Mendengar kabar, bahwa putra tercintanya jatuh dari kamar mandi. Tuan Toni Wijaya langsung mendarat pulang, kembali ke Surabaya.
Setelah kurang lebih 2 jam perjalanan menggunakan pesawat terbang, untuk kembali sampai ke kota Surabaya lagi. Mobil sedan hitam, yang dikendarai oleh sopir pribadi Tuan Toni, melaju begitu kencang.
Dari bandara juanda, biasanya memerlukan waktu satu jam. Dengan patas diselesaikan dalam hitungan menit. Sopir handal dari keluarga Toni Wijaya itu bernama Pak Rahmat, berusia 10 tahun lebih muda dari Tuan Toni Wijaya.
Setelah sampai dipintu gerbang perumahan, Tuan Toni sudah mulai merasa lega, meski belum bertemu Ernest. Mobil sedan hitam itu, melaju dan berhenti, didepan pagar mewah minimalis warna hitam.
Tampak kedua satpam gagah, membuka pintu pagar besar dari sisi kanan dan sisi kiri, secara bersama-sama. Setelan jas coklat, lengkap dengan sepatu kerja, masih dikenakan Tuan Toni Wijaya.
Wajah Tuan Toni tidak santai sama sekali, pijakan kaki menuju rumah, hanya 3 kali saja dipijaki. Sebelum akhirnya mencari Ernest di dalam kamar. Untuk memastikan kondisinya.
"Ernest, bagaimana keadaan kamu?," tanya Tuan Toni membuka ruang kamar Ernest.
"Papa kok balik lagi, Ernest nggak papa pa.. Ernest sudah baikan," jawab Ernest yang terlihat segar selesai mandi.
"Untunglah, papa belum lega, kalau tidak melihat kamu secara langsung. Bik Yuni baru ngasih kabar tadi pagi. Papa takut kamu kenapa-kenapa," tutur Tuan Toni begitu sayang kepada putranya.
"Iya pah, Ernest dengar dari Bik Yuni, si bibi menelpon Suster Jovi malam-malam," jawab Ernest didalam kamar berdua bersama papa nya.
"Baik sekali Suster Jovi, papa masih tidak yakin, jika dia adalah orang jahat," kata Tuan Toni dibuat kagum.
"Papa penasaran, apa yang melatar belakangi gadis cantik itu, dulu bisa keluar dari perekrutan?," ucap Papa Ernest bingung.
"Bukan gadis cantik pa, tapi gadis yang seperti wanita pada umumnya," jawab Ernest justru tentang hal yang sepele.
"Hahaha.. kenapa kamu justru mempermasalahkan hal sepele itu Ernest? memang Suster Jovi itu cantik," Tuan Toni lantas tertawa.
"Biasa saja, tidak jauh beda dengan Bik Yuni," mata Ernest fokus membaca buku.
Ternyata, hal yang melatar belakangi perekrutan suster untuk anaknya itu. Adalah karena misi Tuan Toni dan Ernest, untuk menelusuri kembali kejadian waktu lalu.
Kejadian rusaknya perekrutan, beberapa tahun silam, yang pernah terjadi di RS Wijaya. Mereka mencari tahu, dalang dibalik semua itu. Pernah membuat krisis keuangan rumah sakit juga.
Tuan Toni lalu keluar mencari dimana Jovi. Perempuan berambut panjang itu, ternyata sedang menghabiskan waktu didapur, bersama dengan Bik Yuni, Bik Lusi serta bibi-bibi yang lain.
Jovi tidak dipanggil, ke ruang tengah oleh Tuan Toni. Tuan Toni berjalan ke dapur, baru saja datang dari luar kota. Baju kerja Tuan Toni, nampak masih menyelimuti tubuh.
"Suster Jovi," kata Tuan Toni.
"Iya tuan, ada apa?," tanya Jovi.
"Saya senang, mendengar kabar jika suster malam-malam, datang ke rumah untuk mengecek keadaan Ernest," puji Tuan Toni.
"Sama-sama tuan, itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai suster pribadi Tuan Ernest," jawab Jovi menghentikan potongan sayur di dalam dapur.
"Kedatangan Suster Jovi, begitu tepat tadi malam," Tuan Toni tersenyum.
Mata besar Tuan Toni, memandang para asisten rumah tangganya ,sedang berkumpul menyiapkan makan siang. Tuan Toni menyuruh kepada Bik Yuni siang itu.
"Bik Yuni," panggil Tuan Toni.
"Iya tuan," jawab Bik Yuni menghampiri.
"Bik Yuni, tolong kumpulkan semua pembantu, sopir, satpam dan tukang kebun diruang tengah..!! saya tunggu sekarang," perintah Tuan Toni, mengubah wajah jadi tegas.
"Baik tuan besar," jawab Bik Yuni setengah membungkukkan badan.
Suara gaduh, langsung terdengar setelah Tuan Toni meninggalkan ruangan dapur. Para bibi-bibi berbisik, menebak jika Tuan Toni akan marah besar. dikarenakan kejadian putra kesayangannya jatuh tadi malam.
Jovi juga ikut mendengar, apa yang di tebak oleh para bibi-bibi, dengan raut wajah ikut mulai menakut. Ternyata tuan besar di rumah tersebut, betul-betul sangat perfeksionis seperti Ernest.
Jovi bersama 5 pembantu lainnya, berjalan kearah ruang tengah. 3 Supir Pak Yoyok, Pak Rahmat, dan Pak Eko. Lalu 2 Satpam, Pak Tono dan Pak Lukman. serta 2 tukang kebun, sudah berkumpul rapi diruang tengah.
Terlihat Tuan Toni Wijaya, mengambil kacamata favorit yang beliau gunakan. Tubuh besar Tuan Toni, mondar-mandir didepan para pegawai. Raut wajahnya seketika berubah, tak sehangat saat menyambut Jovi datang kemarin.
"Sebelumnya saya berterimakasih kepada semua pekerja rumah termasuk Suster Jovi, yang sudah berkumpul dirungan," kata Tuan Toni memulai.
Anggukan, serta jawaban lirih "ya tuan," terdengar dari beberapa pegawai.
"Saya mau tanya, kira-kira orang sebanyak ini dirumah kemana saja??," tanya Tuan Toni.
"Kok sampai bisa-bisanya?? Ernest jatuh didalam kamar mandi. Apa masih kurang dirumah ini 5 asisten rumah tangga?? lain sopir, satpam dan tukang kebun" lanjutnya bernada kecewa.
"Harusnya kalian lebih perhatian kepada tuan muda, kecelakaan yang dialami Ernest kemarin, adalah yang paling hebat dari sebelum-sebelumnya," Tuan Toni berdecak tak bahagia.
"Cukup bagi saya kehilangan nyonya besar saja, jangan sampai Ernest yang satu-satunya saya miliki, memiliki kondisi kurang baik, " ucap Tuan Toni merubah nada.
Nadanya menjadi lirih, Tuan Toni suaranya menjadi pelan, ketika mengingat, istrinya telah meninggalkan untuk selamanya.
Tidak ada satupun asisten rumah tangga, ataupun pegawai lain, yang berani memberikan pembelaan. Semua nampak menunduk berjamaah, walaupun tanpa aba-aba yang diberikan.
Kemarahan Tuan Toni, didasari ketakutannya kehilangan Ernest. padahal jatuhnya Ernest, adalah karena murni kesalahan Ernest sendiri.
"Untuk itu, sekarang saya perintahkan kalian..!! semua bisa membuat jadwal, untuk mengecek kamar Tuan Ernest..!! minimal 2 jam sekali," peraturan baru dari Tuan Toni.
"Saya tidak mau, kejadian kemarin terulang lagi..!! untung saja kondisi Ernest tidak parah, kalau ada apa-apa, apa kalian mau bertanggung jawab?," tuturnya membentak.
"Karena Ernest hanyalah penerus tunggal, yang satu-satunya saya miliki, kalian harus paham itu," Tuan Toni melirihkan suaranya.
Para pegawai dirumah pengusaha sukses tersebut, hanya membisu dan sesekali batuknya Pak Yoyok, mengisi keheningan diruang tengah rumah. Kadang tangan Pak Tono, juga terlihat menggaruk kepala.
Kicauan burung yang biasanya terdengar, pagi ini juga tak menyuarakan suara. Semua terasa begitu hening, ketika kemarahan Tuan Toni mememuncak.
"Ouh iya.. untuk Suster Jovi..!! mulai sekarang anda bisa menginap disini, dengan jadwal pulang bisa dipilih hari sabtu atau minggu..!!," perintah dari laki-laki berkacamata.
"Ta-tapi Tuan, apa saya tidak boleh pulang sore, saya mohon sore ini saja, saya bisa pulang pamit ke orang tua saya dulu tuan," tawar Jovi membubuhkan nyali tinggi.
"Sejak kapan ada orang disini berani membantah perintah saya?? apa gunanya telepon atau whatsapp yang kamu punya?? kondisi anak saya lebih penting daripada keluarga kamu, kamu kan sudah melamar menjadi suster untuk Tuan Muda, jadi kamu juga sudah siap dengan konsekuensinya," Tuan Toni memarahi Jovi.
"Ma-maaf Tuan Toni," jawab Jovi terbata-bata, membendung air mata hampir saja menetes ke pipi.
"Apapun yang terjadi, kesehatan dan keselamatan Tuan Muda tetap nomor satu, kalian paham?," ucapnya menengaskan lagi.
"Jangan sampai kemarahan saya, membuat kalian pergi dari sini, camkan itu," telunjuk Tuan Toni memerintah.
"Paham tuan..," jawab semua pegawai termasuk Jovi.
"Baik, saya harap kalian bisa menjaga kondisi baik dirumah ini, dan kalian bisa kembali beraktivitas. Siapkan makan siang untuk saya, dan bubarkan diri sekarang," kata Tuan Toni menutup peraturan baru.
Jovi baru mulai menyadari, jika keinginan Tuan Toni harus selalu dituruti. Kekhawatiran atas putranya begitu menyengserakan Jovi. Ternyata beberapa pesan dari Fictor, yang dibaca Jovi beberapa waktu lalu, seolah menjelma menjadi nyata.
Jovi ingin menangis sejadinya, apalagi ingatannya langsung berlari kepada Aqila adik kecil tercinta Jovi. Air matanya berkali-kali diseka, saat mulai jatuh tak beraturan di pipi Jovi.
Diseka lagi, air mata yang masih berani turun menetes ke pipi Jovi. Nafasnya terlihat tersedu, meski sudah berusaha dia sembunyikan. Beberapa bibi juga terlihat, menyuruh Jovi sabar karena peraturan baru dirumah tersebut.
Perempuan cantik berhidung mancung tersebut, tidak menduga. Wajah yang tadinya begitu ramah, bisa langsung menjadi garang. Bak singa yang akan menerkam lawan.
Jam makan siang sudah tiba, jarum yang sudah menunjukkan pukul 12.00, mengantar kaki Jovi ke kamar Ernest. Membawa kembali, nampan makan siang yang sudah disiapkan Bik Yuni, dibawa Jovi.
"Permisi tuan, sudah waktunya makan siang," kata Jovi memasuki ruang kamar.
Ernest duduk dikursi sofa, melihat kearah Jovi. Kedua bola mata Jovi begitu memerah, menahan tangis dari omelan Toni wijaya. Ernest nampak kesal, mendapati suster barunya yang cengeng.
Tidak ada rasa gugup yang dihadapi Jovi, ketika menyuapi makan siang ke Ernest. Semua pikirannya hanya berlabuh pada kerinduan Jovi, untuk Aqila. Fikirannya seperti orang syock.
"Saya tidak mau, apa yang kamu alami..!! kamu ikut bawa-bawa kerumah ini. Kamu ini kerja, saya bukan pacar kamu.. hapus itu air mata kamu," perintah Ernest melihat Jovi duduk disebelahnya
"Maaf Tuan Ernest, saya berjanji tidak akan mengulangi lagi," jawab Jovi menyeka air mata.
"Suster Jovi kamu itu bukan ABG labil, yang apa-apa harus diselesaikan dengan tangisan. mending kamu pergi saja kalau gitu," Ernest malas.
"Tidak tuan, maaf tuan, saya janji," ucapnya menegarkan hati.
"Makanya, komitmen sama pekerjaan kamu," bentak Ernest.
Lalu Ernest kembali makan, setelah Jovi terlihat tidak menangis. Ernest kurang suka dengan perempuan menangis. Hal itu terjadi, karena terakhir mama Erest meninggalkan dunia ini, beliau sedang menangis mengkhawatirkan Ernest.
"Haa....," kata Jovi memberi aba-aba pada Ernest membuka mulut.
Ernest menurut, membuka mulutnya, untuk makan siang hari ini. Sendok nasi yang masuk ke dalam mulut Ernest, ditadahi tangan kiri Jovi dibawahnya. Agar tidak ada nasi yang mengotori baju Ernest.
Pelan tapi pasti, nasi dan sayur didalam mangkok yang dibawa Jovi, terlihat habis dan berkurang sedikit demi sedikit. Diakhir suapan, suster cantiknya itu, mengamati bibir samping Ernest.
Ada sisa nasi yang belum masuk, menempel, pada gerbang bibir Ernest.
"Maaf tuan ada nasi," kata Jovi.
"Ha..?," Ernest memasang wajah melongo.
Sebelum akhirnya Jovi, langsung membersihkan bibir Ernest, dengan sapuan tangan halus Jovi tanpa permisi. Bibir Ernest langsung mengunci.
Kemudian akhirnya, jempol tangan Jovi menyapu bibir tuan muda tanpa sungkan. Entah apa yang ada dipikiran Jovi, tapi yang jelas, dia lalu langsung meninggalkan Ernest tanpa permisi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
KenangHP
Aku mampir lg nih thor.
Silahkan kunjungi juga:
-Mimpi Sang Pemimpi
jika berkenan memberikan like, rate dan vote kak
makasih 😊😊
2020-11-06
0
Septy Cweet
sabar jovi
2020-08-27
1
Ilyoen Hajar Siti
waahh.....tuan toni jomblo
to
y u dah jodohin sama aq aaja ya thor
2020-07-11
0