Change XVIII

...***...

"Tuan, aku mohon. Anda mau, ya? Lagipula dia hanya ingin mengucapkan terima kasih karena anda sudah membantunya." Dallen sekali lagi memohon seraya terus berjalan mengikuti Malvin dari arah belakang, ia baru saja bertemu dengan Glenda; dan wanita itu ingin bertemu dengan Malvin juga untuk mengucapkan terima kasih secara langsung karena sudah mau membantunya saat jatuh di jurang beberapa hari yang lalu. Malvin yang diikutinya itu lalu berhenti mendadak membuatnya terkejut dan nyaris menabraknya, Malvin berbalik dan menatap Dallen dengan tatapan tajam. Dallen menelan saliva-nya susah payah, ia pasti akan disemprot habis-habisan oleh Malvin karena ke keras kepalanya lagi. "Sudah aku bilang, tidak!" Tukasnya dengan menekan kalimat akhirnya.

Malvin berbalik dan melanjutkan langkah kakinya menuju pintu lift, hendak kembali ke ruang kerjanya setelah menikmati waktu makan siangnya. Dallen belum menyerah; bergegas ia berlari mengekor dari arah belakang dan ikut masuk ke dalam lift yang sama. "Tapi tuan, apa susahnya? Anda hanya perlu bertemu dengannya sebentar setelah itu anda bisa pergi lagi setelah dia mengucapkan terima kasih. Lagipula tidak akan menghabiskan waktu sampai satu jam hanya untuk berbicara dengannya," kata Dallen.

"Aku tidak mau! Lagipula yang sejak awal membantunya adalah kau bukan aku, kenapa dia harus berterima kasih padaku?" Pintu lift terbuka, Malvin melangkah keluar dari dalam sana masih dengan Dallen yang setia mengikutinya dari arah belakang. "Tapi tuan yang sudah membantu membayar biaya rumah sakit dan biaya operasinya, ayolah tuan. Sebentar saja, ya? Kasihan dia, bayangkan saja; dia sendirian di rumah sakit ditambah lagi dia baru saja menyelesaikan operasinya. Tidak mungkin kita membiarkannya sendiri." Jawab Dallen.

"Aku tidak peduli, lagipula aku juga selalu sendiri. Memang apa masalahnya dengan itu?" Malvin melirik ke arah Dallen. "Oh tuan… itu beda lagi kasusnya." Dallen geram sendiri jadinya, membujuk seorang Malvin adalah hal paling berat yang pernah ia lakukan. "Aku tidak peduli," sahut Malvin acuh, pria itu terus melangkah menuju ruang kerjanya.

"Ayolah tuan, tuan, tuan!!!" Dallen mulai merengek, kalau tidak begini maka tidak akan berhasil untuk membujuk seorang Malvin. "Tidak!" Jawabnya tegas, Dallen terus merengek hingga membuat Malvin merasa terganggu sampai akhirnya menyerah dan mau mengikuti permintaannya.

"Baiklah aku mau, tapi asal kau tahu. Aku melakukannya hanya agar kau tidak terus menggangguku, mengerti?!" Kesalnya sembari mendelik ke arah Dallen. "Oke mengerti, kalau begitu biar aku siapkan mobilnya." Dallen beranjak dari sana memutar arah kembali ke arah dimana mereka datang. Malvin menghela napasnya kasar, kalau ia tidak menuruti permintaan Dallen, pasti pria itu tidak akan berhenti mengganggunya sampai ia mau menuruti permintaannya. Entah kenapa tapi Malvin jadi merasa seperti ayah yang terus dipaksa anaknya untuk membelikannya permen.

...*...

"Glenda, ini adalah tuan—maksudku atasanku tuan Malvin, beliau adalah orang yang telah membayar semua biaya rumah sakit dan biaya operasi mu," jelas Dallen memperkenalkan, saat ini mereka berdua tengah berada di rumah sakit. Duduk bersama di ruang rawat dimana Glenda berada. Glenda menatap Malvin lekat, "oh astaga… dia begitu tampan, bahkan lebih tampan daripada si brengsek Austin," batin Glenda seraya tersenyum ke arahnya. "Senang bertemu denganmu," ujar Glenda.

"Tapi aku tidak senang bertemu denganmu, kau itu sangat menyusahkan ku," kata Malvin dengan kedua tangannya yang dilipat di depan dada. Glenda terkejut dibuatnya, begitu pula dengan Dallen disampingnya. "Tuan!" Dallen menatapnya dengan wajah tak percaya, ia benar-benar tidak menyangka kalau Malvin akan berbicara begitu jujur. "Maafkan ucapan tuanku, mohon dimaklumi karena beliau memiliki perangai yang buruk." Dallen meminta maaf seraya tersenyum ke arah Glenda.

"Apa kau bilang?" Malvin menatapnya tajam. "A-ah… maksudku beliau memiliki perangai yang… unik! Ya, unik!" Dallen tersenyum kaku ke arah Malvin yang tampak kesal dengan kalimatnya tadi. Sementara Glenda hanya diam dan memperhatikan keduanya, ia tersenyum simpul lalu berkata, "maaf kalau aku menyusahkan mu karena harus membawaku kemari sampai membiayai rumah sakit dan operasi-ku. Aku tidak akan melupakan kebaikan hatimu, aku anggap semua ini sebagai utang-ku padamu yang pasti akan aku bayar. Kalau aku sudah keluar dari rumah sakit; aku berjanji akan membayar semuanya." Glenda tersenyum simpul. "Walaupun ucapannya tadi cukup terang-terangan, tapi aku suka cara bicaranya. Dia jujur walaupun mungkin orang yang mendengarnya akan merasa tidak enak karena cara bicaranya." Pikir Glenda.

"Tidak perlu, karena aku tidak ingin terlibat atau berhubungan denganmu lagi. Kau itu menyusahkan untukku," sahut Malvin yang berhasil membuat Dallen kesal dengan cara bicara pria yang menjadi tuannya itu. "Tuan!" Dallen geram sendiri.

"Tidak bisa seperti itu, karena kau sudah menyelamatkan nyawaku. Kalau saja waktu itu kau tidak segera membawaku ke rumah sakit dan membiayai semua administrasinya mungkin sekarang aku tidak bisa berbicara denganmu seperti sekarang."

"Dallen yang memintanya, aku melakukannya hanya agar dia tidak terus menggangguku." Sahutnya datar. Dallen hanya bisa menggaruk kepalanya frustasi, Malvin kalau bicara tidak pernah menggunakan filter dan berbicara secara terang-terangan. "Tetap saja, terima kasih untuk kalian berdua. Aku berhutang banyak pada kalian." Glenda tersenyum simpul.

...*...

"Bu?" Sekali lagi, ia memanggilnya sembari menepuk wajah wanita paruh baya yang ditemukannya terbaring di jurang dalam keadaan tak sadarkan diri. Wanita itu perlahan mengerjap, kedua manik matanya terbuka menampakkan irish matanya. Wanita itu tersenyum simpul saat mendapatinya tersadar perlahan. "Syukurlah anda sadar," ujarnya lega.

"A-argh… aku dimana?" Ia meringis saat sekujur tubuhnya terasa sakit, ia berusaha untuk bangun tapi ditahan oleh wanita yang baru saja menemukannya itu. "Anda masih di hutan, tadi saya tidak sengaja menemukan anda terbaring di dasar jurang saat saya terjatuh." Jelasnnya.

"J-jurang?" Ia mengulang dan wanita itu menganggukkan kepala sebagai jawaban. Wanita paruh baya itu terdiam sejenak berusaha mencari ingatannya yang raib sebelum ia tidak sadarkan diri dan ditemukan olehnya. "Oh… Glenda… dimana Glenda?" Ujarnya panik saat putrinya itu tidak dilihatnya dimanapun.

"Glenda? Siapa itu?" Ia mengerutkan keningnya bingung.

"Dia putriku," kata Fidela dengan raut wajah panik. "Saya tidak menemukan orang lain selain anda di bawah sini, Bu."

"Apa?" Fidela merasakan sesak saat mendengar wanita itu tak menemukan Glenda dimanapun. "Memangnya apa yang terjadi? Anda mengalami kecelakaan bersama putri anda dan masuk ke jurang? Tapi kalau di pikir-pikir, tidak ada mobil atau kendaraan di atas…" gumamnya mengingat-ingat kembali, tapi memang benar tidak ada mobil yang dilihatnya di atas sebelum ia terperosok jatuh.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!