Keesokan harinya...
Zein sudah diizinkan pulang. Safira dan Lutfi juga ikut pulang ke rumah Zein, karena mereka berdua memang diberi tugas oleh ke dua orang tua mereka untuk menjaga pria itu.
"Makasih, ya," ucap Zein padal Safira dan Lutfi.
"Sama-sama, Abang mau makan apa? Sini biar Fira masakin," ucap Safira.
"Apa aja, asal jangan nasi dan mie. Eh tapi tadi Rian otewe ke sini, bawain aku bakso sama lontong. Nggak usah deh, nanti yang dari Rian nggak kemakan," jawab Zein sembari menyamankan tubuhnya di sofa.
"Rian? Oh, oke!" jawab Safira, namun ia menatap Lutfi. Seakan Lutfi ingin bicara sesuatu dengannya.
Benar saja, setelah meletakkan barang-barang Zein di kamar, Lutfi menarik tangan sang istri dan mengajaknya berbicara.
"Kamu ngrasa aneh nggak sih, Bun, sama tingkah bang Zein?" tanya Lutfi.
"Aneh? Aneh kenapa? Dia memang begitu, arogan, bodoh, kolot, menjengkelkan, nyebelin, mau menang sendiri, yang pasti oon, nggak peka. Udah itu lengkap," jawab Safira kesal.
"Eh, bukan itu maksudku. Dia itu sakitnya aneh nggak sih?" Lutfi terlihat bingung memilih kata.
"Aneh gimana? Asam lambung ya begitu, muntah, mual, pusing, nggak mau makan." Safira masih asik dengan pekerjaannya merapikan barang-barang Zein.
"Ih, Bunda ma nggak ngerti maksud, Mas!
Mana ada orang kena asam lambung makan milih. Yang ada ma semua makanan dia nggak mau, Bun. La ini, lihat mie dia geli, lihat nasi, geli juga. Nggak mau cium bau wangi-wangi. Emosinya nggak stabil. Menurut Bunda, itu ciri-ciri kehamilan simpatik nggak sih? Secara kita tahu mantan istrinya lagi hamil anak dia." Lutfi menatap Safira dengan tatapan penuh tanya.
Safira diam sesaat. Mencoba mencerna apa yang suaminya katakan. Sebab apa yang Lutfi katakan, tidak menutup kemungkinan bahwa itu adalah kenyataan yang terjadi pada Zein saat ini.
"Kamu bener juga, Mas. Bisa saja begitu! Hahahaha, menyenangkan sekali. Anak-anak mereka memang pinter. Abang dihukum pakek cara nggak kelihatan. Hahahaha .... Rasain... sukurin... kapokmu kapan!" Safira terkekeh sendiri. Membayangkan betapa menggelikannya jika itu benar terjadi.
"Hussst... jangan keras-keras. Nanti orangnya denger," ucap Lutfi memperingatkan. Tetapi Safira tidak peduli. Kenyataan yang mungkin terjadi itu, nyatanya membuat seorang Safira puas. Andai saja dia bisa membantu dua anak abangnya itu, ia ingin menendang setiap detik perut Zein biar dia mual terus. Biar tahu rasa. Semakin pria itu menderita, semakin Safira merasa bahagia.
"Dih jahat loh Bunda ngetawain abang. Kan nggak enak Bun, kehamilan simpatik itu kalo parah, bisa lebih parah dari hamil beneran. Contohnya kek abang nilah. Keluar masuk rumah sakit. Dikira asam lambung. Makan obat asam lambung tetap aja kan nggak sembuh." Lutfi kembali mengutarakan apa yang ia pikirkan.
Terang saja, ucapan itu semakin membuat Safira tertawa. Lucu saja, ternyata oh ternyata. Abang bodohnya itu sedang menjalani hukuman.
"Ya Tuhan, ada ya begitu. Tapi Fira yakin, dia ... si pria bodoh itu sedang menjalani hukuman. Ini kabar luar biasa. Kira-kira apa ya kata papa kalau tahu kabar ini, ha. Papa senang sekali. Bahkan aku yakin, Papa pasti akan berdoa, semoga anak-anak abang semakin gencar kasih bapak bodohnya hukuman," ucap Safira semangat. Sedangkan Lutfi hanya tersenyum. Sebab dia pernah merasakan hal seperti itu, ketika ibunya Naya mengandung putri mereka.
Tawa Safira terhenti ketika mendengar
suara ribut-ribut di ruang tamu dan ternyata, itu adalah suara Vita yang sedang bertengkar dengan Rian.
Mereka berdua saling berebut mendapatkan hati Zein, menggunakan makanan yang ia bawa. Sedangkan Zein hanya cuek dan asih asik memainkan gamenya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Safira.
"Ini ni, Ra, tukang ojek jelek ini, sok banget!" jawab Vita kesal.
"Sok gimana sih, Non. Kan abang memang mintanya makan ini. Abang kan udah bilang nggak mau nasi. Nanti mual lagi, muntah lagi, masuk rumah sakit lagi. Emang Non mau pacar Non itu masuk rumah sakit lagi," jawab Rian berani. Sebab ia sudah terlanjur kesal dengan Vita yang terus memaksakan kehendaknya.
"Ya kan dia udah lama nggak makan nasi, Ra," balas Vita, mencoba membela diri.
"Kamu kasih aja makanan yang kamu bawa, Rian. Biar nona ini aku yang kasih tahu," ucap Safira, dewasa.
"Baik, Non," jawab Rian sopan.
Sedangkan Vita cemberut, ia menatap kesal pada sahabatnya itu.
"Maaf, Vit, bukan aku belain Rian. Tapi selera makan abangku sedang buruk, aku harap kamu mengerti," ucap Safira mengingatkan.
"Entahlah!" Vita terlihat masih kesal. Dari sana, terlihat jelas bahwa Vita memang tidak bisa mengerti Zein. Tidak bisa sabar menghadapi Zein. Lalu bagaimana mereka bisa hidup bersama jika begini.
Safira tak mau terlalu menasehati Vita dengan ucapan-ucapan yang mungkin akan sulit Vita Terima. Tetapi dalam diamnya Safira kembali mencari cara untuk mempertemukan Zi, Zein dan juga Vita. Semakin cepat mempertemukan mereka, maka akan cepat pula masalah ini selesai.
***
Malam pun tiba, Safira masih berusaha keras memikirkan cara untuk mempertemukan mereka.
Safira yakin, Zein tidak akan berkutik jika sampai melihat kenyataan yang ada. Dan soal Vita, Safira juga yakin bahwa Vita tidak akan sebuta itu untuk terus melangkah maju, saat dia tahu bahwa kenyataan yang ia hadapi tidak semanis impian.
"Hey, ngapa nglamun?" tanya Lutfi sedikit mengagetkan.
"Aduh... kaget aku, Mas!" ucap Safira.
"Ih gitu aja kaget." tanpa diminta, Lutfi langsung memeluk sang istri dan memberikan kecupan penuh cinta di pipi wanita yang ia sayangi itu. Sedangkan Safira masih diam dan menatap kosong langit-langit kamarnya.
"Nglamun mulu, lagi mikirin apa sih?" Lutfi kembali mencium pipi, kali ini lebih nakal. Karena tangan itu tak mau diam.
"Ihhh... Mas, ahh... Fira lagi nggak pengen." Safira merajuk.
"Tapi Mas pengen, Honey. Kamu terlalu sibuk ngurusin abangmu, sampai lupa sama aku. Suamimu ini," Lutfi cemberut.
Kini gantian Safira yang tersenyum. Lalu untuk meredakan kekesalan sang suami, Safira pun mencium penuh cinta bibir pria yang berhasil meluluhkan hatinya ini.
"Maafkan aku, Suamiku. Bukan aku melupakanmu. Tapi aku lagi mencari cara gimana supaya bisa mempertemukan bang Zein, kak Zi dan Vita," ucap Safira jujur.
Lutfi malah tersenyum, lalu dengan penuh semangat ia pun membisikkan ide yang ia punya pada sang istri. Safira mendengarkan dengan seksama setiap kata yang diucapkan sang suami.
Sesekali Safira tertawa, sebab menurutnya ide yang disusun oleh Lutfi sangat brilian menurutnya dan wajib dicoba.
"Oke, Fira setuju!" ucap Safira bersemangat.
"Oke, siap. Aku siap membantu kapanpun dibutuhkan. Asalkan malam ini jangan menolakku," ucap Lutfi penuh nafsu.
Jika sudah begini, apalah daya seorang Safira. Mau tak mau ia pun pasrah melayani keinginan suami tercintanya. Tentu saja, dengan cinta dan kasih sayang yang tulus yang ia miliki untuk pria ini.
Bersambung...
Jangan lupa like komen n Vote yes... biar emak semakim rajin. Dan nantikan kejutan untuk pemberi Vote terbanyak🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Nana
dpt pahala lho Ra ngelayanin suami. dijamin surga
2022-07-17
1
Ersa
haiyooo kuapoookkkmu kapan zein...😁
2022-06-27
0
✨viloki✨
Ud cere, they done!
Let them happy with their own way !
2022-06-06
0