Hari ini, setelah data diri, yang Jovi ajukan. Kepada email milik RS Wijaya, kini sudah terlihat membuahkan hasil. Jovi dibebas tugaskan oleh Fictor, untuk menghadiri interview, yang diadakan pada pagi ini.
Sudah lama, Jovi tidak pernah melakukan interview, setelah berhasil masuk ke Perusahaan Fictor. Matanya nampak kebingungan, mengenakan setelan pakaian, memilah yang akan Jovi gunakan pada interview.
Dipilihnya rok warna cream, berukuran dibawah lutut, terpadu dengan atasan putih bermotif lingkaran. Rambut panjang Jovi, terikat jepit hitam kebelakang.
Dandanan Jovi begitu sederhana, namun membuat Jovi tetap terlihat cantik. Perempuan bermata sipit tersebut, membawa tas selempang putih, dibagian tangan kanannya. Berjalan menuju ke arah Aula RS Wijaya.
Kaki kanan kirinya seolah berlomba, memasuki Aula RS Wijaya. Yang dulu tempat ini, tidak begitu asing bagi Jovi. Setelah 7 tahun, kini Aula rumah sakit tersebut tampak lebih bagus, dengan interior baru disetiap sudut ruangan.
Tiga ruangan, yang dulu sebagai tempat PKL mahasiswa. Kini sudah berubah, menjadi ruang praktik poli bedah di RS WIJAYA. Beberapa bangunan baru juga terlihat di pandangan matanya.
Begitu banyaknya pelamar yang lolos, terhadap tahap seleksi. Semakin membuat aula rumah sakit, terasa pengap. Apalagi AC ruangan, yang hanya menjangkau berapa derajat celcius udara.
"Pokoknya loe harus lolos buat jadi susternya Ernest. kalau nggak gue bakal potong gaji loe"
Bunyi pesan Fictor yang terbaca diponsel Jovi, pagi ini masih terngiang-ngiang di ingatan perempuan cantik itu. Jovi mengembalikan ponselnya ke dalam tas, meski pikirannya tetap mengingat, pesan terakhir Fictor.
Dari sekian pelamar yang dilihat Jovi, sama sekali tidak ada teman seangkatannya. yang ikut mendaftarkan diri, sebagai suster untuk Ernest Wijaya.
Walau begitu, masih saja lautan manusia berada disini semua. Bahkan ada yang tidak segan-segan, berpenampilan seperti artis menggunakan gaun-gaun mahal.
"Eh aku udah cantik belum si?," tanya seorang pelamar wanita menepuk pundak Jovi.
"Cantik kak," ucap Jovi memuji lalu tersenyum.
Jovi memandangi, pelamar wanita yang tidak lepas dari kaca di tangannya tersebut.
"Eh, kamu harusnya lipstiknya ditambahin dikit, biar sedikit menggoda Tuan Ernest nanti," imbuh pelamar lain disebelah Jovi.
"Hehehe nggak kak, lagian aku juga nggak bawa alat make up," Jovi tersenyum kurang nyaman.
'Ini ambil aja, aku bawa lipstik banyak kok," jawab pelamar itu, memberikan lipstik ketangan kanan Jovi.
"Iya nih, kamu kurang menggoda, dandanan kamu terlalu biasa," kata pelamar lain, tak kalah memakai baju seksi.
"Udah, ini pakai aja," ucap pelamar dengan kaca ditangan, masih memaksa Jovi.
"Apa apa'an ini??, kalian dandan seperti akan mengikuti casting film, bukan sebagai suster untuk saya," ucap seorang laki-laki.
Kata-kata itu sontak menarik perhatian, para pelamar, yang berada didalam Aula rumah sakit. Bukan hanya para pelamar, Jovi juga ikut menoleh ke arah laki-laki iyu. Yang ditaksir berumur 28 tahun tersebut.
Walaupun ada beberapa sayatan luka, bekas memar diwajahnya. Namun ketampanan laki laki tersebut, tidak bisa tersembunyi.
Hidung mancung, kulitnya yang putih bersih, serta bibir merah alaminya. Sangat begitu menawan dimata para kaum perempuan. Terutama yang melamar pagi ini.
Ternyata laki-laki tersebut, tidak lain adalah Ermest Wijaya. Anak semata wayang, pemilik Rumah Sakit swasta terbesar dikota Surabaya itu. Serta beberapa perusahaan besar di luar kota.
Kursi roda hitam yang diduduki Ernest, lengkap dengan 2 pengawal dibelakangnya. Semakin meyakinkan para pelamar, jika laki-laki itu memang Ernest Wijaya.
Nampak laki-laki lebih muda, berusia 35 tahun, juga dikhususkan untuk mendorong kursi roda pagi itu. Suasana berubah hening dan mencekam.
"Pak, segera keluarkan mereka," tunjuk Ernest.
Ernest menunjuk, kepada pelamar perempuan, yang menggunkan gaun seksi. Polesan wajah yang nampak menor, juga ditebas Ernest untuk pergi.
"Attitude yang nol buat jadi suster, dandanannya malah seperti wanita murahan," kata kata itu keluar tanpa halangan dari mulut Ernest.
'Itu juga Pak, yang sembunyi dibelakang tembok," tunjuk tangan Ernest sangat teliti.
Kejadian yang didengar Jovi pagi ini, membuat Jovi menelan ludahnya sendiri. Jemari tangan yang menggenggam lipstik, pemberian pelamar lain tadi. Membuat perasaan Jovi semakin panik.
Seketika itu, matanya langsung tertunduk, tanpa berani melihat lagi. Apalagi memandang ke arah laki-laki, yang sedang duduk di korsi roda. Melihat pengawalnya saja, Jovi tidak berani.
"Hey kamu..!! hapus bibir kamu," giliran Ernest menunjuk ke arah Jovi.
Mata Jovi gelagapan, kepalanya kebingungan melihat ke kanan kiri, yang mana juga ada pelamar-pelamar lain. Tanpa menanyakan lagi, siapa yang dimaksud Ernest. Dirinya sudah ketakutan.
Jovi langsung menyapu bibir mungilnya, menggunakan tangan kanan. Wajahnya pucat pasi, ditunjuk oleh Ernest. Kepala Jovi, masih tidak bisa digerakkan. Hanya tangan kanannya, secara spontan, melakukan itu.
"Bukan kamu?? tapi belakang kamu..!! dasar bodohnya," Ernest menggelengkan kepala melihat kearah Jovi.
"Hey itu, kamu jangan sembunyi, saya tau," tunjuk Ernest lagi.
Dirinya mendapati, salah satu anak yang bersembunyi, dibelakang punggung Jovi.
"Maaf pak," Jovi menunduk kepala, meminta maaf.
Tetapi hal tersebut, diabaikan oleh Ernest.
"Maaf pak," sahut pelamar dibelakang Jovi, terlihat mengikuti.
Kemudian setelah itu, terasa satu persatu pelamar perempuan. Dikeluarkan Ernest dari aula rumah sakit. Terbabat habis oleh laki laki yang biasa disapa Tuan Muda tersebut.
Berkali-kali, punggung Jovi masih saja, ditarik kesana kemari oleh pelamar lain. Dengan maksud, agar terhindar dari pandangan Ernest. Dan nantinya, mereka masih bisa menghapus make up. Lalu mengikuti interview.
Selang tidak lama, seusai membuang pelamar. Yang berdandan kurang sesuai, keinginan Tuan Muda. Ternyata Ernest dan pengawalnya, kemudian pergi meninggalkan ruangan.
Terlihat, mereka semua melanjutkan jalan. Menuju ke arah ruang Ortopedi. Semua langsung, membuat lega para anak-anak pelamar.
Jantung Jovi berdebar tidak karuan, melihat kejadian, yang baru saja terjadi itu. Keringatnya secara langsung, mengucur deras membasahi poni rambut.
"Huh untungnya dia hanya lewat," Jovi membatin di dalam hati.
Para pelamar langsung merapikan barisan. Yang mana staff HRD dari rumah sakit, terlihat memasuki ruangan. Memulai interview, yang diadakan pagi hari ini.
Suatu kebanggaan tersendiri, bisa sampai pada lolos interview. Jovi dan pelamar lain, merasakan begitu beratnya. Persyaratan, tes tulis, tes psikolog, yang diajukan pihak rumah sakit Wijaya.
"Sebelumnya selamat pagi, untuk semua pelamar yang sudah lolos, hingga tahap interview ini. Kita sudah melewati proses yang panjang dan test yang tidak main-main" ucap staff HRD mewakili.
"Sayangnya, saya pribadi sungguh menyayangkan, kejadian yang baru saja terjadi. kita harus kehilangan pelamar-pelamar hebat karena Pak Ernest," ucap perempuan berseragam rumah sakit.
Semua para pelamar perempuan, terdiam, mendengar serta mematuhi apa yang di tuturkan oleh staff HRD tersebut.
"Itu bisa kita dijadikan pembelajaran untuk kalian, sebab Tuan Ernest tidak akan memberikan toleransi pada kalian," kata perempuan bernama Farah itu.
"Saya harap, nantinya calon suster, bisa meminimalisir kesalahan kalian, saat sudah bekerja dengan dia," tuturnya begitu baik hati.
Jovi memberi waktu, memejamkan matanya rapat-rapat. Dirinya kembali mengatur nafas, menjadi rileks, meski nafasnya, masih saja belum stabil karena kejadian tadi.
Dari 30 pelamar yang lolos interview, kini hanya sisa 5 anak saja. Semua karena ulah Ernest. Beruntung interview berjalan secara lancar pagi ini.
Setelah sambutan dari staff HRD, semua dipersilahkan untuk menunggu di luar. Meski suasana tegang, sempat terjadi di aula rumah sakit Wijaya. Tapi interview, bisa dilakukan tertib.
*********************
Tidak berselang lama, setelah interview terlaksana, dan menunggu pengumuman. Siapa yang diterima, sebagai suster untuk Tuan Muda. Memberi waktu tangan Jovi, memanjatkan doa.
"Ya Tuhan, hambamu ini sudah berusaha sekuat tenaga. Sekarang hanya Engkau yang menjadi, maha penentu segala-Nya. Semoga aku lolos Tuhan, aamiin.."
Doa Jovi pagi ini.
Jovi lalu berjalan, dia menyusuri ruangan di rumah sakit. Beberapa kenangan, pernah dilewatinya, pada saat praktek kerja di RS Wijaya.
Semua kenangan itu, sedikit membuat senyum, tergambar jelas diwajah Jovi. Dirinya tidak menyangka, Tuhan masih memberikan izin, memijakkan kaki di tempat itu.
Ruang rekam medis, yang dilewatinya. Dimana dulu, Jovi sering membantu teman-teman pkl. Juga membantu pegawai dan sahabat Jovi, yang keteteran. Semua mengakar lagi di ingatan.
Bagi Jovi, masa kuliah dan magang di Rumah sakit swasta tersebut. Adalah kenangan yang indah, yang tidak dapat dibeli. Apalagi hal itu, sekarang tidak dapat terulang kembali.
"Lukanya saja masih belum mengering, sementara kaki dan tangannya masih di gips. tapi Tuan Muda, masih keras meminta untuk ke Jakarta" ucap salah satu perawat.
"Iya betul, lagian rekrutan suster non pengalaman, semakin membuat kondisi Tuan muda kita mengkhawatirkan," jawab satu perawat disamping nya.
"Aku juga heran, kenapa Tuan Ernest tidak mengambil perawat dari Rumah sakitnya sendiri saja," kata perawat tersebut.
Jovi melihat tidak sengaja, dua perawat cantik yang baru saja keluar. Dari salah satu ruangan. Sebelum akhirnya, berjalan pergi jauh.
'Katanya sih, untuk menelusuri kejadian yang dulu morat-marit di RS Wijaya,"
jawab pelan perawat berkacamata.
"Masa sih? nggak deh kelihatannya," perawat satunya justru menyangkal.
"Iya beneran, tapi nggak tau juga sih, aku juga nggak paham. kejadian apa, yang morat marit di RS," ucapnya.
Mendengar obrolan perawat rumah sakit, Jovipun tidak mengambil pusing. Menurut Jovi, apa yang dibicarakan oleh dua perawat tadi, tidak bisa dipercaya. Dan tidak masuk akal.
Apa hubungannya, perekrutan suster untuk Ernest? dengan kejadian yang pernah menimpa RS Wijaya. Apalagi Jovi juga tidak tahu, kejadian apa yang dimaksudkan perawat tersebut.
Perempuan berkulit putih itu, juga terlihat tidak mau, mencari tahu lebih banyak. Bagi Jovi, hanya cukup menuruti apa keinginan Fictor. sudah membuat Jovi aman dari potongan gaji.
Jovi lalu berjalan keluar, membawa mobil putih Honda Jazz miliknya. Dirinya keluar dari parkir RS Wijaya, hanya dalam hitungan menit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Safira
lanjut
2022-05-27
0
Acheuom Rahmawatie
menarik
2021-10-21
0
like
PA kbr suster Jovi dah kangen nih
2021-03-06
0