Change XVII

...***...

"Oh sial! Aku benci kenyataan itu," pekik Dallen di dalam hatinya saat fakta itu harus dihadapinya. Memang pada dasarnya Malvin hidup tanpa keluarga selama bertahun-tahun, jadi tidak heran baginya saat ia tidak pernah peduli ataupun percaya pada orang lain apalagi yang baru saja dikenalnya. Bahkan kalau diingat-ingat lagi, untuk bekerja dengan Malvin saja cukup sulit bagi Dallen dan membutuhkan banyak perjuangan agar pria itu mau percaya sepenuhnya pada dirinya. "Jadi jangan minta aku untuk peduli padanya, apalagi dia itu orang asing yang bahkan namanya saja tidak kita ketahui. Bagaimana mungkin aku harus menyusahkan diriku hanya untuk menolongnya, membayarkan biaya rumah sakit dan operasinya setelah aku dengan sangat terpaksa harus basah kuyup karena hujan-hujanan dan membawanya ke rumah sakit ini sementara aku sangat lelah dan ingin cepat-cepat pulang. Persetan dengan rasa iba." Gerutu Malvin.

"Oh ayolah tuan… jangan seperti ini, aku mohon bantu dia. Bagaimanapun kita sebagai sesama manusia harus saling membantu satu sama lain. Aku mohon…" Dallen memohon dengan sangat, walaupun dia tahu Malvin bukanlah tipikal orang yang mudah untuk luluh, hatinya terlalu keras bagikan sebuah batu, dan terlalu dingin sedingin bongkahan es melebihi bongkahan es di kutub bumi manapun. "Aku tidak mau! Sekali lagi kau merengek seperti itu, aku potong gaji-mu! Benar-benar menggelikan." Malvin menekan kalimatnya.

"Oh, atau begini saja. Tuan bantu bayarkan dulu biaya operasi dan rumah sakitnya, dan setelah itu sebagai gantinya tuan bisa potong gaji-ku. Bagaimana?" Dallen mengusulkan, ia tentunya tidak ingin tinggal diam begitu saja; apalagi setelah tahu kalau wanita di dalam ruang rawat sana sedang dalam keadaan yang kurang baik dan harus segera ditangani. Hati nuraninya terlalu kuat untuk tidak menolongnya. "Kau benar-benar keras kepala. Aku bilang tidak!" Malvin semakin menekan kalimatnya.

"Tuan… aku mohon, lagipula tuan bayangkan saja. Wanita itu benar-benar membutuhkan bantuan kita, bagaimana kalau dia meninggal?"

"Aku tidak peduli walaupun dia mati sekalipun." Sahut Malvin yang berhasil membuat Dallen frustasi, beruntung Dallen bukankah orang yang mudah menyerah begitu saja setelah ditolak berulangkali. "Tapi tuan, menyelematkan nyawa satu orang saja itu adalah hal yang sangat mulia." Dallen masih berusaha.

"Aku tidak peduli! Apakah aku harus mengejanya untukmu?" Malvin berkeras. Dallen kembali memohon dihadapan tuannya, meminta dengan sangat agar dia mau membantu Glenda yang terbaring lemah tak berdaya di dalam ruang rawatnya. Malvin sampai kesal karena Dallen sulit diatur dan benar-benar keras kepala, Dallen yang gigih bahkan memohon sampai berkata bahwa dia akan berlutut dihadapannya agar Malvin mau menolongnya. Lalu setelah melewati perdebatan yang panjang kali lebar kali tinggi; akhirnya Malvin menyerah dan bersedia untuk membantunya. Dengan sangat terpaksa tentunya karena Dallen benar-benar berhasil mengganggunya dan ia benci itu, mendengar apa yang diucapkan oleh Malvin berhasil membuat Dallen tersenyum senang. Wajah pria itu kini dihiasi oleh senyuman yang menampakkan sederet gigi putihnya. Mereka berdua lantas beranjak pergi menuju arah administrasi untuk mengurus semuanya. Setelah menyelesaikan pembayaran, Malvin berkata kalau dia ingin segera pulang; Dallen mengantarkannya pulang lebih dulu kemudian kembali ke rumah sakit untuk menjaga Glenda dan memastikan kondisinya aman hingga wanita itu sadar dari pingsannya.

...*...

Glenda membuka kedua matanya, ia baru tersadar keesokan harinya setelah tubuhnya dipenuhi dengan perban dan plester yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan ia sadar kalau dirinya tengah berada di rumah sakit setelah ia melihat seorang suster yang sedang mengecek tanda vitalnya. Suster itu menoleh saat menyadari dirinya tersadar. Bergegas ia pergi untuk memanggil dokter untuk memberitahukan kalau dirinya sudah sadar. Glenda sempat terdiam, bertanya pada dirinya sendiri mengenai apa yang telah terjadi. Namun pertanyaannya terjawab setelah ia dapat menemukan semua ingatan mengenai apa yang dialaminya. "Aku ingat sekarang… jadi mereka membawaku ke rumah sakit?" Batinnya saat ia ingat siapa yang kemarin malam membantunya saat ia terjatuh di jurang sampai sempat merasa kalau ia sudah mati tapi kemudian hidup kembali.

Tidak lama dokter datang dan memeriksa keadaannya, ia menjalani beberapa pemeriksaan kecil sebelum akhirnya dokter itu bertanya, "apakah kau mengingat semua yang terjadi denganmu?" Glenda terdiam sejenak untuk memastikan, lalu berkata, "ya. Aku ingat semuanya."

"Kira-kira apa yang terjadi sampai-sampai tubuhmu terluka seperti ini?"

"Aku… jatuh ke jurang, setelah itu tidak sadarkan diri cukup lama sampai-sampai aku sempat mengira kalau aku sudah meninggal. Lalu itu aku tersadar dan berusaha untuk mencari ibuku, tapi tidak ada dimana-mana. Aku terus berjalan, berusaha keluar dari dalam hutan sampai kemudian menemukan jalanan beraspal dan bertemu dengan…" Glenda terdiam sejenak. Sementara dokter dan suster yang semula memeriksa tanda vitalnya itu hanya diam dan menyimak dengan seksama. "Omong-omong, dimana pria yang menolong aku dok? Aku ingin bertemu dengannya untuk berterima kasih karena sudah mau memberikan aku tumpangan sampai aku bisa tiba di sini."

"Beliau sedang keluar sebentar karena memiliki urusan, saat jam makan siang nanti beliau baru akan kemari untuk memeriksa kau lagi. Kalau beliau datang kemari akan saya sampaikan kalau kau ingin bertemu dengannya." Kata dokter. Glenda tersenyum simpul ke arah dokter itu, "terima kasih dok." Dokter itu mengangguk pelan.

"Jadi begitu rupanya, pantas saja kondisi kau cukup parah." Dokter kembali mengalihkan pembicaraan pada fokus intinya. "Parah dok? Separah apa?" Glenda terkejut.

"Cukup parah karena jatuh yang kau alami beberapa bagian tubuhmu memar dan beberapa bagian organ dalammu rusak. Tapi kau tenang saja, karena kau sudah melewati operasi dan hanya tinggal menunggu masa pemulihan saja." Jelas dokter. "Operasi dok? Tapi… siapa yang membayar biaya rumah sakitnya?" Glenda semakin terkejut dibuatnya.

"Kau tenang saja karena semuanya sudah diurus oleh pria tampan yang membantumu dan membawamu kemari kemarin malam, pria itu memakai jas dan selalu berpakaian rapi. Tampaknya beliau adalah pebisnis atau semacamnya," katanya. "Eh?" Glenda terdiam, ia baru sadar kalau orang yang menolongnya berpakaian seperti itu. Sebelumnya ia tidak terlalu bisa mengingat dengan jelas bagaimana orang yang telah menolongnya itu berpakaian. "Baiklah karena kondisimu sudah mulai membaik, kau hanya perlu beristirahat hingga masa pemulihan selesai. Setelah itu kau akan bisa keluar dari rumah sakit ini; selama pemulihan kau akan di cek secara berkala oleh suster dan perawat yang saya telah tugaskan sebelumnya."

"Baik, dok. Terima kasih."

"Kalau begitu saya permisi," ucap dokter.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!