...***...
Austin menoleh ke arah Glenda yang kini berdiri tak bersua diambang pintu kamarnya seraya menatapnya yang tengah menjamah tubuh Anastasya yang berada tepat dibawahnya, wanita itu memejamkan kedua matanya sembari terus mengerang seiring dengan ritme Austin yang semakin cepat. Pria itu kembali fokus pada Anastasya, semakin mempercepat geraknya hingga pelepasannya tiba. "Ngh…" Anastasya mencapai kepuasan. Austin melepaskan diri, ia melangkah turun dari ranjang dalam keadaan tanpa busana, pria itu kemudian meraih kimono mandi miliknya yang tergeletak di atas kursi meja kerjanya. Ia berjalan menghampiri Glenda dengan santainya, bahkan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Kau datang, sayang?" Ucap Austin yang kini berdiri di depan Glenda dengan tangannya sibuk mengikat tali kimononya, menutupi bagian bawahnya yang masih sedikit tegang.
PLAKKK
Glenda menamparnya keras, wajahnya sudah berlinang air mata sejak ia melihat apa yang baru saja terjadi tepat dihadapannya. Dan tanpa malunya pria itu berbicara santai seakan tak memiliki dosa sama sekali. Austin sedikit meringis, ia memegangi pipinya yang terasa panas bercampur perih akibat tamparan Glenda. Sudut bibir Austin sampai mengeluarkan darah saking kencangnya Glenda menamparnya. "A-apa yang kau lakukan dengannya…?" Glenda berusaha mengatur napasnya yang terasa sesak, matanya melirik pada Anastasya yang terbaring di atas ranjang dalam keadaan penuh keringat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh polosnya. Wanita itu terkulai dalam keadaan terpejam, napasnya juga masih tampak tak beraturan. Austin menoleh ke arah yang dilihat Glenda.
"Memangnya kau tidak bisa melihat apa yang baru saja kami lakukan? Bukankah kau melihatnya dengan sangat jelas?" Ujarnya santai. Glenda mendelik ke arahnya, ia benar-benar tidak percaya Austin bisa dengan santainya menanggapi setiap kalimat yang ia lontarkan. "Aku baru saja bercinta dengannya," bisik Austin yang membuat Glenda tertohok dibuatnya.
"Ja-jadi… selama ini kalian selingkuh di belakangku…?" Dada Glenda benar-benar terasa sesak, air mata terus berjatuhan membasahi wajah besarnya.
"Iya." Jawab Austin enteng. Glenda melirik ke arah Anastasya yang berpura-pura tak mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi. "K-kalian benar-benar membuatku kecewa! Kalian sudah bermain api di belakangku dan terus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa diantara kalian. Aku tidak terima ini! Setelah aku mempercayai kalian selama ini, dan kini kalian mengkhianatiku dengan begitu mudahnya. Aku tidak akan membiarkan semua ini…" Glenda mengepalkan kedua tangannya berbicara bersungut-sungut.
"Anastasya, kita berteman sudah sangat lama… tapi kau… beraninya sekarang kau merebut tunanganku! Aku akan membuatmu menyesal!" Glenda hendak masuk dan menyerang Anastasya, tapi Austin lebih dulu menahannya dan mendorong Glenda hingga tersungkur jatuh dilantai, benturan keras sampai membuat tempatnya berpijak itu bergetar. Glenda meringis kesakitan, ia mendongak menatap tajam Austin dihadapannya.
"Tidak akan aku biarkan kau menyentuh Anastasya sedikitpun, apalagi untuk menyakitinya." Austin menekan kalimatnya. Glenda tertatih, ia berdiri di depan Austin. Glenda mengatur napasnya agar lebih tenang, ia mengusap air mata yang mengalir membasahi pipinya. "Ba-baiklah… aku tidak akan menyakitinya, asalkan kau mau memilih… kau tinggalkan dia dan terus bersamaku, atau kau pilih dia dan kehilangan semuanya?" Glenda sudah tidak tahan lagi. Austin yang mendengarnya terkekeh pelan, ia melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bahkan orang bodoh pun tahu bagaimana cara memilih," gumamnya. Glenda terdiam menunggu kalimat selanjutnya yang akan terlontar dari mulut Austin. "Tentu saja aku akan memilih Anastasya." Austin menoleh ke arah wanita di atas ranjang tidurnya, sementara Glenda berusaha menahan rasa sakit yang hinggap menyeruak dalam dadanya.
"Lihat dia, Anastasya itu sempurna. Dia cantik, tubuhnya juga seksi, dan yang paling penting… dia adalah lawan yang seimbang untuk saling memuaskan." Austin kembali menatap Glenda.
"J-jika itu keputusanmu… maka bersiaplah untuk menerima surat pemecatan kalian berdua!"
"Silahkan saja kalau kau bisa." Austin mengulum senyum, sama sekali tidak merasa terancam oleh ancaman Glenda barusan. "Dan, kalau tidak ada hal lain yang ingin kau bicarakan, silahkan pergi. Aku ingin melanjutkan percintaan panas kami." Austin menutup pintu kamarnya sedikit kasar. Glenda nyaris tersungkur jatuh saking lemasnya, beruntung ia bisa menahan tubuhnya agar tidak tumbang.
"Tidak akan… aku tidak akan membiarkan kalian bersenang-senang di atas penderitaan ku." Glenda berjalan terseok-seok pergi dari sana, ia segera mencari taksi untuk mengantarkannya pulang.
...*...
Fidela tersungkur di tanah bersemen dihalaman rumahnya saat beberapa orang pria berdatangan dan mengusirnya secara paksa keluar dari dalam rumahnya. Fidela marah bercampur bingung, ia hanya bisa meringis saat mereka mendorongnya hingga jatuh dan kulitnya lecet. "Apa yang kalian lakukan! Ini rumahku!" Pekik Fidela pada mereka.
"Tidak lagi, karena mulai hari ini kau di usir dari sini!" Pria dengan wajah garang itu menjawab dengan tegas. "Apa yang kau bicarakan! Siapa yang menyuruh kalian?! Sudah jelas-jelas ini adalah rumahku!" Fidela tak mau kalah.
"Rumah ini bukan lagi milikmu ataupun milik anakmu!" Pria itu memperjelas, Fidela bingung dibuatnya. "Apa maksud dari perkataan mu?!" Fidela meminta penjelasan lebih. Pria itu mengeluarkan sesuatu dari balik kantong jas yang ia kenakan, menunjukkan secarik kertas yang kemudian ia bentangkan tepat dihadapan Fidela. Fidela terbelalak saat melihat sertifikat yang digenggamnya. Ia menarik kertas itu dan membacanya, di sertifikat rumahnya itu tertulis bahwa rumahnya sudah beralih kepemilikan menjadi atas nama Austin Cattegirn. "T-tidak mungkin…" Fidela tak percaya dengan apa yang tertulis di sana, calon menantu yang ia percaya selama ini tiba-tiba melakukan hal yang diluar dugaannya.
Fidela bergegas mengeluarkan ponselnya mencari nama Glenda di sana untuk memintanya cepat-cepat pulang. Perhatiannya lebih dulu disita oleh anak buah pria itu yang keluar dari dalam rumahnya dengan membawa koper lalu melemparkannya sembarangan bersama dengan pakaiannya. Fidela berjongkok memunguti semua barang-barangnya cepat, ia segera membereskannya dan memasukkannya ke dalam koper. Tidak lama, sebuah taksi melaju dan berhenti di gerbang masuk rumahnya. Fidela menoleh dan mendapati Glenda yang baru saja keluar dari dalam sana. "Astaga, mama!" Glenda bergegas menghampiri Fidela yang terduduk di tanah bersemen.
"Glenda, sayang…" Fidela memeluk tubuh besar putrinya itu sembari menangis tersedu. "Ada apa ini?" Glenda tak mengerti dengan yang terjadi. Fidela kemudian menunjukkan sertifikat ditangannya, Glenda terkejut bukan main. Rasanya seperti ada sebuah bom yang meledak dalam waktu yang bersamaan dengan saat dirinya mendapati kenyataan bahwa tunangannya diam-diam bermain api dengan sahabatnya sendiri. "Kalian tidak bisa melakukan ini, kami tidak akan pergi dari sini!" Glenda berusaha melawan. Pria itu mendorongnya kasar.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Sky
what the hell is this!!!
2022-02-15
0