...***...
Glenda tampak berantakan bukan main dihadapannya, "a-aku mohon… bantu aku…" ujar Glenda sekali lagi setelah tidak ada jawaban dari Dallen dihadapannya. "Masuklah, kami akan memberikanmu tumpangan," ujar Dallen. Glenda berterima kasih yang sebesar-besarnya, wanita besar itu lalu beranjak hendak menghampiri pintu mobil sebelum kepalanya diserang pusing hebat hingga akhirnya tidak sadarkan diri. Dallen yang melihatnya panik dalam sekejap, bergegas ia berjongkok untuk mengecek keadaannya. "Nona? Nona sadarlah." Dallen menepuk-nepuk pipinya tapi tak ada respon, segera ia bangun dan meminta bantuan Malvin di dalam sana. "Tuan bantu aku," ujarnya.
"Sudah aku bilang jangan hiraukan dia, lebih baik kau masuk dan kita pergi. Tinggalkan saja dia di sini!" Tukas Malvin yang kesal karena Dallen tak mau mengikuti perintahnya. "Tapi tuan, lihat keadaannya. Dia terluka, dia tidak sadarkan diri, ditambah lagi dia seorang wanita. Kalau kita tinggalkan dia seorang diri di sini berbahaya." Dallen memohon dengan sangat. Malvin terdiam sesaat, memandangi sosok Glenda yang terbaring tak sadarkan diri diluar sana dalam kondisi tubuh kurang baik. Malvin menghela napas, ia lalu keluar dari dalam mobil. Dallen yang melihatnya lantas mengulum senyum, akhirnya ia berhasil meluluhkan hati tuannya. Dallen menghampiri Glenda dengan Malvin di sisi lain, Dallen yang notabenenya memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan Malvin cukup kesulitan saat dirinya harus mengangkat tubuh Glenda yang besar luar biasa.
"Minggir! Biar aku yang angkat dia, kau buka pintu mobilnya!" Tukas Malvin kesal. Dallen menganggukkan kepalanya dan segera membukakan mobil agar Malvin bisa membawa Glenda masuk ke dalam mobilnya. Wanita bongsor itu dibaringkan di jok belakang oleh Malvin, setelah selesai; Dallen tersenyum sembari berterima kasih. "Lain kali aku tidak ingin membantumu lagi kalau ujung-ujungnya membuatku susah," gerutu Malvin yang hanya ditanggapi cengiran oleh Dallen. Malvin menghampiri jok samping kemudi dan duduk bersebelahan dengan Dallen. "Gara-gara ulah mu, jas-ku jadi basah." Malvin mendelik ke arah Dallen.
"Aku benar-benar minta maaf tuan."
"Jangan banyak bicara, cepat jalan!" Malvin tak menghiraukannya. Dallen menganggukkan kepalanya lalu melajukan mobilnya pergi dari sana, diperjalanan; Dallen mengusulkan pada Malvin untuk membawa Glenda ke rumah sakit untuk diperiksa. Malvin hanya mengiyakan karena tidak ingin ambil pusing lagi dengan semuanya, sudah cukup sial baginya sepanjang hari ini.
...*...
"Apakah kau benar-benar mengusir mereka?" Tanya Anastasya yang kini terduduk dalam pangkuan Austin, keduanya tengah berendam bersama di dalam bathtub kamar mandi dengan air hangat dan ditemani oleh lilin aroma terapi yang begitu menenangkan. Austin berada dibawahnya, duduk sembari memeluk tubuhnya dari belakang, pria itu sesekali menciumi tubuh Anastasya dari arah belakang. Setelah hampir seharian mereka bercinta dengan berbagai gaya dan tak melakukan hal lain selain memadu asmara. Akhirnya Austin meminta Anastasya untuk tinggal di apartemennya untuk semalaman ini untuk merayakan kebebasan dan kemenangannya yang telah berhasil mencapai semua tujuannya.
"Tentu saja, kita bahkan tidak akan pernah bertemu dengan mereka lagi untuk selamanya." Austin meraih dagunya, beradu pandang dalam jarak yang amat dekat. "Aku sudah menyingkirkan mereka untuk selamanya, agar kita bisa bersatu tanpa adanya gangguan dari Glenda." Austin mencium bibirnya; ********** pelan hingga miliknya tegang. Anastasya tertegun saat benda itu tiba-tiba saja bangun diantara miliknya, "one more time baby," bisik Austin yang kemudian mengarahkannya masuk. Anastasya merasakan sensasi berbeda saat pria itu memintanya untuk melakukan hal itu lagi didalam bathub seperti saat ini; Austin menaik turunkan tubuh Anastasya. Pria itu lebih bergairah saat bercumbu didalam bathub seperti sekarang.
...*...
"Bagaimana dengan keadaannya dok? Dia tidak apa-apa 'kan?" Tanya Dallen begitu dokter itu keluar dari dalam ruangan tempat dimana Glenda di periksa. "Beberapa bagian tubuhnya terluka parah seperti baru saja mengalami kecelakaan, apa yang sebenarnya terjadi?" Sahut dokter itu seraya memandangi Dallen dihadapannya, sementara itu; saat ini Malvin terduduk di kursi tunggu yang ada di sana dengan balutan mantel hangat miliknya. Bajunya basah kuyup, dan sejak kedatangannya; ia berhasil menjadi pusat perhatian walaupun bukan untuk yang pertama kalinya menjadi pusat perhatian tapi kali ini berbeda dan cukup mengganggu.
"Sejujurnya kami juga tidak tahu karena kami menemukannya di jalanan, dia tiba-tiba muncul sudah dalam keadaan seperti itu dan menghentikan mobil kami," jelas Dallen. "Memangnya kenapa dok? Apakah lukanya sangat parah? Apakah dia harus di operasi atau bagaimana?" Tanyanya runtut. "Untuk luka luar, ada beberapa bagian tubuhnya yang robek cukup dalam di tambah lagi ada memar dibeberapa bagian seperti sebuah benturan yang cukup keras pada sesuatu, selain itu ada juga beberapa kerusakan pada organ dalamnya dan harus di operasi." Katanya menjelaskan.
"Kalau begitu tolong lakukan yang terbaik dok."
"Kami akan berusaha. Oh ya, dan sebelum itu, silahkan lakukan pengisian data pasien serta selesaikan biaya administrasi agar bisa secepatnya melakukan operasi. Anda bisa pergi ke bagian administrasi untuk mengurus semuanya." Jelas dokter itu. Dallen menganggukkan kepala mengiyakan ucapan dokter, pria berjas putih itu lalu beranjak pergi meninggalkan Dallen bersama dengan Malvin yang masih terduduk. Dallen menghampiri Malvin yang terduduk di sana untuk memberitahukan semua yang baru saja diberitahukan oleh dokter padanya.
"Apa kata dokter?" Tanya Malvin begitu Dallen tiba dihadapannya. "Kondisinya cukup parah dan dia harus melakukan operasi, kita diminta untuk menyelesaikan administrasi serta mengisi data dirinya." Jelas Dallen.
"Kita? Bukankah sejak awal, kau yang keras kepala untuk membawanya ke rumah sakit? Sudah aku bilang tinggalkan saja dia di sana, dia benar-benar menyusahkan. Lihat, bajuku sampai basah gara-gara menolongnya," gerutu Malvin dengan wajah masam. Dallen diam seribu bahasa dibuatnya, yang paling ia takuti ketika bekerja dengan pria dingin itu adalah saat dia harus marah-marah dan membuatnya dag-dig-dug gara-gara suaranya yang nyaring ditambah tatapan tajam bak pedang yang menghunus setiap kali mendelik kearahnya selalu berhasil membuat nyalinya ciut. Tapi bagaimanapun, Dallen bukankah orang yang bisa mengabaikan hati nuraninya. Apalagi saat melihat keadaan Glenda tadi yang benar-benar memprihatinkan. "Aku tahu tuan marah padaku, tapi… tidak bisakah tuan menolongnya? Lagipula dia itu tidak memiliki siapa-siapa, ditambah lagi dia seorang wanita. Bagaimana kalau yang ada di posisi wanita itu adalah ibu atau saudara perempuan tuan? Huh?" Dallen memberanikan diri berbicara, Malvin semakin tak bersahabat memandangnya.
"Aku tidak memiliki ibu, aku memiliki ayah, aku tidak memiliki keluarga, apalagi saudara perempuan. Yang aku miliki hanya diriku sendiri!" Tukas Malvin cepat.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments