Setelah kepergian mbak sesil, Aku dan mas Aksa saling memandang. Terlihat jelas dari matanya yang memerah menyorot luka mendalam.
"Aku ambilkan minum" kataku sambil melepas genggaman tangannya.
Tak ada sahutan dari mas Aksa, dia malah menahanku untuk tetap duduk. Semacam kode dari bahasa tubuhnya yang justru mengeratkan genggaman tangan kami.
Kami sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Pandanganku terus fokus tertuju padanya, sementara mas Aksa kini sudah menunduk menatap tangan kami yang masih bertaut sejak awal pembicaraan.
Aku nggak tahu seperti apa rasanya pengkhianatan, karena aku sendiri nggak pernah merasakannya, tapi aku yakin rasanya sangat sakit. Apalagi sampai dia sendiri melihat perselingkuhan itu. Jika hanya sebatas jalan sambil bergandengan tangan, aku yakin rasa sakit itu masih bisa di tolerir, tapi jika sudah tidur bersama, berbagi peluh, hingga bersahutan des*ahan, rasa itu sudah nggak bisa di tawar lagi. Pasti sakit sekali.
"Makasih" ucapku membuat dia mendongak lalu mempertemukan netra kami.
"Makasih buat apa?" tanya mas Aksa datar.
"Sudah membelaku di depan mbak Sesil"
Mas Aksa terus menatapku, tatapannya mendorongku untuk mencium bibirnya.
Dan itu ku lakukan meski singkat. Aku nekad menyingkirkan rasa gengsi serta maluku ini.
Detik kemudian dia menggeser kursinya, mengikis jarak wajah kami lalu menciumku. Ciuman yang kurasakan seperti sebuah pelampiasan amarah, tetapi tetap dengan lembut dia melakukannya. Karena terbawa suasana, akupun membalas ciumannya.
"Mari kita menikah" bisikku setelah bibir kami terlepas.
Begitu mendengar ajakanku, mas Aksa menatapku intens, seperti tengah mencari keseriusan dari kalimat yang baru saja ku keluarkan. Detik kemudian dia kembali menciumku hangat dan lembut, lebih dalam dari sebelumnya, sampai-sampai membuatku seperti orang gila. Entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu aku sudah berakhir di pangkuannya, dengan kondisi tanganku melingkar di lehernya. Ciuman kami semakin intens, semakin dalam, dan semakin lama, hingga kami tidak mampu lagi menahan napas.
"Ada CCTV di sini" kataku setelah mengurai tautan bibir kami, dengan kening masih saling menempel, napas kami yang saling bertubrukan terasa hangat menerpa wajah.
"Kalau begitu kita harus secepatnya menghapus dari rekaman CCTVnya" jawab mas Aksa, detik kemudian kami saling berbalas senyum.
Entah karena rasa kasihan, atau dia sudah meniduriku, atau mungkin karena orang tua kami, yang jelas aku sudah tidak bisa mengelak dengan rencana papi serta kakeknya.
Mulai detik ini aku putuskan, bahwa aku menerima perjodohan dari orang tuaku. Dan mulai saat ini aku tegaskan, pria ini akan menjadi milikku seutuhnya.
****
Selagi mas Aksa mengahapus adegan kami yang saling menempelkan bibir beberapa menit lalu di meja dekat kasir, aku menaiki tangga menuju lantai atas dimana ada dua ruangan yaitu ruangan tempat aku bekerja, terdiri dari beberapa meja. Dua meja milik Wiwi dan Anya, satu meja milikku, dan satu meja lainnya milik Daus yang aku tugasi untuk mengawasi bagian dapur dan karyawan, serta pengunjung. Di sampingnya ada sebuah kamar untuk menginap jika kami ada lembur seperti malam ini.
Sesampainya di kamar, aku melihat Wiwi dan Anya yang tampak gugup begitu aku memasukinya. Aku melirik tanpa sepatah katapun, meraih laptop dan beberapa kertas untuk aku bawa keluar, karena aku akan mengerjakannya di lantai bawah dengan di temani oleh mas Aksa.
"Aku kerjain di bawah ya"
"Iya mbak" jawab mereka singkat.
Bagiku ini aneh, bukan karena jawabannya yang singkat itu, tapi gerak-gerik mereka yang menunjukan sikap mencurigakan. Hingga otakku berprasangka bahwa mereka sudah menguping pembicaraan kami bertiga, dan mungkin melihat adeganku dan mas Aksa.
Wajahku memerah seketika.
"Kalian nggak apa-apa kan?" tanyaku menyelidik, lengkap dengan bola mata yang menyorot curiga.
"Eng-nggak apa-apa mbak?"
"Kalian nggak nguping pembicaraan kami kan?, kalian nggak bisa bohong loh karena ada CCTV"
"I-iya mbak kami nguping"Jawab Anya cepat. Aku tahu banget kalau Anya nggak bisa bohong, dia takut kalau aku pecat. "tapi begitu mbak dan masnya berciuman kami langsung naik kok"
Dahiku mengernyit mendengar kejujurannya.
"Kita nggak bisa untuk nggak nguping mbak" Kali ini ucapan itu keluar dari mulut Wiwi. "Kita penasaran apalagi dia artis terkenal. Tadinya kami ingin meminta foto dan tanda tangan, tapi pas turun mbak Sasa dan mereka seperti sedang serius membicarakan sesuatu, jadi kami menguping. Maaf mbak" lanjut Wiwi lirih .
Aku mendesah pelan, nggak bisa nyalahin mereka sebab jika aku di posisi mereka juga pasti ingin tahu. Istilah jaman sekarang Kepo.
"Maaf mbak" ulang Anya ketika aku diam.
Sebenarnya aku malu kedapatan oleh mereka sedang berciuman dengan mas Aksa, tapi mau bagimana lagi. Mengelak pun nggak bisa.
"Ya sudah kalian lanjutkan, aku akan lanjut di bawah". Setelah mereka mengiyakan, aku bergegas turun.
Mas Aksa masih berkutat di depan komputer ketika aku sampai di lantai bawah. Pria itu sempat melirikku sesaat lalu kembali fokus mendelete sebagian rekaman dari CCTV, terutama di bagian apa yang kami lakukan.
Setelah meletakan barang yang ku bawa di atas meja, aku melangkah menuju dapur membuat cemilan dan minuman untuk menemani kami.
Satu piring french fries dan dua cangkir coklat panas marsmellow sudah siap aku bawa ke depan.
"Kamu bawa baju ke sini?" tanya mas Aksa sambil meraih satu kentang goreng.
"Ada" jawabku seraya membuka laptop.
"Seharusnya kamu bilang terimakasih karena aku sudah meluangkan waktuku untuk menemanimu disini"
Aku benar-benar nggak tahu apa yang ada di dalam kepalanya. Bukannya dia sendiri yang datang kesini.
Aku hanya diam merespon ucapannya, mataku melirik ke wajahnya yang tampak begitu santai.
Seolah nggak terganggu dengan tatapanku yang tajam, mas Aksa justru menumpukan salah satu sikunya di atas meja, menopang dagu, dengan pandangan tertuju ke arah laptopku.
"Kamu mau aku cium lagi?"
"Hah?" sahutku.
"Aku nggak masalah kamu lihatin aku, aku malah senang" ucap mas Aksa santai "Tapi nanti pekerjaanmu nggak akan selesai-selesai" Mas Aksa mengatakannya tanpa melihatku, dia fokus menikmati cemilan sederhana yang ku buat.
"Lebih baik kamu selesaikan pekerjaanmu dulu, setelah selesai, kamu bisa puas-puasin melihat wajahku"
Pria ini benar-benar mengacaukan isi kepalaku, membuyarkan konsentrasiku, membuatku ingin mencekik lehernya lalu memakannya hidup-hidup.
"Aku bahkan nggak akan keberatan jika kamu menyuruhku menginap di sini" tambahnya dengan ekspresi datar, dan itu justru membuatku ingin mengomelinya. Bisa-bisanya dia berfikir aku akan menyuruhnya menginap. Detik itu juga, tanganku yang sedang memegang bolpoint mencoret tanda silang di punggung tangannya yang putih.
"Nggak apa-apa kalau ini tanda cinta" ujarnya.
Kali ini aku nggak bisa menahan diri untuk nggak melayangkan pukulan.
Aku mencubit tangannya, dan sepersekian detik dia merintih kesakitan.
"Ternyata kamu suka KDRT ya?" katanya sambil mengusap bekas cubitanku, lalu kembali menopang dagu dengan satu tangannya.
"Ucapanmu keterlaluan" sahutku sebal tanpa melihatnya.
"Aku cuma bercanda. Aku juga tahu pasti kamu nggak akan mungkin meyuruhku menginap, kalaupun iya, seratus persen aku gak nolak"
Aku meliriknya usai mendengar balasannya.
"Maksudku aku gak mau" ralatnya lalu meneguk coklat panas yang mungkin sudah nggak lagi panas.
Hampir selesai di pertengahan malam aku mengerjakan lemburku, dan di sela-sela pekerjaanku, kami membicarakan soal pernikahan. Mas Aksa memintaku menyetujui permintaannya untuk melangsungkan pernikahan tiga minggu lagi dari sekarang. Aku sempat tercengang dengan keinginannya, karena ku pikir waktu tiga minggu itu terlalu mepet untuk menyiapkan sebuah acara besar. Tapi lagi-lagi aku di buat tak bisa menyergahnya karena semua akan di selesaikan dengan melibatkan banyak orang untuk membantu persiapan pernikahan kami.
"Aku pulang ya" Pamitnya. Dia hendak menciumku, tapi tanganku segera mencegah dengan membekap mulutnya ketika dia akan melakukannya.
Dia seperti mengerucutkan bibir pas aku melepaskan tanganku.
"Assalamualaikum" ucapnya mengalah.
"Waalaikumsalam"
Sebelum pergi, mas Aksa tersenyum, lalu berbalik usai mengusap kepalaku.
Aku menatap punggungnya hingga memasuki mobilnya.
Aku merasa ucapan mas Aksa memang benar, kita seharusnya menyegerakan pernikahan kami. Selain mas Aksa takut aku berubah pikiran, dia juga merasa bersalah karena sudah meniduriku, sebagai bentuk tanggung jawab katanya.
Bersambung
Regards
Ane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
mom D'ana
gokil jg nih Aksa 😅😅
2022-04-16
0
Deere
Etdahh Aska itu mulut kebanyakan makan tutut yaa .
monyooo ajaa
nyosor bae, pepet teroooossss
2022-01-15
4
Lyzara
melting 😍😍😍😍😍😍
2022-01-14
0