Suasana malam, setelah hujan hari ini. Mengantar Jovi, kembali pada keluarga kesayangannya. Beratus ribu rindu yang tertambat dihatinya, saling berebut ingin segera menapaki, rumah mungil dipinggiran kota tempat Jovi tinggal.
Tidak ada kata, yang bisa menggambarkan suasana dihati Jovi. Kecuali bahagia, sangat bahagia, iya begitu bahagia sekali. Wajah cantiknya semakin nampak berseri-seri bahagia.
Mata indahnya, sesekali menengok kearah luar jendela pintu taksi. Menikmati aroma metropolitan, dikota kelahirannya tersebut. Apalagi sisa hujan, menimbulkan setiap genangan di sisi pinggir jalanan.
Sisa airnya kadang terpencak oleh orang-orang, membuat suasana hujan masih sangat terasa. Setelah kereta biru bertulis taksi, membelokkan arah ke perumahan archadya. Jovi mulai berkemas mempersiapkan diri turun.
Melihat lampu gantung, pot bunga di pelataran teras rumah. Juga rumput hijau taman kecil, disudut halaman. Semua masih sama, saat Jovi meninggalkan istana rumahnya itu.
Mobil hitam jaguar milik papanya, kini sudah nampak terparkir di garasi. Sepeda roda empat, warna pink, milik Aqila. Mengotori pemandangan, diparkir pada tengah-tengah pagar.
"Ini pak.. terimakasih," beri Jovi rupiah ke sopir taksi.
"Terimakasih neng," terima pak sopir.
Taksi yang sudah berbaik hati mengantarnya pulang, memacu roda empatnya kembali. Untuk mencari penumpang lain, agar dilebihkan rezeki. Bersaing dengan teman senasibnya, yang berprofesi sopir.
Jovi masuk, dengan jaket putih yang mengikat tubuh. Wajahnya lelah, tapi tidak terlihat, karena kebahagiaan bisa pulang. Rambutnya panjangnya, dibiarkan terurai indah.
"Mama.. papa... Jovi pulang," ucap Jovi bersemangat mengetuk pintu.
"Maaaahh.. mamah..," rengeknya, masih tak mendapati jawaban.
"Kemana sih mereka ?? mobilnya papa ada, tapi kok nggak nyahut dipanggil dari tadi," gerutu Jovi mengamati ruangan didalam lewat jendela.
"Mama.. papa... hallo.. Jovi pulang mah," kata Jovi diulangi lagi.
Jovi menaruh kesal dan kebingungan, kemana perginya semua keluarganya. Bahkan tawa kecil Aqila, juga sama sekali tidak terdengar.
"Baaaaaaaa.........," suara anak kecil berambut lurus seperti Jovi.
"Waaaaaa....., Aqila," tubuh Jovi terbang kaget, mendengar adik kecil kesayangannya.
"Aqila, kamu bikin kaget kakak tau..," teriak Jovi bahagia.
Aqila tertawa sangat bahagia bertemu kakak satu-satunya tersebut.
"Siapa sih ini..?? kakak nggak kenal, rambutnya baru yaa..," goda Jovi mendudukkan diri di depan Aqila.
"Ini Aqila kak....," katanya centil dengan potongan rambut baru.
"Masak sih? nggak deh," goda Jovi membuang muka tidak menghiraukan Aqila.
"Ini Aqila, adiknya Kakak Opi, kata mamah, Aqila cantik dipotong begini," gerutu polos adik Jovi terdengar.
"Masak? nggak ah.. Kakak Opi nggak suka, nggak kenal juga," tambah Jovi semakin membuat panik Aqila.
"Mamah.. gara-gara mamah, kakak Opi nggak kenal lagi sama Aqila," tarik Aqila ke daster yang digunakan Mama Jovi.
"Nggak sayang.., kamu dibohongin sama kakak.. siapa sih yang nggak kenal sama si cantik ini?," Mama Jovi memeluk gemas anak bungsunya.
"Iyaaa.. kakak beneran nih, kakak nggak kenal sama kamu? siapa ih.. ?? adik kakak kan rambutnya panjang, kayak kak Jovi," ucapnya masih tak henti menggoda.
Juluran lidah Jovi, semakin membuat Aqila menangis dan panik, sebab kakaknya tidak mengenalinya lagi.
"Mama.., Aqila mau rambut panjang ma.. Aqila mau jadi adiknya kakak opi ma," rengek Aqila hampir menjadi tangis.
"Jovi.., kamu pasti usil sama adik kamu.. kasihan dia udah kangen banget sama kamu," Papa Jovi tersenyum sebab ulah putrinya.
"Ahhh... iya iya.., maap maap.. kakak tayang sama adik kakak yang kecil ini..," jawab Jovi sengaja melafalkan kata seperti anak kecil.
Didekap erat tubuh kecil Aqila, yang hilang didalam pundaknya. Tangisnya seolah ingin ikut memecah, mendapati Aqila yang menciumi Jovi berkali-kali. Kerinduannya sudah benar-benar terobati.
Bibir kecil adiknya Aqila, seolah tidak berhenti mengucapi rindu. Berkali kanan kiri menciumi Jovi, berkali juga, kedua tangan kecil Aqila dilingkarkan manja pada leher kakaknya.
"Kak opi.. tadi lo, Aqila yang ngajak mama sama papa, buat keluar dari pintu samping, biar Kak Opi nyariin hihihi..," kata Aqila disertai tawa riang dari bibir.
"Wahhh... adik kakak udah mulai usil nih," tutur Jovi memencet hidung Aqila.
"Bohong Jov, tadi dia sengaja ngajak mama sama papa lewat pintu samping, katanya biar kejutan buat kamu," mama Jovi tersenyum.
Papa dan mamanya berdiri, dibelakang anak sulungnya yang sedang menggendong Aqila.
"Kan yaa.., udah mulai pinter boong nih sama Kak Opi.. panjang lo nanti ini hidungnya yang pesekkkk...," goda Jovi memencet gemas hidung Aqila.
"Hihihi.. geli kak," suara polos gadis kecil itu.
"Nanti kayak pinokio ya kak, kalau panjang," imbuh Aqila disela tawa.
"Nggak, tapi kayak popey," Jovi tertawa.
"Popey... hihihihi," Aqila tertawa riang.
Tawa riang Aqila seolah membuktikan, kerinduan teramat dalam kepada kakaknya tersebut. Jovi menggendong Aqila masuk kedalam rumah, dibarengi bersama mama dan papanya.
Tidak ada pertanyaan aneh, yang dilempar kedua orang tua Jovi kepada dirinya. Diwaktu yang tidak ada 1x24 jam, mau tidak mau Jovi harus mendapatkan persetujuan, dari mama dan papanya untuk tidak pulang.
Selama waktu yang belum ditentukan, entah sampai kapan Ernest sembuh dari sakit. Tubuh Jovi belum istirahat, sama sekali hari ini. Kantuk mata seolah tak dihiraukan dia, demi memupus rindu dengan keluarga kecilnya.
" *Pak Fictor, saya diminta Tuan Toni menginap dirumahnya, karena Tuan Ernest habis jatuh dari kamar mandi. Sekarang saya diberi waktu pulang untuk berpamit ke keluarga. Bantu saya pak.. ngasih alasan ke mama sama papa." (kirim pesan Jovi)
"Kenapa nggak mati sekalian aja itu laki-laki..?? oke nanti aku pamitkan ke papa kamu , kalau kamu harus mengikuti pelatihan selama satu bulan di Jakarta." (Fictor)
"Baik Pak Fictor, terimakasih banyak.." (Whatsapp Jovi*)
Jovi melempar, mengunci ponsel yang biasanya dipinjam Aqila. Ingin sekali lelah tubuhnya, dilempar ke atas ranjang. Tetapi rindunya, jauh lebih besar kepada keluarga Jovi.
Alasan Jovi meminta bantuan kepada Fictor, agar kedua orang tua Jovi tidak masuk dalam masalahnya dengan Fictor. Sampai sekarang Jovi sama sekali, tidak pernah menceritakan apapun, pada kedua orang tuanya.
Tentang jahatnya Fictor, harus menjadikan Jovi, menjadi tangan kanannya sebagai pembalasan dendam Fictor. Semua yang diketahui mama papa Jovi, hanya banyaknya tugas kantor sering dibawa pulang Jovi.
Jovi membuka kamar , menghampiri Aqila yang tengah asyik didepan televisi. Tubuh kecil Aqila menyambut hangat, pelukan kakaknya. Suasana kekeluargaan terasa sekali.
Papa mama Aqila mempersiapkan makan malam untuk Jovi meski sebetulnya mama dan papa Jovi sudah selesai makan. Disebelah ruang makan mama Jovi memandang sedih kearah Jovi yang bermain riang didepan TV bersama Aqila.
"Kakak, Aqila tadi mainan sama kiki, kiki punya mainan baru," ucap Aqila.
"Ouh iya, mainan apa?, bagus nggak?," tanya Jovi mengelus kepala adiknya.
"Bagus, bisa nyala.. bunyi wiu.. wiu.. gitu kak," cerita dari Aqila.
"Bunyinya bukannya tiu.. tiu.. tiu..," goda Jovi.
"Bukan kak, kalau itu suara mainan tembak-tembak'an," Aqila tertawa.
Jovi juga tersenyum memeluk Aqila.
Perempuan cantik, bernama Jovi itu. Memiliki perputaran hidup 360 derajat, membantu papa Jovi bekerja. Ia sembari menunggu kabar baik, jika perusahaan orang tuanya, bisa beroperasi normal kembali.
Mata indah mama Jovi, berbinar-binar meng genangi. Jika mengingat, dulunya sikap Jovi begitu manja. Selalu tidur dengan elusan kepala, makan dengan suapan hangat dari tangan mamanya, kini tak pernah lagi terlihat.
Setiap hari, Jovi harus disibukkan oleh lemburan kantor. Mengharuskan dirinya makan dikantor, tanpa bermanja. Tubuh lelahnya, seolah sudah menjadi magnet pengganti. Dari belaian lembut dari mama Jovi.
Rengekan manja Jovi, tidak pernah terdengar lagi. Dirumah besar yang ditempati keluarga mereka. Setiap hari, Jovi selalu membawa tumpukan berkas untuk dikerjakan. Semua sudah merubahnya menjadi pekerja mandiri.
"Jovi, kamu kenapa kok pulang nggak pakai baju kerja?," tanya papa Jovi dari arah meja makan.
"Ouh iya ya.., mama kok juga baru sadar, kalau kamu tadi pulang nggak pakai baju kerja," imbuh mamanya menyadari.
"A-aa ini, tadi baju kerja Jovi ketinggalan di mobil Ola pa..," ucapnya beralasan.
"Ouh, kok nggak kayak biasanya," tanya papanya seperti masih ragu.
"Kan itu pa, kan kemarin Jovi meetingnya beberapa hari, jadi Jovi udah bawa ganti," jawab Jovi dengan hati berdebar.
"Ouh begitu.., Ola punya mobil baru, kok syukurannya nggak sampe sini sih? jadi kangen sama si anak itu," Mama Jovi menatakan makan malam.
"Tau mah.. uangnya udah habis buat DP mungkin, jadi nggak ada uang lebih buat syukuran hehe," Jovi terkekeh berjalan duduk didepan papanya.
"Hussttt.. nggak boleh gitu kamu Jov.. emang mobilnya apa Jov?," Papa Jovi menikmati keripik.
"E-e-enggak tau pa, Jovi nggak merhatiin, pokoknya matic," jawab Jovi menikmati makan malam nasi goreng kesukaan.
"Kamu ini aneh deh," mama Jovi membelai rambut anaknya itu.
"Ya kan, Jovi udah fokus sama berkas-berkas mah, besok-besok Jovi lihatin," ucapnya dengan alasan bisa diterima.
"Paling Ola, belinya punya kayak kamu ya Jov? kapan hari dia bilang waktu main, kan pengen jazz putih kayak kamu," kata Papa Jovi terhanyut dalam buaian kebohongan.
Rasa lapar yang membelit perut Jovi, terobati oleh masakan favorit dari mama Jovi. Dia lupa jika siang tadi, Jovi tidak sempat makan siang. Karena tangisnya yang lebih dulu pecah, oleh omelan hebat Tuan Toni.
Pikirannya sekarang, malah kembali teringat pada pasien tampan, yang ditinggalkan Jovi. Perempuan cantik tersebut, mulai mencemasi Ernest.
Tuan Ernest sudah bangun belum ya?, Apa dia juga sudah makan malam??, Siapa yang menyuapi??, Ahh.. pasti Bik Yuni hehe," Jovi termenung membatin di depan piring makan.
"Kemarin papa meeting, lumayan Jov, ada 2 kolega papa yang sudah mempercayakan tendernya kepada perusahaan kita lagi," bawa kabar bahagia papa Jovi.
"Alhamdulilah pa, Jovi juga sudah ada tabungan, buat nambah uang papa..!! untuk bayar utang ke Om Purwo," katanya bergembira.
"Maaf ya sayang.. Gara-gara papa..!! kamu sudah sibuk, ikut memikirkan melunasi hutang ke Om Purwo," ucapnya.
"Nggak papa pa, sudah jadi tanggung jawab Jovi harus bantu papa, Jovi yakin, perusahaan papa akan kembali normal," Jovi optimis meskipun dengan hutang yang tidak sedikit.
"Kamu yang nurut ya sama anaknya Om Purwo..!! papa sungkan Jov, Om Purwo sudah memberikan banyak pinjaman pada kita," tutur Papa Jovi memandang sayu.
"Iya pa, Jovi selalu ingat pesan mama dan papa," jawab Jovi mengaduk nasi goreng.
Papa Mama Jovi seolah bergantian, selalu memberi pesan yang sama,untuk putri tercintanya. Agar menurut pada Fictor. Meski sebetulnya berat, bertahan kerja di perusahaan Fictor. Namun hal itu tidak pernah Jovi ungkapkan.
Dia tidak mau, dua orang tercintanya ikut menanggung beban lebih lagi. Sebab beban hutang material masih banyak, dan menjadi fokus dua orang tua'nya.
"Pa.., mulai besok pagi, besok Jovi disuruh Pak Fictor mengikuti pelatihan di Jakarta.. jadi Jovi kemungkinan pulang bulan depan, pelatihannya 1 bulan pa" bohongnya.
Bibir mungil itu, secara lancar bisa diajak bekerjasama. Membohongi kedua orang tua, yang tidak tahu apa-apa. Kedua tangan Jovi sempat terhenti melahap nasi, yang tadinya dilahap semangat.
Batin antara mereka, sebetulnya tidak tega membohongi. Tetapi itu dipilih Jovi, demi kebaikan bersama.
"Tumben tumbenan Pak Fictor menyuruh kamu..?? ikut pelatihan di Jakarta? kamu kan sekertaris Jovi bukan staff," papa Jovi bertanya.
"Ya meskipun Jovi bukan staff, tapi pelatihan dari perusahaan diharuskan untuk keseluruhan," Jovi mengada-ngada.
"Papa nanti telpon Pak Fictor aja, biar dia ngejelasin.. Jovi mau kemas-kemas sebentar buat besok," pintanya.
"Ouh begitu, oke nanti papa telepon," angguk kepala papa Jovi mengikuti.
Jovi meninggalkan meja makan, berjalan masuk kamar, menenangkan diri sebentar. Dari kecemasan, yang sudah dibuatnya sendiri.
Meski sebetulnya, Tuan Toni memberi kesempatan pulang setiap satu minggu sekali. Semua tidak dipilih Jovi, karena justru akan mempersulitnya saja.
Jika nanti Jovi pulang setiap minggu, dirinya akan kehabisan alasan. Membuat mama papanya percya, ketika akan kembali ke rumah Ernest.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
sur sandi
aku lgi mau lihat dluh gimanah akhir cerita ini,apa jovi jadian gak ama tuan mudah ganteng itu engak yah,,,,
2020-11-07
0
Putri Zahwa
lanjut
2020-09-23
0
[ON]
Sdh ada visualnya dipikiran aku😄
2020-09-22
1