...***...
"Pergi dari sini!" Bentak pria berwajah garang itu sekali lagi. Tubuh Glenda sudah banyak yang lecet akibat terus di perlakukan kasar oleh mereka. Fidela yang melihat putrinya hanya bisa mengusap bahunya lalu memintanya untuk menyerah. "Kita pergi saja, mama tidak ingin kau semakin terluka," ujarnya.
"Tapi ma, ini adalah rumah kita. Dan kita tidak boleh menyerah begitu saja, ini hak kita. Apalagi rumah ini adalah satu-satunya peninggalan papa." Glenda bersikeras. "Untuk sekarang kita pergi dulu dan kita pikirkan jalan untuk menyelesaikan semua ini dengan kepala dingin, jadi kita pergi dulu saja. Ayo." Fidela berusaha membantu Glenda bangun. Ia lalu meraih kopernya. "Biar aku saja ma." Glenda meraih dua kopernya kemudian melangkah bersama dengan Fidela keluar dari sana. Sebelum keluar dari gerbang; mereka berhenti sejenak dan menatap bangunan yang menjadi rumahnya selama bertahun-tahun itu untuk yang terakhir kalinya. "Kita pasti bisa mendapatkan rumah ini kembali. Aku janji." Glenda menatap Fidela. Wanita yang menjadi ibunya itu mengangguk mengiyakan. Mereka baru pergi dari sana.
Sepeninggalan Glenda dan Fidela, salah satu pria di sana segera menghubungi Austin untuk memberitahukan pekerjaannya sudah selesai.
...*...
Austin membalikkan tubuh Anastasya, bermain dengan gaya yang berbeda. Sudah banyak waktu mereka habiskan di atas ranjang sana; melanjutkan percintaan panas mereka setelah sempat terpotong oleh Glenda yang tiba-tiba datang dan menyaksikan semuanya. Anastasya mendesah setiap kali Austin mempercepat ritme geraknya. Ponsel Austin berbunyi di atas meja nakes, ia meraihnya dan melihat sekilas. Nomor anak buahnya itu tertera di sana; segera ia mengangkatnya sementara sebelah tangannya membekap mulut Anastasya agar desahannya tidak terdengar hingga ke seberang sana. Ia terus menggerakkan pinggulnya sembari mengangkat telpon dari anak buahnya.
"Kami sudah melaksanakan apa yang anda tugaskan tuan, kami sudah berhasil mengosongkan rumahnya dan menendang mereka keluar dari rumah," jelas pria itu di seberang sana. Austin terdiam sejenak, ia mengubah posisinya lagi dengan Anastasya diatasnya seraya terus bergerak naik turun.
"Bagus. Aku memiliki satu tugas lagi untuk kalian. Bunuh mereka dan buang jasadnya ke jurang." Austin mengeluarkan smirk-nya. "Baik tuan," sahutnya di seberang sana. Austin memastikan sambungan telponnya sepihak. Ia lalu menaruh kembali ponselnya ke atas nakes dan fokus pada Anastasya; mempercepat geraknya hingga pelepasannya tiba. Anastasya terkulai lemas, bersandar pada dada bidangnya.
"K-kau akan melenyapkan Glenda dan Tante Fidela…?" Lirihnya berusaha mengatur napasnya yang tersengal. "Tidak ada pilihan lain sayang, akan kita bisa hidup tenang." Austin mendaratkan kecupan di kening Anastasya.
...*...
Glenda dan Fidela terus berjalan menyusuri jalanan, mereka terus menggeret koper ditangannya tanpa tahu kemana arah dan tujuan mereka harus pergi. Glenda masih shock atas apa yang dialaminya, apalagi di saat yang bersamaan ia mengalami kejadian yang luar biasa tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dikhianati tunangannya sendiri, lalu diusir dari rumahnya, dan sekarang menjadi gelandangan. Di samping itu, setidaknya ia tidak menghadapi semua kesulitannya seorang diri. Karena Fidela—ibunya selalu ada disampingnya untuk menggenggam tangannya erat dan menguatkan dirinya. Bagi Glenda yang paling penting saat ini adalah bersama dengan ibunya tak peduli apapun kondisinya nanti, karena yang ia miliki dan ia percaya satu-satunya di dunia ini hanyalah Fidela.
"Sekarang kita harus kemana?" Tanya Glenda pada mamanya. "Kita cari penginapan atau rumah kontrakan untuk sementara, setelah itu kita hubungi pak Ryan untuk membantu kita." Fidela menjelaskan rencananya sembari terus melangkah menuju jalan raya untuk mencari taksi yang akan mengantarkan mereka pergi. Tanpa sadar sejak tadi, mereka diikuti oleh seorang pria yang ditugaskan melenyapkan mereka oleh Austin. Pria di belakang sana terus bergerak tanpa mereka sadari kehadirannya, terus mendekat mengikis jarak diantara mereka; dan dalam satu kali pukulan tepat di pundak mereka. Mereka jatuh tak sadarkan diri. Mobil yang telah disiapkan sebelumnya datang dengan dibawa temannya yang lain, segera mereka mengangkut Glenda dan Fidela ke dalam mobil dan melaju secepat mungkin menuju hutan untuk menjatuhkan mereka ke jurang sesuai dengan perintah dari Austin padanya.
Siang mulai memudar, bergantian dengan malam; sang mentari kini berganti peran dengan sang rembulan yang dihiasi dengan air hujan yang menggenang disertai dengan petir yang menyambar, bersahut-sahutan dari satu arah ke arah lain. Mobil yang ditumpangi mereka berhenti ditengah-tengah jalanan menuju hutan, jalannya gelap dan sepi. Ditambah lagi tidak ada cahaya ataupun bangunan sejauh mata memandang. "Cepat keluarkan mereka dan selesaikan tugas kita, agar kita bisa segera pulang dan beristirahat." Titah satu yang tertua dengan wajah garang yang masih sama. Anak-anak buahnya menganggukkan kepala, menurunkan satu persatu dimulai dari Fidela. Mata mereka ditutupi dengan kain, mereka melepaskannya begitu hendak menjatuhkannya ke jurang. Setelah raga Fidela tak lagi dilihatnya, berlanjut pada Glenda yang harus digotongnya ramai-ramai karena bobotnya yang luar biasa berat, saking beratnya mereka sampai tidak kuat dan membuat Glenda jatuh sebelum masuk ke jurang sana.
"Dasar lemah." Ledek si wajah garang pada anak buahnya itu, ia lantas mendorong tubuh Glenda dengan kakinya keras membuat tubuhnya berguling bak batu besar yang bergerak menuruni gunung. Tubuhnya terus berguling hingga lenyap diantara gelap yang mereka lihat, air hujan meredam suara jatuhnya. "Kita pulang," ujar si garang yang lalu masuk dan duduk di dalam mobil dengan tenang diikuti anak buahnya yang lalu masuk. Si garang itu segera menghubungi Austin dan memberitahukan kalau tugas mereka sudah selesai, bahkan mereka melakukannya dengan sangat sempurna. Tidak ada yang melihat aksi mereka dan bisa dipastikan tidak akan ada orang yang menemukan mayat mereka yang hilang dibawah jurang sana, yang lebih sempurnanya lagi; mereka sama sekali tidak meninggalkan jejak berupa sidik jari sedikitpun di tubuh keduanya.
"Kita jalan kembali ke kota, kembali ke markas dan kita berpesta dengan uang bayaran yang kita terima malam ini," si garang itu berucap saat ia baru saja selesai berbicara dengan Austin di seberang sana. "Bagaimana kalau kita beli wine? Tampaknya sangat cocok untuk menemani malam ini." Pria yang menjadi tangan kanannya itu menyarankan. "Kau jenius, ayo pergi dan kita berpesta dengan wine!" Si garang berucap keras diikuti oleh suara kegirangan dari anak-anak buahnya yang ikut campur tangan dalam kerja kerasnya melenyapkan Glenda dan Fidela malam ini, berkat kerja sama mereka; akhirnya Glenda dan Fidela berhasil mereka lenyapnya sesuai dengan perintah yang diberikan oleh Austin pada mereka. Dan selanjutnya mereka hanya perlu pulang.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments