Aku seperti mimpi mendengar penjelasan papi yang mengatakan bahwa Aksalah anak teman papi yang sudah meninggal karena kecelakaan.
Aku yakin kalau aksa juga sama terkejutnya denganku. Buktinya setiap kali papi tanya, dia seperti tergagap meresponnya. Sudah di pastikan kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
Aku sama sekali tak mengeluarkan sepatah katapun saat sesi makan malam sampai di akhir acara. Aku dan Aksa sama-sama bungkam sembari menyimak perbincangan papi dan kakeknya, serta mami dan neneknya. Kami hanya menjawab iya atau tidak saat mereka bertanya. Karena kami masih sama-sama belum percaya.
Usai makan malam bersama barusan, para orangtua pergi ke ruang tengah, sementara aku dan Aksa masih bertahan duduk di meja makan.
"Ini beneran kamu Sa?" tanyanya dengan satu alis terangkat. Kedua tangannya terlipat di atas meja. "Khansa, Sasa" gumamnya.
Aku masih nggak menanggapi ucapannya, dan memilih membereskan peralatan makan yang sudah kami lahap habis isinya. Hanya menyisakan sop Iga dan ayam panggang yang masih tersisa sedikit. Lalu segera meninggalkan dia untuk membawa piring-piring kotor ke wastafel untuk di cuci.
"Neng, ini biar bibi yang beresin" Sambar bi Siti saat berpapasan di pintu dapur.
"Nggak apa-apa bi, aku bantu beresin dan bawain piringnya ke sini"
"Iya neng makasih" jawabnya ramah.
Selesai membawa semua peralatan ke dapur, dan saat aku kembali ke ruang makan, tadinya aku membawa serbet basah untuk mengelap meja, tapi aku malah mendapati meja makan sudah dalam keadaan bersih. Aku yakin sekali kalau pria yang masih duduk di tempat semulalah yang telah membersihkannya.
"Ini kamu yang mengelap mejanya?" tanyaku mengernyit.
Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah sibuk menoleh ke arah kanan dan kiri, detik kemudian aku di buat terkejut dengan jawabannya.
"Nggak mungkin kakek atau nenek apalagi hantu kan?" balasnya membuatku menelan ludah. "Duduk aku ingin bicara!" ucapnya lagi dengan nada serius.
Aku yang ingin menolak dan memilih meninggalkan dia hendak bergabung dengan papi mami di ruang tengah, tapi pria itu mengancamku akan memberitahu bahwa kami sudah tidur bersama.
"Kalau nggak mau duduk, aku akan mengatakan pada mereka kalau kita sudah tidur satu ranjang, dan kini kamu sedang hamil anakku"
"Ngaco kamu" jawabku sinis.
"Makannya duduk"
Sebelum aku duduk, aku menarik napas panjang, lalu meraih setoples kacang Almond di ujung meja makan. Aku berharap kacang almond ini bisa membantuku menambah imun agar bisa mengahadapinya.
"Kamu insomnia?" tanya Aksa tiba-tiba.
"Enggak, kenapa?"
"Matamu terlihat sangat lelah, kamu pasti nggak bisa tidur karena mikirin aku kan?, mikirin tentang perjodohan, iya kan?" sorot matanya lekat menatapku. "Kalau pria itu bukan aku" ucap aksa sambil meraih kacang dari toples lalu memasukkannya ke dalam mulutnya santai. "Apa kamu akan menerima perjodohan ini?" tatapannya terus terarah ke netraku. "Padahal_"
Dia menggantung ucapannya. Pandangannya yang tadinya menyorot tajam ke bola mataku, kini jatuh tepat di bagian dadaku. Dan aku merasa enggak nyaman dengan tatapannya itu.
"Padahal apa?" tanyaku heran karena dia tak kunjung melanjutkan kalimatnya. Sementara jantungku, berdebam dengan sangat kurang ajaranya.
"Padahal keperawananmu sudah di ambil oleh pria bernama Aksa" ujarnya meledeku.
Aku menelan saliva, benar-benar harus mengulur sabar panjang-panjang dan menahan tangan ini untuk enggak melempar tonjokan ke wajahnya. Aku benar-benar enggak tahu kalau pria ini begitu menyebalkan.
Dan entah kenapa jika dia membahas soal keperawanan, itu seperti memantik emosiku.
"Bisa nggak, nggak usah bahas tentang itu?" tanyaku.
"Bisa" jawab Aksa singkat. "Asal kamu mau jawab pertanyaanku tadi"
"Pertanyaanmu yang mana?"
"Masa lupa, nenekku saja yang sudah berusia tujuh puluh tahun daya ingatnya tajam"
Mendengar ucapannya, aku merasa tersindir. dan aku langsung meliriknya kali ini untuk mencibir.
"Kalau pria itu bukan aku, apa kamu akan tetap menerima perjodohan ini?" ulangnya lembut.
"Kenapa tanya seperti itu" tanyaku balik dengan mata memicing "Memangnya kalau pria itu kamu, aku akan menerima perjodohan ini?"
Pria di hadapanku mengangguk. Lalu memberikan jawaban yang membuatku ternganga. "Kamu tidak akan bisa menolakku, karena kamu sudah terjerat cinta satu malam denganku"
Dia mengatakannya dengan ekspresi datar, detik kemudian tersenyum miring seperti mengejek.
Tak ingin merespon ucapannya, aku memilih bangkit dari tempat dudukku.
"Mau kemana?"
"Ambil minum" jawabku sambil berlalu ke arah dapur. Aku akan mengambil dua gelas air minum, satu untukku dan satu untuknya.
"Kamu suka kacang ini?" tanya Aksa ketika aku kembali dengan membawa dua gelas air putih.
Dia tampak meraih beberapa butir kacang Almond lalu menutup toplesnya kembali.
Aku tak langsung meresponnya karena bagiku itu pertanyaan enggak penting. Aku juga ingin sekali mengakhiri pembicaraan ini karena jantungku cukup tak tahu malu. Sementara dia terus menatapku sambil mengunyah kacang almond di mulutnya.
"Kenapa?" tanyanya lagi karena alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru menatapnya penuh intens, dan dia membalas tatapanku tak kalah intens.
"Kamu nggak ada niat pulang sekarang?" tanyaku akhirnya.
"Baiklah aku pulang sekarang"
What???? apa ucapanku ini cukup membuatnya tersinggung?. Dia langsung berdiri usai mendengar pertanyaanku.
Dia meneguk air dalam gelas.
"Sebelum aku pulang" katanya setelah meneguk habis air putih di gelasnya. "Siapa laki-laki yang menjemputmu di bandara?"
Entah apa yang mendorongku ingin sekali tertawa setelah mendengar pertanyaannya.
"Siapa?" tanyanya mengernyit, ia sedikit menunduk karena posisinya kini sudah berdiri.
"Dia kekasihmu?" tanyanya lagi ketika aku tak juga menjawab. "Bilang sama kekasihmu itu, kalau sebentar lagi kita menikah. Nggak usah nunjukin ke orang-orang dengan tulisan seperti kemarin saat di bandara. Aku pulang" ucapnya sambil berlalu.
Tak ada yang bisa aku lakukan kecuali tertawa dalam hati dan menatap punggungnya yang kian menjauh. Aku berniat menyusulnya dan bergabung dengan papi mami serta mereka, tapi sebelumnya aku harus membawa dua gelas ke dapur untukku cuci.
"Gimana Aksa?" tanya mami pada pria menyebalkan itu begitu aku duduk di sofa single "Kalian mau kan menikah?" pandangan mami beralih padaku lalu ke Aksa.
"Aku setuju tante" jawab Aksa mantap.
"Kamu gimana Sa?" mami bertanya padaku.
"Aku pikir-pikir dulu mih, nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa sayang"
"Tapi Sa, bukannya tadi kamu bilang setuju, iya kan?. Tante dia tadi bilang oke loh, dan malah nggak bisa nolak"
Pria ini benar-benar tak terduga, selalu saja membuatku naik pitam, belum jadi istrinya sudah di bikin tensiku naik, apa jadinya jika hidup satu rumah, aku pasti setiap hari akan ke dokter. Padahal aku nggak pernah bilang nggak nolak, seperti yang dia tuduhkan.
Aku menatapnya dengan kesal. Sementara dia mengangkat satu alisnya semacam kode agar aku tak banyak protes.
"Apa perlu aku beri tahu?" Ancamnya membuatku ingin mencakar wajahnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Vina Suzanna
gemessss dehhh 🤣🤣🤣🤣
2022-02-05
0
Lyzara
Belum lanjut kak? lambat sangat biasanya sudah
2022-01-13
0
Lili Suryani Yahya
😂😂😂😂😂, lucuu
2022-01-13
0