Seperti pagi-pagi sebelumnya, Aksa akan bangun terlambat karena dia selalu pergi ke rumah sakit setiap jam sembilan. Entah kenapa Aksa benar-benar tidak bisa bangun pagi dan selalu bermalas-malasan di atas ranjang sebelum pergi bekerja.
Lelaki itu bahkan sering melewatkan sarapan pagi, dan hanya jika sempat, akan menghabiskan sarapan yang selalu nenek sediakan di dalam kamarnya.
Sedangkan untuk urusan perusahaan milik sang kakek, dia menyerahkan sepenuhnya pada asisten pribadinya. Karena dia benar-benar tidak tertarik dengan dunia bisnis.
Fajar, pria berusia tiga puluh tahun sudah mengabdikan diri selama lima tahun terakhir. Pengambil keputusan jika Aksa tidak datang ke kantor.
Sepak terjang yang cukup bagus dalam mengelola perusahaan Dandelion Grup, membuat Aksa mempercayakan tugasnya pada Fajar.
"Aksa" panggilan Kakek di sertai dengan ketukan pintu terdengar sedikit tegas. bertelanjang dada, Aksa buru-buru bangkit dan mengambil langkah seribu untuk membuka pintu, bahkan ia tak memperdulikan penampilanya yang masih acak-acakan karena baru bangun tidur.
"Kamu belum mandi?" tanya kakek Rudito ketika pintu sudah terbuka. Beliau menggelengkan kepala saat mendapati sang cucu masih terlihat kusut.
"Belum kek"
"Bukankah kakek sudah bilang kita akan pergi ke kantor sebelum kamu ke rumah sakit?"
Tak merespon ucapan kakek, Aksa membalikan badan lalu melangkah menuju lemari, mengambil handuk bersih dan setelah itu, langsung berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri karena kakek pasti akan marah jika permintaannya tidak di turuti.
"Kakek tunggu di bawah" kata Aksa saat di ambang pintu kamar mandi. "Tiga puluh menit lagi aku turun"
"Lebih dari tiga puluh menit, kakek akan pergi sendiri" balas kakek, nadanya sedikit tersisipkan ancaman.
"Hmm" sahutnya lalu menutup pintu kamar mandi.
Sesuai kesepakatan tadi malam, Aksa harus menemani kakek menemui sahabat baik dari almarhum papahnya. Kakek bilang sahabat papanya memiliki anak perempuan dan firasat Aksa mengatakan mereka akan menjodohkannya sebab kakek selalu memuji anak dari teman papanya.
Kakek bercerita kalau anak dari sahabat papahnya itu adalah seorang pengusaha muda yang mengelola beberapa restauran tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Selain sebagai wirausahawati, gadis itu juga pandai memasak, dan masakannya sangat enak. Itu kata kakek, yang selalu tersenyum saat menceritakan gadis bernama Sasa. Kakek juga bilang bahwa istri dari Anjar adalah seorang dokter.
Dokter Diana Aisah Rahmania. Usai mandi, Aksa mencari daftar dokter di rumah sakit Kasih Bunda. Dia sangat penasaran seperti apa ibu dari gadis itu, kenapa kakek begitu menyukainya.
Sekian menit berlalu, Aksa sudah menemukan profil dokter Diana. Dan detik itu juga dia benar-benar di buat takjub saat membaca informasi bahwa dokter Diana menjadi kepala rumah sakit di Kasih Bunda.
"Hebat juga, beliau di nobatkan sebagai dokter umum dengan pasien terbanyak" tanpa sadar mulutnya bergumam.
Menggembungkan mulut, Aksa melipat laptopnya lalu segera melangkah keluar kamar.
"Selamat pagi kek, pagi nek" sapanya sembari menarik kursi lalu duduk. "Maaf kek, sudah menunggu lama"
"Kamu di biasakan bangun pagi dong Aksa, kamu itu bukan anak kecil yang setiap hari harus di bangunin" ucap nenek yang masih kuat di usia senjanya.
"Ini lagi berusaha kok nek"
"Dari dulu berusaha terus" potong kakek tanpa menatap wajah Aksa. "Aturanmu kan memang paling benar dari pada aturan kakek dan nenekmu, jadi meskipun berusaha, tetap saja aturanmu yang di pakai"
Dia tak berani menyanggah ucapan kakeknya, Sang kakek memang menyayanginya, tapi ketegasannya tetap berlaku meski dia adalah cucu kesayangan.
"Kita jadi nemuin teman papah kek?"
"Jadi dong" sahut kakek semangat. Sepertinya Rudito sangat antusias sekali bertemu dengan sahabat anaknya saat kuliah di Australia.
Aksa mengerjap lalu menghembuskan napas agak berat dan meraih sendok yang nenek sodorkan.
"Kamu harus tahu, kalau om Anjar dulu sudah bantuin perusahaan kakek yang nyaris gulung tikar" kata Kakek selagi Aksa menikmati suapan pertama. "Sebelum papahmu meninggal, dia sempat bilang untuk jangan pernah memutuskan hubungan dengan om Anjar"
"Serius papah bilang begitu?"
Kakek merespon ucapan Aksa dengan bahasa tubuhnya mengangguk. Waktu dia meliriknya, sang kakek malah menyunggingkan senyum, dan tidak menjelaskan apapun lagi setelah itu.
"Kenapa lihatin kakek seperti itu?" tanyanya dengan alis yang menukik "Nggak percaya sama apa yang kakek katakan?"
Aksa tidak bisa menjawab karena mulutnya terisi penuh oleh makannan, jadi hanya bisa mendengkus.
"Kakek sudah selesai" ucapnya setelah beberapa menit tak ada obrolan apapun lagi lalu berdiri "Kakek tunggu di mobil"
Aksa menganggukan kepala dan memilih fokus dengan suapan terakhir. Detik berikutnya dia meneguk sisa air di dalam gelas dan berpamitan "Nek, aku berangkat dulu"
"Iya sayang, hati-hati ya, sekali saja turutin kakek, beliau sudah mengalah untuk mendukungmu meraih cita-citamu menjadi dokter"
"Turuti apa?"
Alih-alih menjawab, si nenek justru mengulas senyum, dan senyumannya itu benar-benar sulit untuk di artikan. "Ya sudah aku jalan sekarang nek" pamitnya langsung meraih tangan nenek lalu mencium punggung tangannya. "Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
******
Sesampainya di gedung perusahaan bertuliskan BOM & FOOD, Aksa menghirup oksigen lebih banyak dari normalnya untuk ia salurkan ke paru-paru. Langkah demi langkah, Aksa mengekor di belakang kakek yang terus melenggangkan kaki seolah tak ada beban dalam dirinya. Hingga sekian menit berlalu, mereka sudah berdiri di depan meja resepsionis.
"Selamat pagi mbak" sapa kakek dengan ketenangan yang luar biasa hebat.
Dan Aksa, entah kenapa mendadak gugup apalagi jika teringat anak perempuan Anjar yang selalu di ceritakan oleh kakek. Jantungnya mendadak tidak bisa di ajak kompromi.
"Selamat pagi pak" balasnya ramah. "Ada yang bisa saya bantu?" lanjutnya dengan bibir tersenyum tipis.
"Kami ingin bertemu dengan pak Anjar, kami sudah membuat janji sebelumnya?"
"Apa anda pak Rudito?"
"Benar mbak"
"Mari saya antar ke ruangan pak Anjar, bapak sudah di tunggu di dalam ruangannya"
Menggelengkan kepala, Aksa berjalan bersisian dengan kakek. Terus mengikuti langkah petugas resepsionis berjalan ke arah lift untuk menuju ke ruang CEO"
Aksa mendengar dari pembicaraan kakek dan petugas resepsionis, bahwa kantor CEO berada di lantai delapan.
Sembari menunggu lift sampai di lantai tujuan, Aksa berusaha keras menormalkan detak jantung yang entah dalam rangka apa, berdetak seperti drum di festival musik.
Saat sudah tiba di lantai delapan, secara otomatis pintu lift terbuka perlahan, petugas yang mengantar, mempersilahkan mereka untuk keluar dari dalam lift terlebih dahulu.
"Mari saya antar, ruangan pak Anjar ada di sebelah sana" ucapnya sembari menunjuk dengan tangan kanannya.
Aksa dan Rudito hanya mengangguk seraya tersenyum, kemudian berjalan mengikuti langkahnya.
Begitu pintu terbuka, Aksa menangkap pria tengah duduk dengan pembawaan yang kalem, namun tetap terlihat tegas. Pemilik perusahaan BOM & FOOD berdiri lalu mempersilakan masuk.
"Pak Dito" sapanya, saat Rudito dan Aksa melangkah mendekat. "Apa kabar?" tanyanya sambil mengulurkan tangan ketika sudah berdiri saling berhadapan dan hanya di batasi oleh sebuah meja.
"Baik" jawab kakek sambil menerima jabatan tangannya.
"Alhamdulillah, ini pasti Aksa" tangannya beralih menjabat tangan Aksa dan dia langsung mencium punggung tangan Anjar. "Masyaa Allah, tampan sekali"
Aksa tersenyum menimpali pujiannya, di iringi dengan anggukan kepala meski pelan.
"Mari silakan duduk"
"Lama sekali bapak nggak kesini Njar?"
"Iya pak, saya sendiri juga tidak pernah ke kantor pak Dito. Saya jadi malu, di datangi sama orang yang lebih tua"
Sementara Aksa diam menyimak obrolan mereka, sesekali ikut tersenyum karena obrolannya sedikit lucu.
"Bagaimana rencana yang sudak kita susun Njar?"
"Iya pak Dito, saya sendiri setuju, dan istri saya bahkan sangat setuju, apalagi saat tahu kalau Aksa juga seorang dokter, dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu" ucapnya di iringi gelak tawa darinya dan kakek. "Tapi semua kembali pada anak-anak, jika mereka cocok, kita lanjutkan ke jenjang yang lebih serius"
"Nah kan benar kan fillingku, mereka pasti akan menjodohkanku dengan si Sasa" Aksa membatin di sela-sela obrolan antara kakek dengan teman papanya.
"Tapi kalau cucu saya, sudah pasti setuju menikah dengan Sasa" Balas kakek sembari melirik cucunya "Iya kan Aksa?"
Tersenyum tipis, Aksa tidak bisa menganggukan kepala, pun tidak mampu menggeleng, dan bahasa tubuhnya itu, justru membuat dua pria beda generasi ini tertawa renyah.
"Kapan kita susun rencana buat makan malam bersama?" tanya kakek setelah tawanya reda. Seolah tak peduli dengan raut muka cucunya yang tampak shock mendengar ucapannya.
"Sepertinya bulan depan pak, karena anak saya besok sore harus ke Singapura untuk mengaudit beberapa restauran miliknya di sana"
"Wah hebat ya Sasa, masih muda sudah memiliki usaha sendiri. lihat, selain cantik dia pantar memasak loh Aksa" Saat mengatakan itu, pandangan kakek jatuh di manik hitam milik Aksa.
Dia tengah tersenyum kecut menanggapi kalimat kakek. Padahal Aksa sendiri berniat akan menikahi Sesilia jika dia setuju memutuskan kontrak kerja.
Tanpa melibatkan Aksa, kakek dan neneknya justru semakin gencar merencanakan perjodohan dengan putri teman papa.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Lyzara
bahasanya elok mudah sangat di pahami sayya yang dari malaysia tak bingung dengan kosakata akak guna
2022-01-09
2
Asri
ini anjar temannya danu kan, yg istrinya periksa nina pas kabur ke jakarta, ternyata nina hamil kennan, hasil perselingkuhan danu dan nesa 🤔
2022-01-09
4
Ꮪིᥰ⃝֟.𝄠༅𝕾𝖆𝖓𝖎𝖞𝖆𝐿 𝗦⃝⃟🦁
alahhhh....nolak ..ntar ujung ujungnya..bucinnnn.... semangat semangat semangat.....
2022-01-09
0