Ghani menyetir mobil sedannya secepat yang dia bisa karena jam pulang kantor dimana-mana macet. Jantungnya berdebar-debar mengetahui kemungkinan terburuk musuh orangtua Alexandra bisa melacak dirinya. Entah musuh yang mana karena mereka berpindah-pindah tempat dalam melakukan aksi agen mata-matanya.
Hampir setengah jam Ghani baru sampai ke gedung tempat Alexandra bekerja. Meskipun gedung ini di bawah perlindungan NYPD tapi tetap saja Ghani khawatir. Orang-orang seperti itu bisa menyamar sebagai apa saja.
Setelah memarkirkan mobilnya, Ghani segera masuk ke lift namun mata elangnya melihat ada sebuah mobil yang mengarah ke pintu lift dan ada seseorang disana duduk dengan mengenakan topi baseball yang menutup separuh wajahnya.
Perasaanku benar-benar tidak enak melihat orang itu.
Pintu lift pun menutup dan Ghani memencet tombol ke lantai dua tempat kantor Alexandra berada. Setelah sampai, Ghani bergegas menuju ruangan gadisnya dan tampak Alexandra masih memasukkan laporan ke dalam komputer.
"Alex" panggil Ghani.
Alexandra menoleh dan tersenyum judes. "Kamu tuh bisa nggak sih telpon nggak pakai acara bentak-bentak terus gak jelas gitu?"
"Maaf!" Ghani langsung memeluk Alexandra yang bingung kenapa pria tampan ini seperti dikejar setan. Wajahnya pucat dan seperti ada yang disembunyikan.
"G? Ada apa?" tanya Alexandra bingung.
Ghani melerai pelukannya lalu berlutut di depan Alexandra. "Apakah kamu memegang kasus pembunuhan apartemen One Manhattan?"
Alexandra mengerenyitkan dahinya dan terkejut "Ada pembunuhan di apartemenku?"
"Kamu tidak tahu?" giliran Ghani yang terkejut.
"Aku seminggu ini menginap di rumah Grandpa. Apa kamu lupa?" senyum Alexandra. Ghani menepok jidatnya. Dia benar-benar lupa ketika Alexandra mengatakan akan menginap di rumah Dr Robbins karena hendak membantu membereskan gudang.
"Ada pembunuhan di apartemenmu, seorang dokter bernama Alicia Troy, dokter di Bellevue. Dia tinggal di lantai empat."
Alexandra memekik pelan. "Alicia? Alicia tewas?" bisiknya sembari menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Kamu kenal dia?" tanya Ghani.
"Kamu sering bertemu di lift kalau berangkat kerja" jawab Alexandra apa adanya.
"Apakah kalian sempat mengobrol atau minum kopi bareng?"
Alexandra menyipitkan matanya. "Daniswara, kamu tidak sedang menginterogasi aku kan?"
"Anggap saja begitu" Ghani pun berdiri. "Ayo pulang, kita bicarakan di apartemenku." Ghani melihat ponselnya.
"Apartemenmu? Maksudnya apa G?" Alexandra kemudian mensave semua pekerjaannya dan mengambil tasnya.
Ghani menggandeng tangan Alexandre untuk keluar ruangannya. Gadis itu mematikan lampu dan menutup pintu ruanga kerjanya.
"Kenapa tidak ngobrol di ruangan kerjaku G?" tanya Alexandra bingung karena tiba-tiba Ghani mengajaknya pulang.
"Ada seseorang yang berusaha masuk ke gedung ini mencarimu" bisik Ghani. Alexandra celingukan mencari siapa yang dimaksud namun tidak melihat orang-orang yang mencurigakan.
Keduanya keluar dari gedung melalui pintu utama dan langsung naik taksi. Alexandra hanya diam saja karena melihat wajah Ghani yang tegang dan tangan pria itu tetap menggenggam tangannya.
Tangan Ghani terasa dingin. Pasti dia merasa tegang sekali.
Taksi kuning itu berjalan di padatnya kota New York dan menuju sebuah apartemen yang dekat dengan Central Park. Ghani dan Alexandra pun turun lalu masuk ke gedung itu.
Ghani mengambil kartu dari dalam dompetnya dan menempelkan di pintu masuk lalu keduanya masuk.
"Ghani, ini apartemen siapa?" tanya Alexandra setelah keduanya di dalam lift.
"Apartemen ku sayang" ucap Ghani.
Wajah Alexandra memerah. Pertama kalinya Ghani memanggilku 'sayang'.
"Kenapa harus ke apartemen mu?"
"Karena kamu sudah tidak aman di apartemenmu."
"Gara-gara Alicia Troy?" selidik Alexandra. Ghani mengangguk. Lift sudah sampai di lantai enam dan Ghani sambil menggandeng Alexandra menuju apartemennya. Setelah memasukkan password, sidik jari dan scan kartu, keduanya masuk dan Alexandra terpesona dengan rapihnya apartemen Ghani.
"Wah G, apakah kamu yakin tidak memiliki OCPD ( Obsessive Compulsive Personality Disorder )?" goda Alexandra.
"Kenapa? Karena apartemenku rapih?" balas Ghani.
Alexandra mengangguk. "Aku hanya suka melihat rumah rapih dan bersih saja" lanjut Ghani. "Kamu harus bertemu dengan mommyku. Beliau paling tidak bisa melihat rumah berantakan, bahkan kakak angkatku lebih clean freak dari aku."
"Kalau Rhea?"
Ghani tersenyum mendengar nama adiknya disebut. "Dik Rhea harus rapih rumahnya karena dia punya alergi debu dan bulu binatang." Ghani menuju dapur dan membuat kopi. "Malam ini kamu tidur sini ya Lex."
Alexandra terkejut. "Aku belum mengabari Grandpa!"
"Nanti kita telpon sama-sama."
Alexandra membuka mantelnya dan duduk di sofa ruang tengah apartemen Ghani yang terdapat jendela besar menjadi pemandangan gedung-gedung di New York.
Gadis itu mengenakan rok rajutan bewarna merah yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Lalu dia berjalan ke arah jendela melihat pemandangan.
Ghani yang sedang membawakan dua cangkir kopi, terpesona melihat dokter Jalapeno yang mulai dia sayangi.
"Lex, berdiri disitu. Aku foto." Ghani mengambil ponselnya setelah meletakkan dua cangkir kopi dan mulai memfoto Alexandra.
Masyaallah cantiknya. Ghani sampai harus menelan salivanya melihat hasil fotonya.
"Ghani, kamu hutang penjelasan padaku!" Alexandra duduk di sebelah Ghani.
Ghani menatap Alexandra. "Alicia Troy. Apakah kamu sadar kalau kalian mirip?" Alexandra menggeleng.
"Aku sudah memeriksa TKP tempat Alicia tewas."
"Bagiamana Alicia meninggal? Jujur aku tidak tahu karena aku tidak mengautopsi dirinya. Kemarin hingga hari ini aku hanya mengautopsi korban dari kasusnya Raymond, dua korban kecelakaan lalulintas dan kecelakaan di danau."
"Seseorang membuatnya seperti sleeping beauty tapi sebenarnya dia meninggal karena diberikan racun yang aku belum tahu racun apa. Tammy Young, detektif yang menyelidiki kasus itu menduga racun ikan buntal yang dimasukkan ke dalam tubuh Alicia." Ghani memandang serius ke Alexandra. "Aku rasa musuh masa lalu kedua orangtuamu muncul kembali."
Alexandra terkesiap. "Tapi, G, aku tidak pernah berhubungan dengan CIA sudah setahun ini bahkan pemakaman kedua orangtuaku saja aku tidak bisa menghadiri."
"Sementara kamu tinggal disini bersamaku. Kamu lebih aman daripada disana."
"Seriously Ghani, apa kata orangtuamu jika tahu anaknya tinggal bersama dengan seorang gadis apalagi aku tahu bagaimana kedua orangtuamu. Rhea banyak bercerita tentang keluarga kalian."
Ghani tampak berpikir. "Bagaimana kalau kita menikah?"
Alexandra melongo lalu tertawa kecil. "Ghani, kita saja hubungan nggak jelas gini. Perasaan kita ribut terus."
"Kalau kita menikah, aku bisa melindungi mu lebih dari yang sekarang." Ghani menjeda sejenak. "Lagipula Daddy aku sudah merestui kalau aku menikah dengan mu."
"Haaaahhhh?"
***
"Jadi benar ya AJ?" tanya Ghani setelah melihat Alexandra tidur di kamar tamu jadi dia bisa berkomunikasi dengan AJ dan agen St Clair.
"Tampaknya dia orang yang sama, Giandra" ucap agen St Clair.
"Karena kedua orang tua Alexandra menggagalkan penjualan organ manusia tapi pemimpinnya lolos. Apakah kasus anak kecil yang aku tangani dulu juga terkait?" tanya Ghani.
"Iya!" jawab AJ dan Agen St Clair bersamaan.
Ghani memegang pelipisnya. Alexandra dan aku sama-sama dalam bahaya.
***
Yuhuuu Up Pagi Yaaaaa
Maaf agak berat ceritanya. Jujur Eike lagi belajar membuat cerita thriller begini gegara terinspirasi dari Agatha Christie, Dan Brown, S.Mara Gd ... itu kalau buku tapi kalau film... Banyaaaakkk.
Semoga nggak terkenyut yaaaa biasanya Gesrek malah serius diriku.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
This Is Me
Kembali baca karya kak Hana dari awal.
Qweren² banget euy.
Jadi spt lagu Kla Project : Tak Bisa Ke Lain Hati, dalam hal ini : Tak Bisa ke Lain Author 😉
2025-04-16
1
Murti Puji Lestari
suka keren gini kok ceritanya👍
2024-08-13
1
🥰Siti Hindun
selain genre horor,aku jg suka cerita dengan genre seperti ini..
2023-12-21
1