Kabut subuh pagi, yang masih terlihat mengepul dipelataran rumah. Rasa dingin, yang secepat kilat menyergap tubuhnya.
Sebab pagi hari sudah keluar, mempersiapkan keberangkatan Jovi, meninggalkan rumah. Sesekali tangan kanannya, menggosok lengan ditubuh putihnya itu.
Lampu penerang jalan dikompleks rumah Jovi, benar-benar menunjukkan, jika ini masih pagi buta. Lampu penerang masih menyala dimana-mana.
Jalanan nampak sunyi, tanpa pijakan kaki para warga. Yang mana memang, beduk subuh saja belum sama sekali terdengar. Meski tubuhnya dipenuhi rasa lelah, disetiap ujung.
Tetapi tidur Jovi tak bisa lelap. Dirinya membayangkan, akan meninggalkan rumah selama satu bulan. Membiarkan dengan susah, sulit bersua bersama keluarga.
Dipelataran rumah, Jovi menaruh koper kecil yang akan dibawa. Dia takut, adik kecilnya Aqila yang kini sudah mulai pandai bertanya. Akan menanyakan isi koper tersebut.
"*Ya Tuhan.. kenapa Engkau harus memberikan cobaan seberat ini. Beri Jovi kekuatan Tuhan untuk melewati setiap garis kejadian yang sudah Kau susun sesuai skenariomu.. Ayoo Jovi pasti kamu bisa"
"Tuhan memberikan cobaan itu tidak lebih dari batas kekuatan hambanya. Itu berarti kamu bisa Jovi.. Semangat Jov.. Semangaat*..."
Tubuhnya bersandar lemas, pada tiang teras rumah Jovi. Sisa nasi yang disantapnya tadi malam, rasanya sudah hilang, kosong didalam perut Jovi. Dimakan cacing penyedot tenaga.
Bibirnya tak bergumam sama sekali, kepasrahannya semakin terlihat. Dari kedua bola mata, yang memandang kosong jalanan. Hati Jovi sudah dibuat sedih semalaman.
"Allah hu akbar.. Allah hu akbar.. Allah hu akbar.. Allah hua akbar.."
Suara adzan subuh langsung menyadarkan Jovi, dari lamunannya dipagi ini. Dia kembali masuk ke dalam, mencari mamanya yang terdengar mulai menyalakan kran air untuk sholat.
Lampu tadinya padam, satu persatu dinyalakan tangan basah mama Jovi. Sudah terbasahi dengan air wudhu, menuju ruang musholla di rumah.
"Mah.. Jovi berangkat setelah subuh ini ya.. biar Aqila nggak tau, pas nanti Jovi pergi," ucap Jovi air matanya berkumpul dipojok mata.
"Iya sayang..," ucap mamanya.
"Jovi bereskan dulu barang-barang Jovi mah," gumamnya lirih.
"Habis ini, mama bantuin kamu siapin baju ganti dan baju kerja ya..!! kamu mandi dulu aja," kata mama Jovi mengelus pundak tangan putrinya.
"Heem mah," anggukan Jovi menuruti perintah mamanya.
"Mama sudah siapkan air hangat buat kamu, buruan gih," suruh mama Jovi bahagia.
"Terimakasih mah," jawab Jovi sembari mengecup pipi mamanya.
Wanita cantik yang melahirkan Jovi itu, dengan polos menawarkan bantuan kepada putri tercintanya. Dia tidak tau, jika putrinya mungkin tidak akan pulang. Satu,dua atau bahkan tiga bulan lagi.
Putri cantiknya tersebut, sangat tegar menyembunyikan apa yang tidak diketahui mama Jovi. Yang mama Jovi ketahui, anaknya hanya akan berangkat meeting selama satu bulan ke Jakarta.
Selesai Jovi pergi mandi, dia kembali ke kamar untuk segera bersiap. Jarum jam dinding menunjukkan pukul 04.35, sedikit mempercepat persiapan Jovi.
Kaki yang seharusnya berjalan kearah kamar, bersiap diri untuk kembali ke rumah Ernest. Justru tanpa aba-aba, membelokkan diri, ke arah kamar adik kecil tercinta Jovi, yaitu Aqila.
Hatinya masih tidak kuat, jika diajak untuk tidak usah melihat Aqila. Adiknya yang tidak akan ditemui Jovi, satu bulan kedepan. Pintu kamar tidur terbuka separuh, seolah mengerti apa isi hati Jovi.
Kakinya berjalan pelan, bibirnya tak bersua, takut jika semua itu nanti akan membangunkan Aqila. Diatas ranjang, ada Aqila lelap dengan tidur. Sedang merangkul guling, diantara tubuh mungil.
Jemarinya yang kecil, tangan-tangan tak berdosa, nampak terlihat cantik seperti Jovi. Potongan rambut baru sebahu, yang di beritahukan kepada Jovi itu. Kembali lagi teringat oleh dirinya.
"Aqila.. meski kita tidak bisa bertemu, kakak akan selalu merindukan kamu sayang.. besok kakak janji akan kembali pulang."
Bibirnya tak berucap, hanya batinnya yang berbicara tak bergema. Tangan Jovi bahkan tidak berani, membelai lembut rambut Aqila. Seperti saat tadi malam.
Ketika Jovi menidurkan Aqila, dengan belaian lembut dikepala bocah kecil itu. Semua kembali teringat. Tubuh Jovi terduduk ditepi ranjang, memandang sedih wajah tak berdosa Aqila.
Tidak ada lagi canda tawa, yang akan mengisi rumah besar papa Jovi. Namun tak berselang lama, kaki Jovi sudah kembali ke kamarnya. Karena jarum jam, semakin cepat berlari.
"Jovi, koper kamu dimana?," tanya mama Jovi sudah lebih dulu, didalam kamar.
"Jovi udah masukin sendiri mah bajunya, tadi pas mama belum bangun Jovi udah siap-siap," ucap Jovi.
Dirinya tidak ingin, mamanya tau. Jika yang dibawa Jovi, bukan baju kerja seksi. Melainkan baju standart yang biasa Jovi kenakan keluar.
"Tumben sayang," mama Jovi heran.
"Hehehe...," senyum Jovi.
"Kelihatannya, kamu sudah tidak sabar mengikuti pelatihan ya sayang..? ini kan pelatihan pertama kamu ke Jakarta," mamanya menebak tersenyum bahagia.
"Siapa tau, nanti kamu pulang bawa mantu buat mama ya Jov hehe," senyum mama Jovi.
"Iyaa mah.., makanya Jovi bangun lebih pagi," jawab Jovi sekena'nya.
"Mama sedikit khawatir kalau kamu ke Jakarta, kamu harus jaga diri ya Jov..!!," pinta mama Jovi.
"Iya iya.. mama," Jovi menjawab sama.
Perempuan cantik, yang mempersiapkan diri, menyisir rambut didepan meja rias. Ikut tersenyum, dengan tebakan gila mama Jovi. Setidaknya, karena itu mama Jovi tersenyum.
Ternyata, mamanya masih membantu, mengecek beberapa barang penting. Apa yang masih harus Jovi bawa ke Jakarta.
"Jovi.. entah apa yang mama pikirin, rasanya hati mama sedih banget Jov, kamu mau berangkat ke Jakarta..," gumam mama Jovi.
"Nggak tau kenapa, mama seperti ngerasa kamu akan pergi lama," imbuh wanita yang melahirkan Jovi.
"Mah.. Jovi kan ke Jakarta untuk meeting, ya memang satu bulan itu lama mamah," Jovi menenangkan.
"Katanya mama mau dibawain calon mantu," ucapnya mencoba menggodai mama agar tidak sedih lagi.
"Kamu bisa aja hahaha," tawa mama Jovi kembali mengembang.
"Mungkin ini cuma perasaan mama, yang jarang jauh sama kamu, sampai berbulan-bulan ya sayang," mama Jovi menepis rasa galau.
"Mama baperaaan ah.. kayak abg," Jovi men senyumi orang tuanya tersebut.
Apa yang dirasakan mama Jovi, seolah tidak bisa membohongi, ikatan batin antara keduanya. Meski Jovi tidak pernah, mengatakan yang sebenernya terjadi.
Tetapi ikatan antara ibu dan anak itu, mengalir didarah mereka berdua. Dimana sedihnya Jovi, juga adalah sedih mamanya. Orang tua yang melahirkan dirinya.
Papa Jovi tak kalah perhatian, menatakan tas box kecil. Berisi susu, roti, biskuit gandum, kesukaan putrinya itu. Papa Jovi mengingat, bila anak perempuannya itu, sering telat makan dan mengabaikan kesehatan.
Setelah semuanya siap, mama dan papa Jovi, mengantar anak sulungnya berangkat ke depan teras. Rok selutut, khas dengan atasan seksi. Biasa dipakai sekertaris kantor-kantor besar, terlihat dikenakan Jovi.
Rok hitam memiliki belahan belakang, terpadu kemeja kerja, ditambah sepatu heels hitam di kaki. Seolah meyakinkan mama dan papa Jovi, jika putrinya akan benar-benar berangkat meeting.
"Jovi.. kamu jaga diri baik-baik ya sayang..!! Jakarta itu kota yang lebih besar dari Surabaya, papa sayang kamu," kata papa Jovi sebelum melepaskan pelukan Jovi.
"Iya papa, Jovi juga sayang papa," Jovi memeluk erat papanya.
"Mama juga sayang kamu.. kamu jaga diri baik-baik..," tutur mama Jovi.
"Inget makan yang teratur ya Jov, nggak ada yang ngingetin kamu makan, kamu harus pinter-pinter jaga kesehatan sayang," Mama Jovi memeluk erat.
"Iya mama.. Jovi bakalan sering makan, Jovi juga bakal jaga diri baik-baik," peluk erat Jovi.
"Kalau ada apa-apa, kamu langsung hubungi papa aja.. kebetulan papa juga punya kenalan di Jakarta," kata papa Jovi khawatir.
"Iya papa, siap," Jovi tersenyum.
Hidung mancung Jovi, dan mamanya. Dikaitkan menari bersama, pada wajah mereka berdua. Air mata Jovi rasanya tidak kuat dibendung, syukur.. ternyata air mata itu tidak menetes.
Taksi mobil yang sudah dipesan, oleh papa Jovi, terparkir lebih awal di depan pagar. Menunggu penumpangnya naik masuk ke dalam taksi.
"Hati-hati ya sayang," kata mama Jovi.
"Mama.. kenapa semuanya diluar?," suara Aqila.
Aqila yang tiba-tiba sudah terbangun, berjalan keluar ke arah mama, papa, dan kakaknya. Rambut Aqila acak-acak'an, matanya masih samar.
"Aqila, kok sudah bangun..?? ini masih pagi nak," tutur Papa Jovi.
Papa Jovi menghampiri, menggendong Aqila, yang mengucek mata, bangun dari tidur malam.
"Kakak Opi mau kemana..? katanya kakak Opi mau nemenin Aqila," Aqila mengingat janji kakaknya.
"Iya, kakak mau kerja sebentar Qila, nanti sore kakak pulang," Jovi menjawab dengan guratan mata berbinar lagi.
Bibir Jovi ingin mewek tapi tertahan.
"Nggak mau, kakak bilangnya kalau hari sabtu libur, ini kan sabtu ya pah..?? papa sabtu juga libur.., kenapa kak Opi kerja pa?," tanya Aqila sudah mulai mengerti nama-nama hari.
"Kakak lembur sebentar nanti pulang," Papa Jovi menyilakan rambut berantakan Aqila.
"Ini jumat sayang," kata Mama Jovi pada Aqila.
"Tapi mah? kakak bilang mau nemenin Aqila," ternyata Aqila masih keukeh.
"Iya, tapi kakak kerja dulu sayang," Mama Jovi memberi tahu.
Lalu papa Jovi memberi isyarat, untuk segera meninggalkan Aqila. Mengingat fajar matahari, mulai terbit dimana hari mulai lebih siang.
Isyarat mata, untuk segera naik ke mobil taksi jug diberikan mama Jovi. Jovi mencium kedua tangan orang tua, serta menaruh ciuman kecil, yang didaratkan ke pipi adiknya.
Semua semakin memantik tangis Aqila. Air mata tulus Aqila, mengalir deras pada pipi putih anak kecil tersebut.
"Papa.. Aqila mau ikut kak Opi, Kakak Opiiii.........," teriak Aqila.
"Kakak Opi... Aqila ikut."
"Papa... akak Opi nggak boleh kerja, Aqila nggak mau..," ucap Aqila.
Tangis anak kecil, usia 3 tahun itu, pecah digendongan gagah papa Jovi. Melihat Jovi masuk ke dalam taksi, melambaikan tangan lewat kaca pintu taksi.
Semua terasa, membuat histeris tangis Aqila. Sesekali, tubuh kecilnya seolah ingin memberontak, dan ikut berlari kearah Jovi.
Jovi pergi meninggalkan kompleks Perumahan Archadya, dengan taksi biru yang ditumpangi. Semburat cahaya fajar di ujung timur, terasa mulai menerangi bumi, mengantar keberangkatan Jovi kembali ke rumah besar Tuan Toni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Nurayati
visualny thor?
2020-07-10
1
Nununa07
💪💪💪💪💪💪💪
2020-06-20
0
Zui Kim
mampir disini juga ya.. semangat 💪
2020-06-17
0