Setelah kejadian ciuman, tidak sengaja dilakukan oleh Ernest dan Jovi. Sempat menjadi kecanggungan, dalam diri perawat cantik tersebut.
Tapi tidak dengan Ernest. Kebiasaan hidup di dunia malam, bersama rekan bisnis kantor, melakukan clubbing setiap malam. Ciuman dianggap hal biasa baginya.
Kebiasaan buruk Ernest, mulai hilang. Saat almarhum mama tercinta, meninggalkan Ernest dan Tuan Toni selamanya. Mengubah semua kebiasaan.
Jika balapan, clubbing malam , dulu adalah rutinitas malam Ernest. Kali ini, ia lebih banyak fokus. Terhadap bisnis di perusahaan besar, milik keluarga Wijaya.
Jam dinding besar, lengkap bersama dentingan nyaring. Menggemparkan dada, memenuhi seluruh ruangan di rumah.
Para bibi dirumah, mulai mengambil tugas masing-masing mereka. Begitu pula Jovi, masih di dapur. Menyiapkan bekal 4 sehat 5 sempurna, dari juru masak. Untuk Ernest.
Tangannya menutup box nasi, memasukkan ke dalam tas bekal, warna merah. Bik Yuni juga turut membantu Jovi, menuangkan sayur, ke dalam mangkuk tupperware.
"Suster, sayur untuk sarapan tuan muda, sudah bibi masukkan ke dalam tas ya," kata Bik Yuni.
"Iya bik Yuni, makasih sudah bantuin Jovi menyiapkan bekal Tuan Ernest."
"Hari ini, menu sarapan tuan muda ada nasi kebuli, ayam fillet teriyaki dan cap cay ya suster," tuturnya.
"Iya Bik Yuni," Jovi tersenyum.
"Tuan muda suka menu masakan itu suster, kalau tuan besar kurang suka," tampaknya Bik Yuni hafal.
"Tuan Ernest tidak rewel ya bik, masalah makan," tanya Jovi mencuri pandangan.
"Nggak suster, tuan muda menu apapun mau, tapi tuan tidak suka semua yang dari kedelai," gumam pembantu itu.
Bik Yuni dan Jovi mengemas bekal di box, semua sudah di siapkan mereka berdua.
Beberapa sajian, hidangan sarapan pagi, sudah matang. Terjajar diatas meja makan besar, rumah Tuan Toni. Aromanya sangat lezat, menusuk hidung setiap orang yang melihat.
Mulai dari nasi kebuli hangat, kesukaan Ernest dan Tuan Toni. Ada chicken fillet teriyaki, udang kupas teriyaki, cap cay, sayur opor lengkap tersaji diatas meja makan.
"Kalo ini udang kupas masak teriyaki, kesukaan tuan besar suster," tunjuk Bik Yuni ke udang kupas.
"Ouuhhh," kata Jovi mengangguk.
"Suster, silahkan bawa bekal juga biar nanti nggak lapar pas dikantor," imbuhnya.
"Nggak usah bik, saya sudah dibawakan bekal mama tadi pas balik, bekal saya ada dikamar, habis ini saya ambil bik," tolak Jovi.
"Ya sudah kalau gitu, bibik pergi ke luar dulu ya sust, mau buatin teh untuk tuan besar," beliau sudah pergi.
"Baik Bik Yun," jawab Jovi tersenyum.
Bik Yuni langsung pergi, meninggalkan Jovi. Sebelum akhirnya dia selesai berkemas menyiapkan bekal.
Tangan Jovi semakin cepat, meraih menu makanan, sudah di list Bik Yuni tadi. Apalagi, panggilan Pak Rahmat dari teras luar, membuatnya semakin gugup.
Semua mengharuskan Jovi, untuk segera beranjak dari dapur. Tak lama setelah itu, tubuh besar Pak Rahmat, sudah datang disamping Jovi.
"Suster Jovi, sudah ditunggu Tuan Ernest di dalam mobil," kata Pak Rahmat.
Beliau memang sengaja disuruh Ernest memanggil Jovi.
"I-iya pak.. saya kesana."
"Sedikit cepat ya suster, sudah jam 7."
"Iya Pak Rahmat, tinggal sebentar," tangan Jovi menyabet tutup box makan.
"Sudah kayak jam sekolah saja, berangkatnya Tuan Ernest," gerutu Jovi tidak biasa berangkat pagi.
Pak Rahmat pergi lebih dulu keluar, Jovi memboyong kotak bekal, lengkap dengan botol minum untuk Ernest.
Tubuhnya berlari keluar ruangan, rambut panjangnya ikut berterbangan, mengikuti Jovi berlari.
Dia bahkan sampai lupa, tidak masuk ke kamar, untuk mengambil bekal yang sudah dibawakan oleh papanya.
****************
Cuaca Surabaya, pagi ini sangat cerah. Matahari sudah mulai tinggi, itu berarti hari sudah siang. Terbukti, hingga mampu menerobos kaca mobil milik Ernest.
Ratusan mobil, mengular panjang. Di jalan menuju gedung besar, tujuan mereka bersinggah. Sepeda motor mulai tak sabar, perlahan menerobos mencari jalan kecil. Pada setiap barisan celah mobil.
Apalagi, lampu merah di jalan Atmojo. Semakin menambah panjang, barisan kendaraan roda empat dan dua.
Bahkan, Pak Rahmat berkali-kali membunyikan klakson mobil. Mempercepat laju kendaraan, karena hampir setengah jam mobil tidak jalan.
Hari ini Ernest terlihat tampan, dengan balutan jass abu-abu, dan dasi warna hitam. Yang menjadi saksi ciuman manis mereka berdua.
Rambut Ernest sudah tersisir rapi, oleh bantuan Jovi tadi. Ia memandang perawat cantik, yang daritadi matanya mengarah keluar jalan, menikmati suasana pagi.
Setelah berhasil melewati macet, Pak Rahmat terlihat, belok ke salah satu gedung pencakar langit. Bangunannya lebih besar, daripada kantor yang ditempati kerja Jovi.
Mata Jovi terbelalak, melihat gedung besar. Lebih besar dan mewah jika dibandingkan dengan perusahaan Fictor.
"Pak Rahmat, nanti langsung pulang saja, saya sudah bilang papa kalau hari ini tidak perlu membawa bodyguard lagi," pinta Ernest pada sopir andalan papanya.
"Baik tuan, saya akan menghubungi Edo dan Fahril, agar tidak usah ke kantor."
"Iya, saya juga sudah mulai bisa jalan.. biar nanti saya sama suster Jovi," lanjut Ernest memandang ke arah depan.
"Baik tuan," anggukan Jovi lalu tersenyum.
"Kamu usahakan jaga sikap ya Suster Jovi, saya tidak mau kamu membuat kekacauan hari ini," instruksi mata Ernest melihat ke arah Jovi.
"Iya tuan."
Jovi tadinya menikmati suasana pagi, lewat kaca jendela mobil. Perlahan, kepalanya memutar kearah Ernest. Tersenyum mengiyakan keinginan Ernest.
Beruntung pagi ini, Jovi sudah mengganti rok pendek hitamnya, dengan dress putih se lutut, ukuran longgar dipilihnya.
Sesampainya di kantor, Pak Rahmat mengambil kursi roda di bagasi mobil. Pria berumur separuh abad itu, membantu Ernest duduk dikursi.
Selanjutnya, Pak Rahmat pergi memacu mobil meninggalkan kantor. Seperti apa yang diperintah Ernest. Sekarang, Jovi yang harus mendorong, tubuh berat Ernest.
"Selamat pagi Pak Ernest," sapa dua resepsionis kantor mendirikan tubuh masing-masing.
"Selamat pagi Pak Ernest."
"Selamat pagi Pak Ernest."
Semua orang, didalam kantor megah perusahaan, nampak menyapa ramah. Namun hanya anggukan pelan, di berikan oleh CEO muda tersebut.
Beberapa dari pegawainya, yang menyadari kedatangan Ernest hari ini. Melarikan diri cepat-cepat, ke dalam bagian ruangan mereka masing-masing.
"Selamat Pagi Pak Ernest," sapa perempuan cantik tak mendapati jawaban.
"Pak Ernest, ini perawat yang lolos seleksi ya?," pertanyaan kedua perempuan cantik itu, tetap tak mendapat jawaban.
Wajah asing Jovi mulai diperhatikan, oleh anak seisi kantor, yang berpapasan dengan mereka. Apalagi tidak berseragamnya Jovi, seperti perawat. Menimbulkan anggapan berbeda.
Disetiap orang yang Jovi temui, apalagi para karyawan laki-laki. Semua tersenyum ramah. Beruntung dress putihnya, seolah menjadi jawaban jika Jovi adalah perawat.
"Suster, tolong pencet ke lantai 5," pinta Ernest berada di dalam lift bersama Jovi.
"Baik tuan," katanya membawa tas di lengan kiri.
"Jangan biarkan mereka masuk," mata Ernest ke arah pegawainya.
"Iya tuan," turutnya.
Memencet tombol 5, Akhirnya mereka sampai di lantai itu. Masuk ke dalam ruang, di pintu utama bertulis "Ruang Direktur Utama" .
Tangan Ernest menempelkan kartu, pada pintu masuk ruangan tersebut.
Jovi mendorong kursi roda masuk, berjalan ke kursi direktur, ber ruangan besar. Lengkap ada set meja besar didepannya.
Tubuh Ernest beranjak berdiri, berjalan duduk di kursi besar, tempat direktur utama. Ruangan dikantor, terasa penuh aroma lavender. sangat wangi terawat meski jarang berpenghuni.
Ernest langsung mengambil telpon.
"Hallo Devi, bisa datang ke ruangan saya sebentar..? bawakan saya berkas tander proyek PT. Rajawali..!!," ucap Ernest di dalam telepon.
Jovi memandang tidak heran, pasalnya hal tersebut, juga sering diminta Fictor pada dirinya. Kemudian Jovi melihat, perempuan bertubuh lebih pendek darinya, masuk kedalam ruangan.
Pegawai'nya mengenakan baju hitam, bawahan warna cream, serta ID Card yang terjepit rapi, disisi kanan baju sekertaris itu.
"Selamat pagi Pak Ernest," sapa'nya terlebih dahulu.
"Yaa..," jawabnya pelit.
"Ini berkas yang bapak minta, mohon dicek dulu ya pak..!! karena saya belum menguasai seluruh pekerjaan Meghan," tutur perempuan itu.
Jovi memperkirakan, didepan Ernest, dia masih baru menjadi sekertaris.
"Ya nanti pasti kamu terbiasa, berkasnya sudah betul..," tangan Ernest mengecek.
"Biar kamu nggak bingung, kamu bedakan saja, map setiap berkas sesuai nama PT'nya," saran Ernest begitu berwibawa.
"Apa tidak sebaiknya, Meghan tetap jadi seketaris bapak..!! dan saya kembali ke staff design lagi saja pak..," katanya.
"Meghan bukan lulusan IT program editing, jadi kurang begitu menguasai pak, di bagian baru," ungkap Devi menunduk takut.
"Biar saja, biar dia belajar hal yang baru, dan kamu tetap jadi sekertaris saya..!!," perintah Ernest menunjuk dingin pegawai.
"Tapi pak, rolling job'nya tidak sesuai dengan jurusan kita pak, Meghan sudah menjadi sekertaris bapak selama bertahun-tahun, jelas sudah hafal semua tugasnya," Devi sepertinya tidak sanggup menjadi sekertaris.
"Sudahlah tidak papa Dev," ucap Ernest.
"Tapi pak," Devi masih mencoba membantah.
"Kalau kamu tetap mengeluh, saya pindahkan kamu ke rumah saja, dan besok nggak usah masuk," bentak Ernest mengancam pegawainya.
"Ma-maaf pak," Devi tidak berani melihat boss'nya itu.
"Saya pasti tau lah, yang terbaik untuk perusahaan.. jadi kamu nggak usah khawatir," nadanya kembali menurun.
"Sebaiknya kamu pergi, saya malas dengar nama Meghan," perintah Ernest.
"Baik pak, kalau begitu saya permisi," Devi pergi meninggalkan ruangan.
Jovi yang duduk disamping Ernest, pagi ini seolah menyulap dirinya, menjadi seorang pengamat di Perusahaan. Siapa Meghan? Kenapa Meghan dipindahkan? hati Jovi menebak sendiri, meski tidak berani menanyakan pada Ernest.
"Kenapa Tuan Ernest sangat marah waktu dengar nama Meghan. Kelihatannya Meghan adalah seketarisnya yang dulu," Batin Jovi ditengah kediaman.
Tetapi kemudian Jovi tersadar, ketika Devi sudah pergi meninggalkan ruangan. Dirinya bergegas menyiapkan sarapan, melihat jam terus berputar, menjadi siang.
"Tuan Ernest," panggilnya sedikit takut.
"Ya..."
"Maaf tuan, Tuan Ernest belum sarapan.. saya suapi tuan sebentar ya..!!," izin Jovi pada tuannya.
"Ya, tapi saya nggak mau sayur suster," tangan dan mata Ernest fokus mengamati berkas PT Rajawali.
"Baik tuan," Jovi menutup kembali sayur di mangkuk tupperware.
"Pakai keringan saja suster."
"Iya.... tuan."
Meski sudah pernah menyuapi Ernest, kadang tiba-tiba, perasaan Jovi masih berdebaran. Ketika melihat laki-laki tampan didepannya itu.
Apalagi setelah ciuman, yang tidak sengaja mereka lakukan tadi. Masih teringat jelas di ingatan Jovi.
Satu persatu, suapan demi suapan, masuk ke dalam mulut Ernest. Sendok stainlist yang dibawa Jovi, terbang masuk mengenyangkan perut.
Ernest ditangan'nya membawa berkas,
sesekali sikap manjanya terdengar. Ernest tidak mau sayur kol, tidak mau kuah, pakai nasi saja, semua diucap.
"Nggak mau sayur kol'nya suster," mulut Ernest penuh makanan.
"Iya tuan, habis ini nggak pakai sayur kol," Jovi gugup mengambil tisu.
Syukurlah suapan di mulut Ernest, mulai menghilang. Tidak jadi dimuntahkan, meski terkunyah pelan. Jovi menyapu lembut, nasi yang tertinggal di samping bibir Ernest.
Sekarang, Jovi mengambil lagi ayam fillet teriyaki, untuk di suapkan kembali. Mulut Ernest membuka, sesuai ukuran nasi disendok.
Ada yang aneh, pada suapan Jovi kali ini. Rasanya, itu bukan rasa daging ayam seperti yang dimakan Ernest pada suapan awal.
Tetapi, karena saus teriyaki yang tersiram penuh diatas nasi. Susah dibedakan lidah Ernest, dan akhirnya ditelan juga.
"Nasinya sedikit aja suster."
"Tambahin kuah suster."
"Aku mau nasinya aja suster."
Request Ernest berbeda-beda disetiap suapan. Beruntung Jovi sabar menyuapi CEO tampan didepannya.
"Haaa.... tuan," kata Jovi memberi aba-aba.
"Nggak.. nggak usah kuah sekarang suster," Ernest melihat nasi yang dicelup kuah.
"Iya tuan," hanya jawaban itu yang lagi-lagi keluar.
"Wortelnya aja Suster," pinta Ernest berbeda.
"Tuan Ernest bener-bener ngalahin Aqila yang umurnya masih 3 tahun. Kabangetan" Tarik nafas Jovi dalam-dalam membatin
Ingin sekali Jovi memberikan wadah makanan ke arah Ernest, biar makan sendiri. Tetapi ternyata perasaan sabarnya, lebih besar dari rasa kejengkelan Jovi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Fitria Dafina
Cerewetnya ngelebihi anak aq 😅😅😅
2020-10-03
0
Jenny
kaya bocah aja
2020-09-18
0
Novrizal Novizral
waduh kok manja banget sama suster nya
2020-09-09
0