tamu, Amelie sudah menunggu mereka.

"Akhirnya makhluk yang satu ini dateng juga. Udah ditungguin juga dari tadi."

"Maklum, ada yang tiba tiba nemplok pengen ikut," terang Abigail.

"Miaaa!! ahhh kakak merindukanmu," Amelie pun memeluk Mia. Amelie sangat menyukai Mia, maklum ia tidak memiliki adik perempuan, padahal ia sudah meminta pada Mommynya sejak dulu.

"Kak, apa Azka ada di rumah?" tanya Mia setengah berbisik.

"Ya, dia ada di kamarnya. Sebaiknya kamu membangunkannya. Masa tiap weekend selalu bangun siang," ucap Amelie dengan bibir mencibik.

"Siappp kakak!" Mia segera menaiki tangga dan mengetuk kamar Azka, namun tidak terdengar sahutan dari dalam.

*****

Baru saja Abigail duduk di atas sofa empuk di ruang tengah, Mommy Vanessa datang.

"Eh Abi ... kapan datangnya?"

"Barusan Aunty," jawab Abigail sambil tersenyum.

"Sendiri aja?"

"Nggak, sama Mia."

"Trus, Mia nya mana sekarang?"

"Aku suruh ke kamar Azka, Mom. Siapa tahu Mia bisa bangunin Azka," ucap Amelie terkekeh.

"Walah, bakalan ada perang besar ni," Vanessa langsung berbalik menuju ke dapur. Ia akan membantu para pelayan menyiapkan makan siang.

Sementara itu di kamar Azka,

"Az ... bangun!" Azka masih tidur dengan posisi telungkup. Jendela kamar yang menyambung ke balkon pun masih tertutup dengan rapat, untuk menghindari masuknya sinar matahari yang sudah hampir tinggi.

"Az!!! bangun!! Mau sampai jam berapa tidurnya?"

"Berisik ah!"

"Az!" Mia mencoba menggoyangkan bahu Azka, membuat Azka pun akhirnya membuka matanya dan langsung melotot ke arahnya.

"Nggak bisa lihat gue tidur tenang ya?" Azka sedikit meninggikan suaranya.

"Bangun Az! Ini udah siang, emang kamu nggak mau ketemu aku?" tanya Mia dengan senyuman manisnya.

"Nggak!! mending sekarang lo keluar aja. Ganggu tahu nggak!"

"Ini udah mau jam 11, Az. Ayolah! Meskipun weekend, tapi bangunnya jangan sesiang ini juga," Mia pun membuka gorden kamar, sehingga cahaya matahari langsung masuk dan membuat kamar menjadi terang.

"Ahhh, bawel banget tahu nggak sih lo! Cewe rese!" Azka langsung beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Mia tersenyum dan keluar dari kamar. Usahanya membuat Azka bangun ternyata berhasil.

*****

"Masak apa, Aunty?" tanya Abigail yang masuk ke dapur bersama dengan Amelie.

"Ada yang ngecek nih makanan kesukaannya dimasakin apa nggak?" celetuk Amelie, membuat wajah Abigail tiba tiba saja merona.

"Eh enak aja. Aku justru ke sini buat bantuin Aunty masak, ya kan? Apa yang bisa aku bantu, Aunty?" tanya Abigail.

"Tidak usah, sayang. Kalian duduklah di meja makan, sebentar lagi makan siangnya siap," ucap Vanessa.

"Wahhh, harum bangettt!!" ucap Mia yang baru sampai di dapur.

"Mia," sapa Vanessa.

"Halo Aunty. Mia kangennn!!" tanpa basa basi, Mia langsung memeluk Vanessa.

"Mi, jangan gitu! Aunty lagi masak kamu ganggu aja," ucap Abigail sambil menarik adiknya.

"Aku kan ingin belajar masak sama Aunty. Azka kan paling suka masakan Aunty, jadi ....," ucapan Mia terpotong karena tiba tiba saja terdengar suara Azka.

"Mom, aku pergi dulu. Ada janji ketemu Cello," ucap Azka.

"Makan dulu, Az!" ucap Vanessa.

"Tidak usah, Mom. Aku justru ada janji makan siang dengan Cello. Malam nanti aku makan di rumah, Mom," terdengar suara Azka pergi dengan mobil, bersama dengan seorang supir. Azka masih berusia 15 tahun, jadi ia belum mendapatkan SIM.

Mia yang melihat kepergian Azka merasa kecewa, "Ayo, ayo! hari ini cuma untuk kita," ucap Mommy Vanessa.

*****

Di sekolah, sudah beberapa hari ini Azka terus menghindari Mia. Bahkan ia tak menjawab saat Mia bicara dengannya.

"Kamu kenapa sih Az?" tanya Marcel.

"Nggak apa apa, emang kenapa?"

"Kok kayaknya sikap kamu dingin amat."

"Dingin? tergantung sama siapa!" ucapnya ketus dan sedikit keras agar Mia bisa mendengar suaranya. Namun, bukan Mia namanya jika ia terusik dan menjauh hanya karena ucapan Azka.

*****

"Kak Amel!" teriak Mia.

"Mi, kamu di sini?"

"Iya, Kak. Aku lagi kebagian kerja kelompok bareng Azka. Bukan sih, aku yang mengelompokkan diri," ucap Mia sambil tertawa.

"Kamu sendiri aja?"

"Tadi teman teman juga di sini, cuma udah pada pulang."

"Kamu sendiri nggak pulang?"

"Aku kangen sama Kak Amel, makanya aku nunggu dulu."

Sekalian aku bisa agak lamaan gitu di rumah Azka. Siapa tahu dia nggak marah marah lagi kalau sering ketemu, ya kan? - Mia.

"Kamu makan malam di sini aja kalau begitu," ajak Amelie.

"Bener? boleh kak?"

"Tentu saja boleh. Nanti pulang Kak Amel yang anterin."

"Ahhh mau mau mau. Tapi nanti pulangnya aku telepon Kak Abi aja."

Mereka pun berbincang dan bercanda di sofa ruang tamu, hingga waktunya makan malam.

"Lo belom pulang juga?" tanya Azka tiba tiba sewot.

"Diundang Kak Amel makan malam," Mia tersenyum sambil memeluk lengan Amelie.

"Ngapain sih kak dia diajak ajak. Lagian dia punya rumah sendiri, masa makan aja mesti nebeng. Malu maluin!"

"Az! Kakak yang ajak dia, lagian Kakak senang Mia ada di sini, dia temenin kakak ngobrol."

"Lain kali nggak usah diajak ajak deh, males banget sih!"

"Az!" Azka pun akhirnya masuk ke dalam kamar tidurnya lagi, ia malas melihat Mia yang selalu saja ada di sekitarnya. Di sekolah ia selalu merasa diperhatikan oleh Mia, bahkan saat jam istirahat, Mia selalu menghampirinya untuk sekedar mengajaknya ngobrol atau memberikannya sesuatu. Sepertinya gadis itu selalu ada di sekitarnya, membuat hatinya kesal.

Tinn ... tinnn ...

"Itu suara mobil Kak Abi," ucap Mia.

"Abi?"

"Mel!!" teriak Abigail dari arah luar. Abigail sangat mengkhawatirkan Amelie. Ia tahu pasti apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.

Sambil terengah-engah, Abigail memasuki ruang tamu. Ia malah melihat Amelie bersama dengan Mia, adiknya. Wajah Amelie sudah tidak seperti tadi, saat meninggalkan dirinya secara tiba tiba di kampus.

"Mel, kamu baik baik?"

"Aku tidak apa apa, bi. Apa lagi ada Mia di sini, penghibur hati yang gundah," Abigail sedikit bernafas lega, meskipun ia masih yakin kalau Amelie belum sepenuhnya baik baik saja.

"Lha kamu, ngapain di sini?" tanya Abigail pada Mia.

"Aku? kerja kelompok," ucap Mia sambil menampilkan giginya.

"Kerja kelompok apaan? masa cuma sendirian."

"Udah selesai. Ini cuma nunggu makan malam aja," ujar Mia.

"Makan malam di rumah aja ya. Mami udah nyiapin makan malam kesukaan kamu," pinta Abigail.

Dengan berat hati, Mia akhirnya mengikuti langkah Abigail keluar dari rumah tersebut.

*****

mohon maaf kalau cerita di bab ini agak sedikit mengulang dari novel "Amelie sang Penjaga Jodoh" , biar nyangkut dikit2 gitu 😅

Mulai bab selanjutnya kita buat cerita baru ya ... hehe ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!