Di sisi lain, Zizi mulai kesal dengan sahabatnya yang terkesan lebay dan sok perhatian padanya. Entahlah, rasanya aneh saja. Selama ini, Nadia tidak pernah seperti itu.
"You nggak kerja? Ngapain sih nempelin me terus. Disangka orang you suka nanti sama me," gerutu Zizi kesal.
"Dih, kan me mau deket sama you, Zi. Masak nggak boleh. Mau makan apa? Me beliin ya," jawab Nadia, manja.
"Nggak! Aku udah ada janji dengan dokter Bim," jawab Zizi sembari merapikan lembar demi lembar rekap medis pasien yang harus ia salin ke komputernya.
"Dokter Bim? Siapa itu?" tanya Nadia takut.
Bagaimana tidak? Selain dia bertugas memastikan Zi selalu sehat, makan terjamin dan yang paling penting, dia harus memastikan bahwa Zi tidak boleh dekat dengan lelaki manapun selain Zein.
"Temen me lah, kenapa emang?" Zi melirik ketus.
"Aduh honey bunny sweety, ingat masa iddah belum selesai. Jangan macam-macam! Jangan main api! Jangan kasih harapan untuk pria lain! Siapa tahu bapaknya bocah mau balikan, ya kan?" jawab Nadia, sengaja bermaksud meminta Zi memikirkan Zein.
"Dih, apaan sih? Nggak jelas banget. Situ Siapa berani ngatur-ngatur me. Suka suka me lah, mau deket, mau temenan, mau pacaran bahkan mau menikah sama siapapun itu urusan me, nggak jelas banget!" balas Zi kesal.
Aduh Zi, kenapa you nggak paham me. Nasib me ada di tangan you, batin Nadia takut.
"Ya, aku sebagai teman hanya mengingatkan. Mengingatkan mana yang baik dan mana yang buruk untuk you. Soalnya kalo aku lihat, you sama bapaknya bocah sangat serasi. Poll, nggak ada yang bisa gantiin," jawab Nadia, masih berusaha mengambil hati Zi, perihal Zein.
"Astaghfirullah hal azim... kamu sakit, Nad?" tanya Zi sambil memegang kening sang sahabat.
"Ih, enggak... mana ada aku sakit." Nadia cemberut.
Lebih tepatnya aku sakit batin, Zi. Sakit batin, bukan sakit badan. Nadia kembali bermonolog dengan dirinya sendiri.
"Habis you aneh, mending ni ya, dari pada you gangguin me, mending you kerja dapet duit. Atau kalo nggak you gangguin tu dokter-dokter tampan yang lagi koas. Siapa tahu ada yang mau sama you. Mayan kan, nggak jomblo lagi," jawab Zi seraya beranjak dari tempat duduknya. Malas saja mendengar ocehan sang sahabat yang menurutnya sangat tidak jelas itu.
Kemarin-marin ia mendukung perpisahannya dengan Zein. Sekarang ketika ia berusaha melupakan pria itu, Dia malah terus mendesaknya untuk mengingat dan mempertimbangkan lagi tentang keputusannya berpisah dengan Zein.
"Zi, tunggu... me ikut!" pinta Nadia seraya melangkah mengikuti ke manapun Zi melangkah.
Sebenarnya Nadia kesal jika Zi sudah ber me you dengannya, itu tanda awal bahwa Zi tidak mau mendengarkannya. Tidak mau berdekatan dengannya. Tidak mau menghiraukannya.
"Zi... dih, kamu lagi hamil. Jangan cepat-cepat jalannya. Nanti jatuh!" pinta Nadia seraya terus melangkah mengikuti sang sahabat.
"Ih, ngapain sih ngikutin terus. Aku mau makan!" ucap Zi kesal.
"Ikut," jawab Nadia dengan senyum manjanya.
"Bayar sendiri!"
"Uwookeyyy, kalo perlu makanan you, me yang bayar," jawab Nadia ceria.
"Wih, tumben. Dapat uang dari mana kamu?" canda Zizi, karena dia tahu Nadia masih menanggung dua adik yang menjadi tanggung jawabnya.
"Ada deh!" Nadia tersenyum.
"Tapi halal kan?" Zi memang sangat pantang dengan rezeki tak halal, apa lagi saat ini di dalam raganya ada dua nyawa yang tidak boleh ia kasih asupan yang salah.
"Halal, Mak Cik, tenang aja. Pokoknya bersama Nadia semua aman," jawab Gadis ayu ini. Lalu tak menunggu waktu lagi, mereka pun segera ke kantin untuk menuntaskan rasa lapar yang mereka rasakan.
Demi apa Nadia mau melakukan hal aneh begini. Menjadi bayangan Zi. Membuntuti wanita ini. Astaga?
***
Laskar dan Laila memutuskan untuk kembali ke Batam.
Menenangkan pikiran mereka. Agar bisa mengambil keputusan yang benar. Setidaknya terbaik untuk mereka semua. Baik untuk Zein, Zi maupun calon bayi mereka.
Jujur, Laila sangat kasihan dengan suaminya. Terlihat jelas bahwa dia sangat stres memikirkan putranya itu. Rasa bersalah telah membiarkan Zein di asuh oleh Widya, yang notabene tidak pernah peduli pada Zein, menjadikan pola pikir putranya itu tidak dewasa. Plin-plan dan tidak berpendirian. Andai dia tegas kala itu. Membawa mereka ke dalam asuhannya. Mungkin Zein akan lebih tegas seperti dirinya.
"Makan dulu, Pa. Nanti sakit!" ucap Laila sambil menyodorkan sepiring nasi dan lauk untuk sang suami tercinta.
"Kenapa Zein bodoh begitu ya Ma?" tanya Laskar lagi, nada penyesalan terlihat jelas di sana.
Laila tak bisa menjawab, sebab sejatinya sifat yang ada pada Zein saat ini adalah turun dari sifat pria yang ada di depannya ini. Laila hanya bisa tersenyum memikirkan itu.
Demi apa? Laila ingin tertawa. Namun, ia tak ingin menambah beban untuk suami tercintanya. Laila tak ingin membuat pria ini tertekan karena kenyataan yang ia pikirkan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
memang musti perludikasih pelajaran nih bang zein
2023-11-25
1
Nana
menarik
2022-07-17
0
💎⃞⃟🦋🅰𝐋𝙛𝙖𝙧𝙞𝙯𝙚𝙖༄㉿ᶻ⋆
huhu..c zein..apa2 pun cerita nya bagus
2022-04-03
1