"Jangan pernah menolak siapapun yang hadir dalam hidup kita. Karena orang baik memberi kita kebahagiaan, dan orang kurang baik memberikan kita pengalaman. Keduanya penting untuk kita jadikan pelajaran, masing-masing membawa peran yang berbeda"
Aku melirik ke arah tempat tidur tepat ketika membuka pintu kamar mandi. Di atas meja yang nggak jauh dari ranjang, ada secangkir teh lemon yang baru ku seduh masih mengepulkan asap panas. Pemiliknya masih terlelap di bawah selimut.
Hari pernikahan kami sudah lewat dua hari yang lalu. Tapi aku masih berfikir percaya nggak percaya melihat siapa yang tidur di sampingku ketika bangun.
Lelaki yang sudah mengucapkan Ijab Qobul di depan papi, dimana makna ikrar itu bisa di katakan sebagai serah terima anak perempuan pada suaminya, untuk menggantikan tanggung jawab ayahnya pada sang menantu. Pria itu cukup kecewa karena kegagalannya di malam pertama.
Aku membayangkan wajahnya yang memerah, ketika memberitahukan bahwa aku masih datang bulan.
Sembari menunggu pria itu bangun, aku duduk di kursi sambil menyesap manisnya teh. Pikiranku melayang ke beberapa jam lalu ketika mas Aksa mengikrarkan sumpah setianya padaku seumur hidup.
Dia begitu lantang menjawab kalimat ijab dari papi tanpa kesalahan sedikitpun.
"Saya terima nikah dan kawinnya Khansa Laura Dhaniswara dengan uang tunai (2.000.000) dirham Uni Emirate Arab, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah.”
Air mataku jatuh bersamaan dengan kata sah dari para saksi, apalagi saat sang penghulu melafazkan do'a untuk kelanggengan rumah tangga kami, benar-benar pernikahan itu bak mimpi yang belum bisa ku percayai sampai detik ini.
Selama prosesi pernikahanpun ada beberapa media yang menyorot meliput jalannya acara. Disini aku masih nggak paham kenapa media masih terus mengikuti mas Aksa sementara dia bukan seseorang yang terkenal. Seharusnya nggak menjadi berita pernikahan artis yang kerap muncul di acara gosip hingga berhari-hari. Adapula media yang mengatakan bahwa aku menjadi orang ke tiga dalam hubungan mas Aksa dan mba Sesil, tetapi berita pernikahan kami yang tergolong mewah, mampu meredupkan berita yang mengatakan aku sebagai perusak hubungan mereka.
Aku merasa nggak peduli dan nggak terusik dengan berita itu, sebab pada kenyataannya aku bukanlah orang ketiga di antara hubungan mas Aksa dan mbak Sesil. Kami sepakat menikah karena desakan orang tua yang memang sudah menjodohkan kami, dan itu terjadi pada saat mas Aksa sudah memutuskan hubungan dengan Sesilia. Meskipun ada beberapa netizen yang membuliku, tapi ada begitu banyak yang juga mendukungku, dan malah banyak yang baper dengan pernikahan kami.
Lamunanku buyar ketika pria itu menggeliat di atas kasur. Enggak lama setelah itu dia bangkit, dan terduduk di tepian ranjang. mengenakan kaos tipis dan celana pendek, rambutnya terlihat acak-acakan, dia menolehkan wajah ke arahku dan melihatku dengan mata yang masih setengah terpejam.
"Selamat pagi" sapaku sambil tersenyum.
"Hmm, Pagi" sahutnya parau sambil menyibakkan selimut. Bangkit dari duduknya, kemudian berjalan masuk ke kamar mandi.
Manik hitamku mengekor mengikuti tubuh mas Aksa yang tahu-tahu menghilang di telan pintu.
Aku mengalihkan pandangan ke arah ranjang yang biasanya hanya ada aku, ponsel, laptop dan beberapa kertas catatan keuangan restauran. Ada juga buku resep olahan makanan dari berbagai negara, yang biasa aku lihat sebelum mata mengantuk. tapi tadi malam, ngga ada sama sekali benda-benda itu menemaniku. Bahkan ponselpun aku nggak tahu ada di mana sebab mas Aksa yang menyimpan.
Kemarin usai resepsi, kami hanya menginap satu malam di hotel, padahal jatahnya dua malam. Tapi berhubung kami ngga bisa melakukan apapun di sana, akhirnya memutuskan pulang ke rumah papi. Dan dua hari kemudian kami akan bulan madu ke paris.
Suara pintu terbuka membuat pandanganku berpaling ke arahnya, bertelanjang dada dia berjalan menghampiriku. Aku bangkit berniat untuk mengambilkannya kaos yang sudah ku sediakan beberapa hari sebelum pernikahan kami. Kaos baru yang sengaja ku beli khusus untuk dia jika singgah di rumah orang tuaku.
Aku menyerahkan kaos berkrah padanya, usai dia memakainya dia mengecup bibirku singkat.
"Mau sarapan apa?" tanyaku ketika mas Aksa berjalan menuju meja dan meraih secangkir teh lemon.
"Aku biasa makan apa saja"
Ku lirik jam di atas nakas menunjukan pukul sembilan. Tadi saat aku turun hendak membuat teh untuk mas Aksa, mami dan bi Siti sedang sibuk memasak, aku sekalian ijin nggak ikut sarapan bareng pagi ini. Dan saat ini aku yakin sudah tidak ada orang di rumah. Papi sudah ke kantor, mami sama bang Emir juga pasti sudah ke rumah sakit, dan Meira ke kampus.
"Aku akan buatkan sandwich untukmu"
Setelah mas Aksa mengiyakan, aku bergegas melangkahkan kaki menuju dapur. Pikiranku sebenarnya teringat tatapan mbak Gina istri dari Mas Lasetya. Mas Lasetya adalah anak dari tante Ami. Sedangkan tante Ami adalah anak angkat kakek Dito dan nenek Nimas. Itu artinya mas Lasetya dan mas Aksa adalah saudara sepupu.
Dan mbak Gina, dia seperti tidak suka padaku. Aku berprasangka seperti itu karena aku tahu dia selalu membuang muka dan nggak pernah tersenyum jika berhadapan denganku.
Entah apa yang melatar belakangi ketidak sukaannya padaku, yang jelas aku merasa risi dengan tatapan sinisnya.
Sementara, aku belum membicarakan ini pada mas Aksa, sebab hubungan kami masih baru, takutnya nanti malah berdampak pada hubunganku dan mas Aksa.
Saking larutnya dalam pikiranku sendiri, sampai nggak sadar kalau mas Aksa tahu-tahu sudah duduk di kursi makan. Tubuhku sempat berjengit karena kaget saat melihatnya, dan itu membuat mas Aksa justru tersenyum.
"Kok nggak ngomong kalau sudah duduk di situ?"
Mas Aksa hanya tersenyum sambil menyesap teh lemon yang tersisa sedikit.
"Kamu mikir soal berita di tv? tanya mas Aksa seolah menerka apa yang aku pikirkan. Tadi sebelum ke dapur, aku sempat menyalakan televisi di ruang tengah, dan tepat ketika mengganti chanel, berita pernikahanku muncul. Ada banyak hal yang mereka bahas di acara gosip. Mulai dari gosip yang menyudutkanku, biaya pernikahan kami, sampai kalung Ocean yang ku kenakanpun tak luput dari pembahasan.
"Sesilia itu pintar sekali berakting" lanjut mas Aksa. "Sesuai dengan pekerjaannya, selain itu dia juga pintar menggiring opini" mas Aksa mengatakan itu karena mungkin mendengar suara tv yang masih menyala.
"Harusnya kita bikin privat aja kemarin" timpalku berusaha keluar dari topik itu.
"Percuma saja, kamu tahu kan siapa saja kenalan aku, mulai dari para dokter yang juga seorang artis, para pengusaha, vendor, kolega dari perusahaan Dandelion group"
Benar juga apa yang dikatakan mas Aksa. Percuma kalau pernikahan di bikin privat, belum lagi mas Aksa yang pernah berpacaran dengan artis papan atas.
"Ada kemungkinan kalau Sesilia bisa merusak rumah tangga kita nggak si?" tanyaku sambil membawakan dua potong sandwich. "Aku mikirnya tuh dia masih cinta sama kamu?" lanjutku sambil duduk di samping mas Aksa.
"Kayaknya si enggak, dia nggak akan mencemarkan nama baik yang bisa membuat popularitasnya turun" Usai mengatakan itu, mas Aksa menggigit roti isi yang ku buat. "Dia mudah move on, apalagi seorang artis, sangat mudah bagi dia mencari pacar yang lebih segalanya dariku" Mas Aksa melambatkan gerakan di mulutnya, lalu menatapku penuh selidik. Setelah kunyahannya sudah tertelan sempurna, dia kembali berkata. "Kamu nggak terganggu dengan berita-berita itu kan?"
"Aku sama sekali nggak terganggu. Aku justru terganggu pada tatapan mbak Gina istri mas Lasetya"
Mendengar ucapanku, pandangan mas Aksa yang tadi sudah beralih ke arah meja, kini kembali memusatkan padaku.
Bersambung
Regards
Ane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Vina Suzanna
kasian aksa gagal unboxing ... 🤣🤣🤣
2022-02-07
0
nonce
cemburu kali
2022-01-15
0
Lili Suryani Yahya
😂😂😂😂😂, ternyata gagal ngehajar yaaaaa Mas
2022-01-15
0