"Iya Pak Fictor tadi saya disuruh pulang lebih awal oleh Tuan Toni, keluarga Toni Wijaya begitu baik dihari pertama kerja."
"Haduuh Jovi Jovi, kamu ini polos sekali, Toni Wijaya itu hanya pencitraan. dan setelah ini, pasti kamu akan di pekerjakan secara sadis. Untuk menjaga putra kesayangannya itu. Semesta Grup akan jadi yang terbaik, daripada Perusahaan ingusan milik Tua bangka itu."
"Maaf Pak Fictor saya tahu Semesta Grup tetap yang terbaik bagi saya."
"Baguslah kalau kamu tahu, besok tetap kabari saya, hal yang menyenangkan. kamu harus bisa membawa angin segar, selama menjadi suster di tempat si Ernest."
Jovi menghela nafas, membacai chatt. Masih tertulis rapi di whatsapp. Sedikit badan Jovi, terkulai bersandar dibawah ranjang. Tangannya seolah bermain piano, menghitung satu persatu jemari, berada dipangkuannya.
Lagi-lagi, ini adalah hal sulit yang harus Jovi lakukan. Sudah sering kali, Jovi menjadi seseorang yang jahat. Hanya untuk menuruti kemauan atasan di kantor Jovi tersebut.
"Papa, kapan kita bisa kembali hidup normal lagi?? Jovi bosan Pa.. jadi alat pemuas keinginan Fictor membalas dendam," rengeknya menyilakan rambut yang menutupi.
Rasa lelah yang harus Jovi hadapi, belum seberapa, jika dibanding Papa Jovi. Yang setiap harinya harus menawarkan proposal, kepada kolega-kolega dikantornya. Dimana banyak patner perusahaan, mengundurkan diri untuk bekerjasama.
Perlahan tapi pasti, kedua mata indah Jovi mulai terpejam. Mata yang tadinya kosong, menatap bayang langit-langit kamar. Kini sudah mulai mendatangi bunga malam, terasa begitu manis. Meninggalkan dunia nyata.
Meski dalam posisi ketiduran, dibawah ranjang. Mimpi Jovi sangat begitu indah, dirinya kembali bertemu laki-laki, teman semasa praktik kerja lapangan pada masa kuliah.
Diruang rekam medis, yang beberapa hari Jovi lewati, saat interview rekrutmen perawat. Dimimpi Jovi, laki-laki itu tersenyum pada Jovi. Saat berada di ruang rekam medis, menata berkas-berkas rumah sakit.
Namun anehnya, tiba-tiba ada Tuan Muda, hadir Ernest, yang datang memasuki ruangan tersebut. Membuat Jovi, serta teman laki-laki dimimpinya, diam seribu bahasa.
"tring.. ting.. ting.. tring.. ting ting"
Nada dering ponsel Jovi, berkali-kali bunyi. Tidur Jovi yang begitu lelap, tidak membangunkan matanya, dipukul 21.30 WIB. Meski suara ponsel begitu menggema dikamarnya, tangan Jovi tetap tidak bergerak.
"tring.. ting.. ting.. tring.. ting.. ting.."
Nada dering itu, lebih sering lagi terdengar. Lebih cepat, cepat dan semakin menyaring di telinga Jovi. Kedua tangan Jovi, akhirnya meraba ponsel.
Tadinya ponsel perempuan tersebut, berada di genggaman Jovi. Di kuceknya kedua mata, yang masih samar-samar, belum bisa melihat ponsel secara penuh.
14x panggilan tak terjawab (Telepon rumah)
"Siapa ini? Ini bukan kantor, juga bukan nomor kantor papa," gumam Jovi mendekatkan mata, lebih dekat ke layar ponsel.
Tak lama setelah itu, ponsel Jovi berdering lagi. Kepala Jovi, sebetulnya masih sedikit pusing, dari tidur yang hanya beberapa menit terjaga. Lalu kemudian dikagetkan, oleh suara ponsel malam hari.
Jovi mengangkat teleponnya.
"Ya hallo, ini dengan siapa ya?," tanya Jovi kepada penelpon, bernomer sama itu.
"Hallo Suster Jovi, saya Bik Yuni Sust, Tuan Muda baru saja jatuh dari kamar mandi non. sekarang Tuan Toni sudah berangkat ke luar kota, saya bingung Suster mau menghubungi siapa?," Jawab Bik Yuni.
Pembantu tersebut, kadang masih bingung, memanggil Jovi dengan sebutan nona atau suster.
"Hah??, terus bagaimana keadaan Tuan Ernest Bik Yun?," Jovi mengigit jemari, menanyakan kondisi Ernest.
"Bagian tangan Tuan Muda yang sedang di gips, terasa kesakitan Sust. saya juga takut, karena kepala Tuan Muda mengeluarkan darah lagi." jelas Bik Yuni gemetaran.
"Tolong suster kesini, Tuan Besar akan marah, jika mengetahui hal ini. Pak Yoyok akan menjemput Suster Jovi malam ini," pinta perempuan paruh baya dirumah Ernest.
"Baik Bik Yun, kalau begitu saya akan kesana," pungkas Jovi diujung telepon bersama Bik Yuni.
********************
Walau banyak kantuk, masih menyergap kelopak mata Jovi. Ditengah perjalanan didalam mobil Alphard Hitam, keluaran terbaru milik Ernest Wijaya. Pak Yoyok mengantar Jovi, untuk menemui pasiennya.
Malam ini, Jovi menggunakan celana joger coklat, terpadu jaket putih. Yang mengikat tubuh, serta sendal jepit hellokitty, dipakai mengikuti kedua kakinya.
Setelah belok ke perumahan, dan sampai didepan rumah Ernest. Jovi segera berlari, masuk ke dalam rumah. Yang mana lampu rumah itu, masih nampak menyala terang dimana-mana.
Lima asisten rumah tangga, semua sedang mengerumuni kamar Ernest. Jovi menghampiri Bik Yuni, terlihat sedang meremasi tangan. Mondar mandir cemas menunggu kedatangan Jovi.
Dirinya lalu masuk ke dalam kamar Ernest, itu untuk kedua kalinya.
"Suster Jovi, Tuan Muda hampir tidak sadarkan diri, apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit saja ya?? saya takut suster, nanti terjadi apa-apa dengan Tuan Muda," tanya Bik Yuni khawatir.
"Sebentar ya bik.. saya cek dulu keadaan Tuan Ernest," Jawab Jovi.
Jovi mengecek kondisi tubuh Ernest, ditaruhnya telapak tangan Jovi, diatas kening Ernest. Suhu panas sangat terasa di tangan Jovi.
Bibir tipis Ernest terlihat merintih, meski begitu, matanya tetap terpenjam. Gendongan penyangga,vdigunakan Ernest, menopang gips ditangan. Juga terlepas di atas ranjang.
Suasana ruangan dikamar Ernest, malam ini nampak tegang. Apalagi disertai rasa panik, karena ketidaktahuan para asisten rumah tangga. Dirumah Toni Wijaya, tentang dunia kesehatan.
"Kondisi Tuan Ernest tidak begitu mengkhawatirkan Bik Yuni," ucap Jovi.
"Suhu badannya panas, itu karena tubuh Tuan Ernest, yang kaget saat jatuh tadi," jelas Jovi mengecek denyut nadi tangan Ernest.
"Luka dikepala Tuan Ernest, bukan dari benturan yang tajam bik, tapi ini hanya bekas luka yang lecet lagi, setelah jatuh." Jovi menjabarkan semua.
Salah satu tangan Jovi, memegangi dahi Ernest. Bik Yuni dan beberapa asisten rumah tangga, lega mendengar penjelasan Jovi.
Rasa ploong, menaruh lega di dada mereka masing-masing. Rasa cemas serta khawatir, diwajah Bik Yuni. Perlahan mulai menghilang, berganti senyum lepas.
"Terimakasih suster, maafkan kami sudah merepotkan suster. mohon dimaklumi suster Jovi, karena kami bukan orang yang tau tentang sadis," tutur Bik Yuni sedih.
"Bukan sadis Bik Yuni, tapi medis," ucap Jovi.
Perempuan cantik tersebut, menepuk pundak Bik Yuni lembut, sembari tersenyum.
"Ouh iya Suster Jovi maksudnya itu," sahut Bik Lusi dibelakang Bik Yuni.
"Kalau boleh, saya minta Suster Jovi bermalam disini dulu saja, karena saya dan bibi-bibi yang lain, masih syock dengan kejadian malam ini." pinta Bik Yuni.
"Baik Bik Yuni," jawab Jovi tersenyum pada bibi-bibi yang bekerja dirumah Ernest.
"Terimakasih ya suster, terimakasih banyak suster," bibi dirumah itu benar-benar kegirangan.
Bik Yuni serta empat asisten rumah tangga lainnya, mulai pergi meninggalkan kamar. Jovi kemudian, meletakkan tas serta jaket putih, dikenakan diatas meja.
Didepan televisi besar dikamar Ernest, setelah Jovi menaruh barang. Dirinya berjalan ke arah Ernest, mendudukkan diri disamping Ernest. Lengkap dengan kotak P3K, diambil dari kaca sebelah kamar mandi.
Disibakkan rambut Ernest, menutupi dahinya. Sayatan luka diwajah Ernest, tadinya sudah mulai mengering. Kembali berair lagi, karena kejadian malam ini.
Dikapas putih, sudah dilumuri obat merah oleh Jovi. Mulai mendarat, perlahan menyapu luka-luka Tuan Muda tersebut. Sedang tangan Jovi satunya, menahan rambut lurus Ernest yang basah.
"Aaahhhh.. aaahhh...," rintih Ernest setengah sadar.
Beberapa kali, tangan kiri Ernest memegangi lengan Jovi. Seolah ingin menghentikan, tetapi tangannya tak berdaya. Ernest tidak sadarkan diri lagi.
Mata indah Ernest, siang tadi Jovi lihat begitu tajam. Malam ini terpejam penuh, diatas ranjang besar. Bibirnya sering menyeringai, menahan sakit.
Selesai membersihkan luka dibagian dahi, Jovi mencari luka di kepala Ernest. Sempat memantik kekhawatiran, semua asisten rumah tangga, dirumah Tuan Toni Wijaya itu.
Luka Ernest mengeluarkan darah, menembus sarung bantal yang ditidurinya. Jemari Jovi pelan menyibak, satu persatu rambut Ernest. Ada luka bakar, dibagian kepala Ernest.
Luka itu, mirip seperti sayatan ditemukan Jovi. Dirinya lalu memberikan obat merah, pada bagian luka berwarna merah kecoklatan itu.
"Saakittt...," rintih Ernest kembali memegangi tangan Jovi.
"Sabar Tuan Ernest, ini tidak sakit," ucal Jovi menenangkan.
Dia mengambil tangan Ernest, menaruhnya disamping badan Ernest.
"Aaaaiiihhhhh....," gumam Ernest lagi-lagi terdengar.
"Adduuh..," kata Jovi tidak sengaja menutulkan kapas keras.
"Kasihan sekali luka Tuan ini sangat banyak dimana-mana," batin Jovi dalam hati.
Jarak wajah Jovi, begitu sangat dekat dengan Ernest. Hidung mancung yang dimiliki keduanya, seolah menunjukkan, tidak ada jarak antar mereka. Ternyata hal itu disadari oleh Jovi.
Jovi sedikit menjauhkan wajah dari Ernest. Dipandangi, laki-laki tampan yang tengah tidak tersadar itu. Alis tebal yang dimiliki Ernest, hidung mancung yang memang indah, semua sangat tergambar jelas.
Tanpa sengaja, Ernest yang tertidur telentang, secara tiba-tiba menyampingkan tubuh ke arah Jovi. Tangan kanannya masih tergips, bepindah pergi, berada diatas pinggang Ernest.
Kejadian itu,membuat Jovi terkejut. Dirinya yang tidak sempat, menarik diri keatas, membuat Jovi menjatuhkan diri disebelah Ernest.
Kedua matanya memejam rapat, Jovi takut jika Ernest tiba-tiba terbangun. Namun Ernest, tetap tak terbangun. Perempuan cantik itu, sedikit memberanikan diri menoleh ke samping.
Jovi melihat Ernest tanpa kedipan mata, kepala Jovi tertegun, membuat pertanyaan. Mengapa laki-laki setampan itu, bisa menjadi musuh Fictor.
"Aaaaargghh...," gumam Ernest kembali menahan sakit.
"Hah?," Jovi lalu menyumpal mulut dengan cepat.
Jovi segera bangun dari pelukan Ernest, dia mengembalikan posisi tidur Ernest, dalam posisi sempurna. Perlahan badan laki-laki bertubuh tinggi 182 itu, dibalik telentang.
Kedua tangan Ernest, menumpuk diatas perutnya. Selimut tebal bernuansa mahal, ditarik Jovi menutup sebagian tubuh Ernest.
Jovipun berjalan dan mengembalikan kotak P3K, sudah digunakannya tadi. Perempuan berwajah oval itu, lantas memilih tidur, diatas kursi yang berada didepan TV kamar Ernest.
Meski berada dalam satu kamar yang sama, Jovi tidak memilih tempat tidur Ernest, sebagai tempat bermalamnya. Pukul 23.45 matanya baru bisa memejam, setelah kejadian pengganggu mimpi indah Jovi malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Acheuom Rahmawatie
udahnlama d daftar favorit.. baru baca sekarangg
ternyata menarikk👍👍👍
2021-10-21
0
Acheuom Rahmawatie
udahnlama d daftar favorit.. baru baca sekarangg
ternyata menarikk👍👍👍
2021-10-21
0
Mbak Boinem
bik Yun lucu...😁😁medis bik...
2020-10-02
0