Dua Bulan sebelum Rhea kecelakaan
Ghani dan Raymond Ruiz mendatangi kamar mayat forensik guna mengetahui korban pembunuhan yang sedang mereka tangani. Dua detektif tampan itu datang ke kantor koroner untuk bertemu dengan dokter Robert Robbins yang biasa dipanggil Dr Robbins.
Sesampainya disana, Ghani mencari dokter yang sudah berusia lanjut namun masih energik meskipun harus memakai kruk karena kakinya kecelakaan waktu masih muda.
"Dok Robbins" panggil Ghani sedangkan Raymond masih melihat-lihat para dokter muda yang bekerja disana.
"Sebelah sini Giandra."
Ghani pun masuk ke ruang autopsi dan tampak Dr Robbins sedang memeriksa korban pembunuhan Ghani dan Raymond.
Namun dia tidak sendirian. Ghani mengernyitkan alisnya yang hitam demi melihat seorang gadis berambut coklat dengan wajah dingin disana sedang menuliskan sesuatu.
"Siapa dia?" tuding Ghani dengan dingin. Ada ya cewek cantik berani masuk ruang autopsi dengan baju model begitu! Mana bibirnya merah lagi! Salah ruangan atau gimana sih?
"Giandra, dia cucu ku. Seorang dokter forensik juga namanya Alexandra Cabbot." Dr Robbins meminta Alexandra untuk berkenalan dengan Ghani. "Alex, itu detektif Giandra dan detektif Ruiz."
"Hai. Aku Alex. Senang berkenalan dengan kalian" ucapnya lalu kembali menulis.
Ghani melongo sedangkan Raymond mengerjap-kerjapkan matanya tidak percaya.
"Whoah! Bro, baru kali ini ada cewek yang tidak terpesona dengan kita!" kekeh Raymond.
"Matanya perlu diperiksakan ke dokter kayaknya" sahut Ghani asal.
Alexandra pun berdiri dan berjalan menuju Ghani.
"Mataku bagus! Tidak perlu diperiksakan ke dokter mata! Lagian apa sih bagusnya kalian kalau nantinya juga akan terdampar di meja stainless dingin seperti korbanmu!" sergah Alexandra memandang Ghani judes.
"Heh! Kamu doain kita mati terus kamu autopsi gitu? Benar-benar deh!" Ghani membalas menatap mata hazel itu. "Lagipula aku nggak yakin kalau kamu cucu Dr Robbins. Mulutmu pedas seperti jalapeno!"
"Kamu kira mulutmu nggak pedas? Ibumu sebenernya ngidam apa sih waktu hamil kamu?"
"Jangan bawa-bawa mommyku!" balas Ghani.
"Ternyata kamu tuh anak mommy juga ya?" sinis Alexandra.
"Kalau iya kenapa? Mommy adalah wanita hebat di mataku!"
Keduanya masih adu pandang dengan galak.
"Giandra! Alexandra! Sudah! Kalian tuh baru pertama kali ketemu kok sudah berantem!" tegur Dr Robbins. "Sudah! Alex, duduk dan segera selesaikan laporan forensiknya."
Alexandra mendengus di depan Ghani dan langsung berbalik dengan mengangkat wajahnya. Samar-samar Ghani mencium parfum berbau green tea yang menyegarkan.
Raymond Ruiz hanya menahan tawanya melihat partnernya untuk pertama kalinya bertengkar dengan perempuan. Biasanya Ghani paling malas ribut dengan perempuan meskipun membuatnya jengkel.
"What's going on with you bro?" kekeh Raymond Ruiz.
"Dunno" jawab Ghani apa adanya.
"Oke detektif, ini hasil autopsi korban pembunuhan kalian. Korban tewas karena dicekik dan aku sudah mengambil sidik jari yang tertinggal." Dr Robbins menyerahkan hasil foto yang diperbesar menunjukkan sidik jari disana.
"Pihak CSI juga sudah mengambil beberapa bukti seperti DNA, beberapa kotoran di tangan dan sebuah kertas yang digenggam korbanmu."
"Jadi kalian menunggu hasil sidik jari pelaku dari pihak CSI. Ohya, korban kalian dalam kondisi hamil sepuluh Minggu dan aku sudah mengambil DNA dari janin disana dan kalian tinggal mencari siapa ayah bayi itu."
"Aku rasa pria itu yang membunuhnya" gumam Raymond.
"Kita ke lab CSI sekarang. Siapa tahu sidik jarinya sudah muncul sembari menunggu hasil tes DNA." Ghani pun berpamitan ke Dr Robbins. "Thanks Dok. Bye cewek jalapeno."
Raymond hanya tertawa melihat wajah judes Alexandra Cabbot sedangkan Dr Robbins hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Siapa sih dia, Grandpa?" tanya Alexandra.
"Namanya Ghani Giandra, orang Indonesia yang bekerja di NYPD. Dia sudah punya green card jadi bisa masuk. Dia cerdas, Lex. Lulusan Harvard Law School tapi memilih menjadi detektif."
"Aku nggak suka gayanya. Nyebelin!" sungut Alexandra.
"Mungkin kaget lihat kamu cantik begitu jadi ngawur ngomongnya" kekeh Dr Robbins.
"Menyebalkan!"
***
Ghani menunggu hasil pemeriksaan sidik jari di ruang CSI yang berada diatas kamar mayat. NYPD sengaja membuat gedung yang menjadi satu ruang autopsi dengan ruang forensik jadi memudahkan para petugas kepolisian untuk mendapatkan hasil forensik guna menunjang penyelidikan.
"Giandra, ini hasil sidik jarinya." Mac Tyler memberikan berkas kepada Ghani sedangkan Raymond sedang ke ruang DNA.
"Thanks Mac." Ghani pun membuka berkas dan terkejut melihat hasilnya. "Ini nggak salah kan Mac?"
Petugas CSI Mac hanya mendengus kasar. "G, aku sudah sepuluh tahun di CSI. Track record ku bagus!"
Ghani nyengir. "Hanya memastikan Mac, jangan marah."
"Dasar anak sekarang!" omel Mac.
"Ini kan bossnya Mac! Oke thanks. Akan aku tangkap dan kubawa ke ruang interogasi."
"Aku rasa dia membunuh gadis malang itu karena hamil. Partner mu sedang ke ruang DNA kan? Taruhan dua cangkir kopi, dia pembunhnya."
Ghani tertawa. "Dasar! Thanks Mac! Aku mau ke partnerku dulu."
"Anytime G!" sahut Mac yang masuk ke ruang steril untuk memeriksa kasus lainnya.
Ghani mendapatkan Raymond yang sedang merayu ahli DNA bernama Mary Stewart untuk mempercepat penyelidikan.
"Please Mary, seperti di film-film itu lho dalam waktu beberapa jam langsung nongol hasilnya" rengek Raymond.
"Nggak bisa seperti itu Ray" ucap ahli DNA berusia 40 tahun itu. "Giandra, seret partner mu ini! Bikin pusing aku saja!"
Ghani tertawa. "Sorry Mary, dia memang begitu." Lalu dia menyeret Raymond untuk ikut dengannya.
"Sidik jari sudah cukup untuk mendapatkan tersangka Ray." Ghani pun menyerahkan berkas hasil sidik jari yang diberikan Mac Tyler.
"Bossnya?"
"Kemungkinan besar begitu. Kita bawa sekarang ke markas dan interogasi dia."
"Berangkat!" seru Raymond.
***
Ghani menikmati kopi di tangannya. Hari ini sangat melelahkan karena proses penangkapan boss korban sempat membuatnya harus membanting pria itu.
Seperti dia dan Raymond duga, pria itu ketakutan ketika selingkuhannya hamil dan hendak memberitahukan pada istrinya. Dia takut istrinya tahu dan akan menceraikannya karena selama ini istrinya yang membiayainya.
Lagi-lagi alasan klasik untuk membenarkan pembunuhan. Hasilnya apa? Toh istrinya tetap menceraikannya dan dia dipenjara.
Di sini, di Starbucks, Ghani menenangkan otak dan fisiknya. Dia sangat menyukai pekerjaannya tapi terkadang dia lelah jika orang terus menerus melakukan kejahatan.
Tiba-tiba matanya melihat seseorang yang dikenalnya.
Dokter Jalapeno.
Ghani tersenyum smirk. Cantik-cantik pedes!
Alexandra yang merasa dipandangi pun mencari-cari siapa yang memandang dirinya. Wajahnya menjadi kesal melihat siapa yang berada di sudut cafe.
Detektif anak mama!
Alexandra memutar matanya malas. Kok bisa ketemu disini sih! Dengan banyaknya counter Starbucks di Manhattan. Manis tapi nyebelin.
Ghani dan Alexandra saling memandang namun setelah itu keduanya sama-sama membuang muka.
***
Yuhuuu Up Malam Yaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
wah cantik cantik pedes ketemu detektif anak mama,manis tapi nyebelin😅😅😅
2024-08-13
1
Herlina Lina
pedes pedes tmpt km plg nanti
2024-04-16
1
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
gitu² calon masa depanmu G. hehehe
2023-11-07
1