"Terima kasih atas jawabannya, Frey. Aku rasa ini lebih dari cukup. Kapan kita berkumpul lagi?" ucap Darsh sebelum berpamitan.
"Kapanpun kamu mau, kami siap untuk berkumpul. Walaupun sangat mendadak," balas Frey.
"Baiklah, aku langsung pamit. Nanti kabari di grup chat, ya." Darsh berdiri diikuti Frey.
Frey mengantarkannya sampai lelaki itu masuk ke mobil. Sebenarnya Frey sudah curiga. Ada yang sedang disembunyikan oleh Darsh, tetapi biarlah. Kalaupun dipaksa, itu akan membuat Darsh enggan untuk mengatakannya.
Darsh tidak merasa mendapatkan jawaban apapun dari Frey. Besok adalah hari kedua. Dia harus mempersiapkan cara untuk mendekati Glen. Dia masih menggunakan caranya yang bersikap romantis itu.
"Hemm, rasanya seperti berada di medan pertempuran. Ingin meraih hati Glen, rasanya seperti aku berjuang sendirian. Kurang enam hari lagi. Kira-kira apalagi yang akan kuberikan pada gadis itu?"
Darsh memaksa menjadi lelaki romantis terkesan sangat sulit sekali. Apa dia harus mencoba cara Papanya? Mendekat langsung dan mengutarakan keinginannya.
Perlahan, mobilnya mulai memasuki halaman rumah. Dia terlambat karena Papanya lebih dulu sampai. Dia ingin secepatnya turun dari mobil, tetapi pikirannya tertahan untuk memikirkan hari esok. Akhirnya, dia masih berada di dalam mobil dengan beberapa pertimbangan.
Apa besok kukirimkan cokelat saja, yah? Biasanya di luaran sana kalau bukan bunga, ya cokelat. Bisa juga perhiasan. Ck, seperti hendak melamarnya saja. Ah, kenapa aku semakin pusing begini, yah? Apa aku langsung saja tanya. Berapa nomor ponselmu, Glen? Mungkin saja aku butuh delivery order dari restoran ini. Pasti jawabannya, kamu tidak bisa baca, yah. Delivery order kan ada nomor khusus dari restoran. Ck, malulah aku, guys.
Memikirkan sesuatu yang tidak ditemukan jawabannya membuat Darsh semakin pusing. Dengan langkah gontai, lelaki itu masuk ke rumahnya. Sambutan pertama kali masuk ruang tamu adalah Mamanya.
"Mama?" Darsh terkejut.
"Darimana saja?" tanya Mamanya.
"Rumah Frey, Ma. Mampir sebentar," jawabnya dengan lesu.
"Kamu kenapa? Baru bekerja sehari saja sudah lesu seperti itu. Lihat Papamu! Bertahun-tahun berjuang untuk kehidupan kita, tetapi tidak pernah terlihat lesu sepertimu, Nak," sindir Mamanya.
Darsh yang hendak masuk ke kamarnya langsung berbalik memandang Mamanya.
"Benar saja, Ma. Papa sudah memiliki segalanya. Ada semangat hidup untuknya. Sedangkan aku, bagaimana tidak lesu? Mengejar Glen hari ini gagal, Mamanya terlalu cerdas. Mereka sadar kalau aku membuntutinya."
Olivia tertawa. Entah untuk yang kesekian kalinya dia menertawakan putranya. Dia melihat duplikat suaminya nyata di dalam diri Darsh.
"Kamu iri sama Papamu? Darsh, mengejar orang yang kita sukai tidaklah mudah, Nak. Terkadang melakukan kesalahan sekecil apapun akan salah dimata orang itu. Maksud Mama, walaupun dari awal Papamu mengatakan sesuatu yang membuat Mama harus menamparnya, itu hal yang wajar, Nak. Malah akan berkesan di kemudian hari. Benar, kan?"
Kali ini mata Darsh membulat sempurna.
"Jadi, maksud Mama, Darsh harus langsung bertemu dan berbicara dengan gadis itu? Lalu, bagaimana jika Darsh langsung ditampar seperti Papa dulu? Menurut Mama itu wajar? Oh ya ampun, putramu bisa memerah pipinya," balas Darsh. Lelaki itu langsung masuk ke kamarnya.
Olivia cuma bisa menahan tawa. Putranya sedikit lebih penakut rupanya. Wanita paruh baya itu akan menunggu anak lelakinya di meja makan.
Olivia terlebih dulu menemui suaminya yang masih berada di balkon kamarnya.
"Sayang, kamu betah sekali berada di sini?" tanya Olivia.
"Aku sedang memikirkan Darsh. Apa mungkin dia akan berhasil?" Dizon berbalik memandang istrinya.
"Rupanya suami monsterku benar-benar berubah, yah? Darsh pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri. Jangan khawatirkan dia. Dukung terus putramu itu."
Semenjak Olivia berhenti menjadi seorang dokter, perlahan dia mulai menyelami sikap suaminya itu. Dia hanya perlu menjadi wanita yang sabar dan tegas. Kelembutan Olivia ternyata mampu mengalahkan keras hati seorang Dizon. Dia banyak belajar dari Mama Carlotta, mertuanya. Sepertinya salah satu keturunan Damarion bersikap seperti Papa Denzel, kemudian turun ke Dizon, dan sekarang Darsh Damarion.
"Aku manusia biasa, Oliv. Bukan monster yang selalu kamu sebut selama ini," kilah Dizon.
"Ya, ya, baiklah suami manusiaku. Jadi, apa rencanamu selanjutnya untuk Darsh?" tanya Olivia.
"Kamu saja yang mendekatinya. Aku pusing dengan semua pertanyaannya. Bukan malah mengikuti saranku, dia punya cara main sendiri," keluh Dizon.
"Oh ayolah, sayang. Bukankah itu sifatmu? Kenapa protes sama aku," sindir istrinya.
Dizon tidak ingin melanjutkan perdebatannya lagi. Dia pasti kalah dengan Olivia. Istrinya sudah belajar dari Mamanya. Ah, iya. Wanita tua itu pasti sedang bermanja pada cucu perempuannya, Jillian.
"Pergilah. Temui Darsh. Katakan apapun yang ingin kamu katakan," ucap Dizon.
Suaminya pasti selalu begitu jika kalah berbicara dengan istrinya. Olivia bergegas meninggalkan suaminya. Dia ingin secepatnya Darsh menyelesaikan masalahnya dengan Glen. Olivia berharap tidak sampai enam hari agar keduanya bisa berkomunikasi dengan baik.
...***...
Malam hari di meja makan keluarga Abraham telah terhidang beberapa masakan. Favorit putrinya hanyalah pasta dengan saus dan daging cincang. Mereka sudah berada di meja makan sebelum makan malam di mulai.
"Dad, mulai besok Glenda akan berangkat pulang pergi bersamamu, yah?" ucap Zelene.
Vigor yang sedang mengambil makanannya terhenti dan menoleh ke arah istrinya.
"Kenapa, Mom?" tanya Vigor.
"Sepulang menjemput Glenda, sebuah mobil hitam sepertinya mengikuti kami," ucap Zelene menjelaskan.
"Mana mungkin, Mom. Itu hanya perasaanmu saja," jawab suaminya.
"Mommy terlalu berlebihan, Dad," sahut Glenda.
Gadis itu memang tidak melihat keberadaan mobil hitam yang dimaksud Mommynya. Dia sangat menikmati perjalanan itu dengan tidak memikirkan apapun kecuali rasa penasarannya dengan pengirim buket bunga itu.
Zelene kalau sudah kalah seperti ini, dia lebih banyak diam. Mungkin kecemasannya terlalu berlebihan.
"Dad, firasat Mommy tidak pernah salah," ucap Zelene mengingatkan.
"Mom, Glenda gadis yang baik. Mana mungkin ada yang mau berniat jahat padanya."
"Pokoknya mulai besok, Glenda harus pulang pergi bersama Daddy. Jangan dibantah! Nanti kalau semua orang tanya, katakan saja bertemu Glenda di jalan. Kebetulan dia mau berangkat ke restoran. Sekalian saja aku mengajaknya. Begitu kan bisa," cerocos Zelene. Wanita itu mulai khawatir pada putrinya.
"Iya, iya, honey. Mulai besok, Glenda akan berangkat bersamaku. Kamu jangan khawatir lagi, yah," bujuk suaminya.
"Cie, Daddy. Romantis sekali, sih. Semoga saja pengirim bunga mawar itu pria yang romantis seperti Daddy," celetuk Glenda.
Mommy dan Daddynya menertawakan putrinya. Gadis itu masih terlihat sangat polos sekali.
"Kamu penasaran sama pengirim bunganya? Kalau ternyata dia tidak romantis, bagaimana?" tanya Mommynya.
"Ya, kupaksa romantis, Mom," ucapnya semringah.
"Mana bisa begitu, Sayang. Tiap pria itu punya karakter berbeda. Kalau Om Sean dan Daddy, sama-sama pria romantis. Kalau orang itu, ah entahlah!" ucap Vigor.
Vigor teringat sikap Dizon berpuluh tahun yang lalu. Pria kaku yang menyebalkan dan selalu membuat orang kesal jika melihat wajahnya. Bukan hanya Vigor, Zelene pun sama kesalnya.
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Rani Ri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣bakalan jadi besanan vigor Abraham sama diezon damariyon🤭🤭🤭kulkas 4 pintu
2022-03-16
3
itanungcik
lanjut..
2022-02-16
1
Mbak Rin
hehehehe., seru ni😃😃😃😃
2022-02-16
1