Hubungan Alisa dan suaminya kian menjauh, sejak Farel mengaku kalau tidak bisa memiliki anak sejak kecelakaan.
Alisa seakan-akan kehilangan muka di depan suaminya. Ia merasa malu, karena perbuatan sang kakak. Tetapi di sisi lain Farel merasa bersalah karena memperlakukan Alisa dengan buruk sejak menjadi istrinya.
Ia sadar, Alisa sudah melalui hal yang sangat sulit. Farel ingin berbaikan dengan Alisa istrinya.
Pagi-pagi sekali Farel sudah bangun dan ia sengaja menunggu Alisa di depan, tetapi justru kebalikannya pada Alisa, ia tidak berani menatap wajah Farel, apa yang di lakukan sang kakak membuatnya kehilangan kepercayaan diri. Bahkan ia beberapa kali berpikir ingin melarikan diri dan menghilang dari rumah Farel.
Namun, keinginan itu kembali sirna dikala hatinya memikirkan kedua bocah malang tersebut. Semua orang di rumah menolak mereka bagaimana mungkin ia meninggalkan mereka.
Saat Alisa ingin berangkat kerja, tetapi melihat Farel belum berangkat dan masih duduk di teras. Alisa juga enggan turun, beberapa menit menunggu Farel berangkat. Namun, mobil itu tak kunjung bergerak.
“Aduh apa yang ditunggu Farel sih, kenapa ia tidak berangkat?” Alisa semakin gelisah menunggu Farel berangkat, matanya menatap dengan cemas jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Berhubung Farel belum juga berangkat kerja, ia memilih lewat pintu belakang melewati beberapa gang, perjalanan akan lebih panjang menuju halte. Tetapi tidak mengapa bagi Alisa, lebih baik seperti itu dari pada ia harus melihat wajah Farel yang membuatnya kesal.
Takut terlambat Alisa memilih naik ojek untuk kerja, ia menghampiri ojek pengkolan yang berbaris rapi sembari menunggu penumpang yang akan menggunakan jasa mereka. Alisa sengaja memilih bapak yang sudah agak tua karena merasa kasihan dan ia juga memberi ongkos yang lebih, Alisa menganggap bersedekah.
Pagi itu, Farel memilih berangkat sendiri, karena Alisa tak kunjung turun.
‘Apa Alisa tidak bekerja hari ini?’ Farel membatin lalu ia berangkat kerja.
Sudah berhari-hari ia tidak melihat dan tidak mendengar suara Alisa, membuat lelaki bertubuh tinggi berambut cepak itu mencari-cari.
Setiba di rumah sakit, sebelum Alisa melakukan tugasnya, ia sibuk di meja kerjanya, Alisa mencari tentang kecelakaan tunggal yang di alami Farel, memasukkan nomor kartu identitas kepolisian Farel di laptopnya, ia tidak ingin percaya begitu saj dengan apa yang dikatakan Farel ia mencari tahu kebenaranya.
Semua berita tentang Farel akhirnya ia temukan, bahkan artikel yang merilis tentang berita kecelakaan Farel, ia hanya ingin mencari catatan kesehatan Farel. Alisa ingin tahu apakah benar Farel tidak bisa memiliki keturunan sejak kecelakaan?
Alisa bahkan melupakan makan siang hari itu demi mengecek catatan kesehatannya milik suaminya, hingga matanya menemukan, apa yang ia cari, namun matanya melotot tidak percaya saat membaca nama dokter yang menangani Farel, membaca nama dokter membuat jantungnya berdetak tidak beraturan.
“Apa ini? Dr. Faisal? Apa sebenarnya terjadi?”Alisa semakin tegang setelah mengetahui hal itu.
Sebagai tenaga medis ia tahu betul apa yang di alami Farel, mengetahui semua itu kepalanya semakin sakit, tubuhnya lemas.
“Ibu, apa sebenarnya terjadi? kepalaku sangat sakit,” ujar Alisa memegang kepalanya.
Alisa berjalan keluar rumah sakit, ia ingin mencari udara segar, membayangkan apa yang terjadi membuatnya bagai terserang asma, ia merasa sangat sesak, beberapa kali memukul dadanya untuk melonggarkan bagian pernapasannya.
Tiba-tiba ia sangat merindukan ibunya, sejak ibunya memaksa menikah dengan Farel, ia jarang menelepon keluarganya ia sangat kecewa pada ibunya, ia sempat tidak suka pada wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Tetapi kali ini, ia ingin menelepon ibunya ingin mencurahkan semuanya.
“Assamulaikum Bu, bagaimana kabar ibu sama bapak?” tanya Alisa.
“Waalaikumsalam Nak, ibu sama bapak baik.”
“Bu, maafkan Alisa iya, karena saat itu marah sama Ibu,” ujar Alisa menahan suaranya agar tidak bergetar.
“Sa, kamu tidak apa-apa Nak?” tanya Ibu Alisa sebagai seorang ibu, batinnya bisa merasakan kalau putrinya tidak dalam kondisi baik.
“Ibu … aku rindu kalian, aku hanya ingin mengatakan itu.”
”Apa ada masalah Nak, apa Aminah dan Akmal baik-baik saja?” tanya wanita paruh baya itu di ujung telepon.
Tiba-tiba Alisa merasa lidahnya kaku dan tidak mampu untuk berbicara, padahal, tadinya, ia ingin mencurahkan semuanya pada ibunya, menyimpan sendiri semua masalah di dalam hati, rasanya sangat berat untuk Alisa, tetapi saat mendengar suara khawatir dari wanita yang melahirkannya, membuatnya mengurungkan niatnya untuk bertanya.
“Baik bu, Alisa hanya ingin mendengar suara ibu, sudah iya bu, Alisa mau kerja dulu.
Assalamualaikum.”
“Baiklah Nak Walaikumsalam.”
Lalu panggilan telepon di matikan Alisa diam, ia menyadari kalau dirinya belum siap untuk menerima kenyataan terburuk.
“Aku saja masih belum siap menerima kenyataan kalau Mbak Ratna melakukan itu, lalu bagaimana kalau ibu dan Bapak sampai tahu, bisa, bisa bapak bisa terkena serang jantung,” ujar Alisa.
Ia meninggalkan kursi taman rumah sakit, ia melirik jam di pergelangan tangannya waktu makan siang sudah lewat, ia kembali bekerja tanpa makan siang. Saat mau pulang, ia menyempatkan diri membaca artikel dan membaca data tentang suaminya.
Kini matanya kembali menatap lembar berkas tentang kesehatan Farel, Lalu ia memprint semua memasukkannya ke dalam amplop , ia berniat akan bertemu Dr. Faisal, dokter yang menangani Farel saat kecelakaan.
Saat sore tiba Alisa keluar dari rumah sakit berjalan menuju halte untuk naik angkutan untuk pulang, saat ia berdiri menunggu angkutan sebuah mobil sedan berhenti di depannya, ia tahu mobil itu milik suaminya.
“Ayo naiklah, aku mau pulang juga.”
Alisa tidak ingin hal buruk terjadi seperti yang terakhir kali ia alami, diturunkan dipinggir jalan.
“Tidak usah, aku naik angkutan saja.” Alisa berjalan meninggalkan mobil Farel. Tetapi tidak diduga, lelaki itu turun dari mobil dan menyeret tangan Alisa.
“Kalau aku suruh masuk iya masuk.”
Alisa tidak ingin ada keributan, apa lagi halte itu di depan rumah sakit di mana ia bekerja. Maka ia menurut dan duduk di jok depan di samping Farel.
‘Petaka apa lagi yang aku hadapi hari ini? Alisa membatin, ia memilih diam, tidak ada lagi sikap ramah dari wajahnya, seakan-akan sirna saat bersama Farel.
“Tadi pagi berangkat jam berapa? Aku menunggu kamu di bawah.” Farel memulai obrolan.
“Aku kesiangan bangun, jadi berangkat siang, Mas,”ujar Alisa tetapi matanya menatap lurus ke depan.
Alisa merasa ada jarak yang begitu tinggi antara ia dan Farel saat itu, membuat perasaanya asing pada lelaki yang sudah menikahinya beberapa bulan lalu.
Tetapi sejak pengakuan Farel kalau Ratna berselingkuh dan melahirkan anak dari perselingkuhan dan pengakuan Farel yang tidak bisa memberi keturunan, membuat hatinya membeku, ia merasa malu pada dirinya sendiri.
“Mulai besok aku yang akan mengantar kerja dan menjemput.”
Alisa hanya mengangguk kecil tanpa menoleh, Saat itu diam itu, bagai segenggam emas.
Bersambung.
Bantu review dan subscribe iya kakak dan masukkan ke rak buku juga terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Rice Btamban
lanjut
2022-05-29
0
Maria Seran
oh farel rencana apalgi yg akan km buat
2022-05-27
0
Santi Haryanti
semoga hubungan kalian bisa membaik
2022-05-26
0