Pasca insiden di gedung pengadilan...
Ghani masih berkutat di meja kerjanya untuk membuat laporan kasus pembunuhan yang berhasil mereka pecahkan. Ghani teramat bersyukur karena CCTV banyak membantu mereka menangkap pelaku kejahatan.
"Giandra!" panggil Kapten Briscoe.
"Yes kap!" sahut Ghani dengan masih menulis laporan.
"Masuk!"
Ghani pun meletakkan bolpoinnya lalu masuk ke dalam ruangan kaptennya.
"Tutup pintunya Giandra." Ghani pun menutup pintu ruangan kapten Briscoe. "Duduk!"
Ghani pun duduk di depan meja kerja kapten Briscoe.
"Begini Giandra, FBI meminta seluruh jajaran kepolisian di Amerika Serikat untuk mengirimkan kandidatnya untuk pendidikan disana. Nanti selama pendidikan dua tahun, kamu bisa kembali ke NYPD atau bergabung dengan FBI. Aku mengirimkan lima kandidat dan salah satunya kamu. Jadi dalam waktu dekat akan dilaksanakan seleksi dari lima kandidat yang aku ajukan."
Ghani melongo. "FBI?"
Kapten Briscoe mengangguk. "So? Setuju ikut seleksi?"
"Yes kap!"
"Good. Nanti kamu diberitahu jadwal seleksinya."
Ghani pun mengangguk lalu keluar dari ruang kapten Briscoe.
***
"Kamu kenapa dipanggil si kapten?" tanya Raymond.
"Disuruh ikut seleksi ke FBI."
Raymond Ruiz menghentikan pekerjaannya dan menatap Ghani. "Seriously bro?"
Ghani mengangguk. "That's a big step!"
"I know Ray. Cuma untuk lolos atau nggak, aku belum tahu."
"Aku yakin kamu lolos G."
"Semoga, karena aku tertarik bekerja di BAU."
***
Alexandra masih berkutat untuk mengautopsi seorang korban overdosis heroin. Meskipun sudah tahu pria itu meninggal over dosis, tetap saja pihak NYPD memintanya untuk mengautopsi karena ada hal yang ganjal.
Suara Elly Duhè terdengar di ruang autopsi itu. Alexandra memang tidak suka ruang autopsi sepi.
"Tie me tie me down" senandungnya sambil mengeluarkan organ dalam korban. Dengan telaten Alexandra menimbang hati, ginjal, jantung serta memeriksa paru-paru.
"Look mister, mau bagaimana pun kami juga bakalan mati enam bulan lagi melihat kondisi jantung dan ginjal mu ini." Alexandra hanya tidak paham kenapa orang suka sekali menggunakan heroin atau kokain padahal itu malah merusak kesehatan.
"Tuhan memberikan kamu tubuh dan organ tubuh yang sehat tanpa kekurangan apapun tapi engkau malah merusaknya. Itu namanya nggak bersyukur."
Alexandra masih saja berkutat sambil memarahi seonggok tubuh yang sudah terbuka semua.
"Bahkan lambungmu sampai rusak begini?" Alexandra masih ngedumel.
"Wait a minute. Ini seharusnya tidak berada disini."
Alexandra mulai mengambil sebuah peluru BB yang berada di dalam lambung. "Kok kamu bisa disini?"
"Ada apa Alexandra?" tanya Dr Robbins yang baru saja datang.
"Aku menemukan peluru BB yang ada di lambung pria yang overdosis ini grandpa."
Dr Robbins mengerenyitkan alisnya. "Peluru BB?" Pria tua itu kemudian membuat gerakan seolah sebuah pistol masuk ke dalam mulutnya. "Apa kemungkinan seperti ini?"
Alexandra mengangguk. "Suhu hati menunjukkan dia meninggal kurang dari 24 jam tapi untuk mengetahui apakah dia mati akibat peluru BB atau overdosis, masih aku cari. Karena aku baru menemukan pelurunya."
"Ayo grandpa bantu."
"Terima kasih Grandpa."
***
Ghani menatap Alexandra dan Dr Robbins setelah membaca laporan hasil autopsi yang mereka lakukan.
"Meninggal karena penembakan peluru BB dari mulut hingga membuat lambung terluka lalu disuntikan heroin dosis tinggi?"
Ghani memeriksa lagi laporan lalu menatap keduanya.
"Peluru BB?"
"Peluru BB" ulang Dr Robbins sedangkan Alexandra hanya memandang dingin ke arah Ghani.
"Aku tidak menemukan pistol BB di TKP." Ghani tampak berpikir.
"Tanpa harus disuntikan heroin pun, orang itu juga akan meninggal dalam waktu enam bulan" sahut Alexandra. "Organ tubuhnya sangat-sangat buruk."
Ghani menatap Alexandra. "Bibir Jalapeno mu emang pedes ya dr Alexandra."
"Besok lagi kalau bawa mayat, jangan yang selalu ketemu kamu, detektif Giandra. Risih kupingku setiap saat kamu bilang aku bibir Jalapeno!" Alexandra menatap tajam Ghani yang dibalas sama dengan pria itu.
Dr Robbins hanya tersenyum. "Lama-lama aku nikahkan kalian!" kekeh Dr Robbins.
"AAAPPAA???" seru keduanya.
***
"Peluru BB? Peluru BB?" seru Raymond. "Tapi kita tidak menemukan pistol BB disana, G."
"Sepertinya kita harus memeriksa ulang TKP Ray. Ayo kita berangkat kesana."
Keduanya pun berangkat ke sebuah apartemen di daerah Bronx dan masuk ke dalam setelah sebelumnya melepaskan police line bewarna kuning.
"Uh baunya!" umpat Raymond sambil menutup hidungnya sedangkan Ghani langsung memakai sarung tangan agar tidak meninggalkan sidik jari.
"Lemari sudah kita bongkar kan kemarin Ray?" tanya Ghani sambil membuka lemari baju yang baunya seperti baju busuk hampir dua Minggu tidak dicuci.
"Sudah! Aku dan Susan, anggota CSI yang membongkar sembari mencari barang bukti."
Ghani mulai memeriksa satu persatu sisi-sisi di lemari itu setelah menyingkirkan baju-baju bau itu. Dirasakannya ada satu sisi lemari yang agak berbeda dan pria itu mengeluarkan pisau lipatnya lalu mencongkelnya.
"Ray!" teriaknya.
"What?" Raymond pun menghampiri Ghani. "Whoah!" Ternyata di dalam lemari itu ada ruang rahasia.
Tampak disana ada dua bungkus bubuk putih kokain sekitar satu kilo dan pistol. Raymond mengeluarkan kantong plastik untuk barang bukti lalu memasukkan dua bungkus kokain dan kantung satu lagi untuk pistol BB.
"Kok aku nggak Nemu ya kemarin?"
Ghani hanya terkekeh. "Kamu dan Susan saling ribut bau baju yang aduhai jadi nggak teliti."
Keduanya lalu memeriksa lagi di dalam lemari rahasia itu dan menemukan sebuah buku hitam disana. Ghani membuka buku itu dan terdapat catatan tentang transaksi narkoba.
"Pria ini makin membuat kepalaku pusing!" umpat Raymod.
"Sudah. Kita bawa semua barang bukti ke tim di lab CSI. Tampaknya akan makin dalam kita menyelidiki, semakin kita harus bekerja sama dengan unit narkoba."
Raymond memasukkan barang bukti itu kedalam kantong kertas dan keduanya keluar dari TKP dan menguncinya.
Ketika mereka hendak masuk ke dalam mobil, Ghani dan Raymond melihat sebuah mobil sedan melintas melewati mereka dan mengeluarkan senjata otomatis.
"Ray! Menunduk!" Ghani dan Raymond lalu berlindung di balik mobil mereka sedangkan dari dalam mobil itu suara micro Uzi ditembakkan.
Ghani dan Raymond memegangi kepala mereka sedangkan orang-orang disana lari kocar-kacir berusaha berlindung dari tembakan membabi-buta mobil sedan itu.
Setelahnya mobil itu tancap gas dan melarikan diri. Ghani dan Raymond tidak bisa melihat plat nomor polisinya tapi mereka melihat ada CCTV jalan disana.
"Apakah ada casualties?" Ghani melihat di sekelilingnya sedangkan Raymond sudah meminta bantuan dari markas.
Ghani melihat seorang wanita tergeletak terkena tembakan dan dia tewas.
"Damn it!" umpatnya.
"G, di sebelah sana juga ada casualties. Seorang anak kecil." Raymond menunjuk sesosok tubuh kecil yang tergeletak.
Ghani semakin lemas.
***
Yuhuuu Up Siang Yaaaa
Maaf agak telat hari ini coz Eike kurang tidur demi menyelesaikan Rain supaya lolos kontrak.
Kalau Ghani penuh adegan action atau berbau-bau forensik yaaa dimaklumi. Kasih input ya suka ga genre begini?
Eniwaiii thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
suka mbak, seru macam nonton film detektif ☺
2024-08-13
1
Murti Puji Lestari
betul dr Robbins nikahkan saja mereka berdua 😅
2024-08-13
1
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
tenang Mom.. Aku santai aja.. sudah biasa liat film dan baca novel action, psycho, mafia, detektif, horor dan lain. /Coffee//Rose/
2023-11-07
1