Kabar buruk diterima Laskar dan Laila dari Nadia. Yang tak lain adalah sahabat dekat Zi, sekaligus mata-mata mereka.
Nadia mengabarkan bahwa saat ini Zizi sedang dirawat di rumah sakit karena pendarahan.
Zi kelelahan, lalu ketika selesai mandi dia terpeleset, sehingga membuat calon ibu ini mengalami hal yang tidak diinginkan tersebut.
"Ya Tuhan, apa lagi ini? Masalah datang terus. Lama-lama papa pukul kepala mereka berdua, biar nggak bikin orang tua khawatir terus," ucap Laskar sembari merapikan berkas-berkas yang berserakan di meja kerjanya.
"Sabar, Pa. Bukankah itu wajar kalo orang hamil banyak masalah. Sabar, ya, sabar. Ayo cepetan. Nanti kita bisa ketinggalan pesawat," balas sang istri, lembut.
"Pusing, Ma. Kapan mereka berdua dewasa. Bisa menjaga diri. Satunya baru keluar rumah sakit, satunya pula masuk. Astaga!" gerutu Laskar geram.
Seperti biasa Laila enggan menanggapi ocehan sang suami. Sebab dia kalo lagi moodnya jelek, semua orang akan di anggap bersalah meskipun mereka tidak tahu apa-apa.
Ya, menjadi pasangan Laskar sungguh tidak mudah. Harus tahu kapan harus berucap, kapan harus menjawab ucapan pria itu dan kapan harus diam. Serumit itu menghadapi Laskar. Ya, pria dengan tingkat arogansi tinggi harus bertemu dengan wanita lemah lembut yang ia cintai. Karena itu adalah obat dari segala obat.
Di dalam pesawat, kerisauan tampak jelas tergambar dari wajah pria paruh baya ini. Bagaimana tidak? wanita yang mengandung keturunan keluarganya sedang berjuang mempertahankan bayi-bayi itu.
"Jangan cemas, Pa! Mama takut tekanan darah Papa naik lagi. Percayalah! Zi pasti bisa jaga calon bayinya," ucap Laila memperingatkan.
"Papa jadi kesal sekali dengan Zein, Ma. Harusnya dia jaga itu calon ibu dan calon bayi-bayinya, bukan malah main gila dengan wanita lain." Laskar menatap kosong ke arah kursi yang ada di depannya.
"Karena dia nggak tahu, Pa. Kalo bayi itu ada. Coba kalo tahu, aku rasa dia nggak akan berbuat seperti itu. Mama sangat tahu bagaimana Zein, kelakuan dia kan mirip sekali dengan Papa. Arogan tapi hatinya lembut." Laila melirik sang suami dengan lirikan manja, agar pria aneh bin arogan itu tidak marah dengan ucapannya.
"Sebenarnya Papa juga pengen kasih tahu, Ma. Tapi Mama kan tahu, Zi aja nggak mau kasih tahu ke Zein. Karena dia pasti punya alasan. Kita nggak bisa langsung kasih tahu dia, biar dia mikir. Wanita itu nggak bisa dipermainkan. Cinta ya cinta dan dia sudah memilih. Jadi Papa rasa, kalo memang kita mau kasih tahu Zein sebaiknya kita tanya sama Zi terlebih dahulu. Zi izin nggak kalo misalnya suami bodohnya itu tahu kalo mereka calon orang tua," jawab Laskar, kali ini dia serius.
"Seandainya Zein bilang kalo dia menyesal dan memang cinta sama Zi, apakah Papa akan kasih tahu dia?" tanya Laila lagi.
"Tentu saja. Papa pasti akan kasih tahu dia. Dan dia berhak memperjuangkan hati calon ibu dari bayinya itu. Tapi kenyataannya lain, Ma. Jawaban yang dia berikan ke kita, itu sama halnya dia tidak menginginkan Zi. Jadi mama paham lah maksud Papa." Laskar kembali menatap lepas pada arah mata memandang. Rasanya sedih saja jika ingat jawaban yang pernah Zein berikan waktu itu.
Putranya itu begitu sempit pemikirannya. Hanya cinta dan cinta. Apa cinta? Dia sendiri saja tidak tahu bagiamana mencintai dengan baik. Bagaimana memahami cinta itu sendiri. Pemikiran Zein begitu kolot dan sempit menurutnya.
Sesampainya di rumah sakit, Nadia gemetar karena Laskar lansgung minta dirinya untuk segera menemuinya di ruangan yang telah disediakan.
Bukan hanya Nadia, para tim dokter yang menanganinya dibuat kalang kabut. Karena Laskar begitu marah.
Dia mengancam akan mengobrak-abrik rumah sakit ini jika sampai terjadi sesuatu pada menantu dan cucunya.
Laskar mau, pihak rumah sakit melakukan upaya penyelamatan dengan sempurna. Ia tak ingin terjadi kesalahan sedikitpun.
"Bagaimana bisa dia pendarahan?" tanya Laskar pada Nadia.
"I-itu Pak, i-tu anu... Kak Zi terpeleset di kamar mandi," jawab Nadia jujur.
"Terpeleset di kamar mandi? Kenapa bisa? Apakah tidak bersih kamar mandinya?" tanya Laskar.
"Tidak tahu, maaf." Nadia terlihat sangat takut. Kakinya begitu gemetar.
"Bodoh!" umpat Laskar.
Nadia terjingkat.
Lalu tak ada perbincangan lagi. Laskar memilih menemui dokter sebelum ia menemui Zi. Sebab ia harus tahu bagaimana kesiapan mental Zi nantinya. Laskar tak mau jika kedatangannya nanti malah membuat Zi semakin drop
***
Di lain pihak, Zi tersenyum ketika melihat Bima, sang sahabat datang untuk menjenguknya. Bukan hanya itu yang membuat Zi senang, Bima membawakan buah yang ia inginkan. Matoa, ya Zi sedang menginginkan itu. Dan demi buah tersebut, Bima sampai harus meminta pulang terlebih dahulu, setelah melakukan seminar di Papua.
Astaga! Dasar Bumil, ada-ada saja.
"Hay, gimana keadaanmu?" tanya Bima sambil meletakkan buah yang Zi inginkan.
"Baik, Bim. Alhamdulillah ... astaga, itu buah pesenan ku. Emmm, makasih, Bestie. Kamu emang sahabat ter-best," jawab Zizi girang.
"Dih, ngrayu. Oiya, Kak Stevan mau kamu jadi model baju di butiknya. Dia udah nitipin endorse buat kamu. Cepet sembuh, biar cepet aktivitas lagi," ucap Bima sembari mengupaskan buah yang udah ia cuci.
"Yah, aku harus bed rest. Gimana dong?" jawab Zizi kesal.
"Sabar, namanya juga ujian. Kak Stevan juga ngerti kok. Dia siap nunggu kamu buat pemotretan." Bima menyerahkan buah itu dan Zi mengambilnya dengan senang hati.
"Kalo nggak suruh cari model yang lain aja, Bim. Nggak kalo nungguin aku sembuh. Kan dia mau dagang," ucap Zi.
"Udah aku bilang, tapi dia cocok sama kamu katanya. Hoki kamu gede di model. " Bima terkekeh.
"Hilih, mana ada begitu?" Zi terlihat begitu menikmati buah yang dibawa oleh sahabatnya itu.
"Tapi bener lo, Zi. Baju yang kamu pakek hari itu udah habis terjual. Ludes, aku lihat sendiri kok. Makanya dia pengen pakai kamu lagi. Kali ini dia mau coba bikin brand khusus buat Bumil. Siapa tahu hoki lagi, katanya," jawab Bima lagi.
"Benarkah? ya syukurlah kalo begitu. Kali aja aku dapat endorse lagi." Zizi tertawa, begitupun Bima.
Ya sejak mereka bertemu lagi, Bima banyak memberikan jalan rezeki untuknya. Dari awal dia hanya menjadi reseller. Lalu setelah ketemu bosnya langsung, Zi malah diminta jadi model pengganti. Lalu sekarang sang big bos malah mau membuatkan dia brand sendiri.
"Gimana udah kabarin suami belum? udah izin sekarang jadi model?" tanya Bima, kali ini dia serius. Sebab ke belakangnya ia tak ingin di salahkan.
Sebenarnya Zizi ingin menceritakan apa yang telah terjadi pada sang sahabat. Tetapi, entahlah, rasanya Zi malas saja jika nantinya Bima akan bertanya panjang lebar.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Nana
subhanallah rezeki twins ya Zi
2022-07-17
2
Ida Ara
serius...😘
2022-04-10
0
💎⃞⃟🦋🅰𝐋𝙛𝙖𝙧𝙞𝙯𝙚𝙖༄㉿ᶻ⋆
💪💪💪💪💪
2022-04-08
0