Pelepasan Ego
“Kita perlu negosiasi. Kesinilah dalam lima belas menit. Awas. Telat semenit saja aku akan menelanjangi wanita cantikmu ini.”
Meryn mendengar lelaki itu dengan jelas melontarkan kalimat ancaman kepada Orlando lewat panggilan telepon. Tak hanya kalimat terakhir sebelum Javer mematikan sambungan teleponnya dengan Orlando. Tetapi Meryn mendengar semua percakapan mereka. Ia mendengar semua yang Orlando katakan di seberang telepon.
Meryn mulai merasa geram. Ia yang kedua tangan dan kakinya masih terikat rantai, menatap tajam ke arah Javer yang duduk di kursi samping ranjang tidur.
“Apa yang kau mau dari dia?” tanya Meryn tajam. Ia mulai merasa menyesal. Menyesal karena ia mengabaikan kata-kata Orlando dan bersikap kasar pada lelaki itu.
“Kenapa? Kamu mau tau?” jawab Javer yang justru yang memberikan jawaban sedikit pun. “Apa jangan-jangan kau sudah mulai mencintai lelaki itu? Oho ... Henry malang sekali. Tidak. Kau sebenarnya yang sangat malang. Itulah kenapa wanita tidak hanya harus cantik, tapi juga harus pintar. Lihatlah dirimu. Kau bodoh, makanya kau ada di situasi seperti ini, kan?” Lelaki itu berkata dengan ketusnya.
Meryn terdiam. Ia akui kalau dirinya memang bodoh. Ia tidak tahu apa-apa dan hidup di keluarga Patrizia sebagai tawanan, bahkan menyayangi kedua ‘orang tuanya’. Lantas ia berteman dengan seorang penghianat dan terjebak dalam hubungan dengan Henry yang semua itu adalah rencana untuk memiliki perkebunan anggur milik keluarganya. Dan bahkan sampai saat ini Meryn masih belum tahu siapa keluarga kandungnya, kenapa ia bisa ada di rumah John Patrizia, dan bagaimana semua itu bisa terjadi.
Ketika Meryn masih terdiam, Javer menganggukkan kepala. Bibirnya mengerucut seperti merendahkan.
“Bisa jadi kau memang sudah jatuh cinta pada Orlando Dominic. Sepertinya dia sudah memberi tahu semua kebenarannya. Tentang ayahmu yang juga seorang mafia seperti kami,” ucapnya penuh ejekan.
Meski terkejut, Meryn berusaha keras untuk tak memperlihatkan keterkejutannya. Jadi, nama De Luca yang sering disebut Orlando itu adalah nama ayahnya? Kalau benar De Luca adalah nama ayahnya, dan ayahnya adalah seorang mafia seperti Orlando, berarti organisasi mafia ketiga yang sudah hampir dilupakan selama dua dekade itu adalah organisasi yang dipimpin oleh Luca, ayahnya.
“Selama ini Henry tau? Siapa aku sebenarnya.” Meryn melontarkan pertanyaan kembali setelah beberapa saat diam.
Javer tersenyum misterius. “Kamu pikir Henry senaif itu? Sudah lebih dari dua dekade aku bersekutu dengan keluarga Leranzo. Dia juga menggunakan kekuatan mafia untuk mengembangkan bisnisnya. Jadi harusnya kau menganggap Henry juga seorang mafia, bukan? Dia tahu semua tentang kamu. Makanya mudah untuknya mendapatkanmu, dan bahkan mudah mendapat restu ayahmu untuk menikah.”
Hari ini Meryn mendapat begitu banyak tamparan hidup. Mulai dari sahabatnya yang berkhianat. Kebenaran tentang keluarganya, tentang Henry, dan tentang ayahnya. Sungguh ini hari yang panjang untuk Meryn.
“... Aku sampai tidak mengerti kenapa darah keturunan Luca menjadi senaif dirimu, Nona. Apa kau sudah kehilangan identitasmu setelah hidup dengan keluarga Patrizia? Biasanya keturunan mafia tidak akan sebodoh itu melihat permasalahan dunia. Apalagi keturunan Luca, mafia yang bahkan ditakuti oleh kelompok mafia lain.”
Meryn hanya diam dan tak bisa melawan saat Javer menghina dirinya. Ia tak bisa berbuat. Memang benar kalau selama ini ia bodoh. Dan memang benar kalau dirinya sangat naif.
Selama beberapa saat wanita itu terdiam. Ia merenungkan segalanya dalam keheningan. Sampai kemudian terdengar suara langkah tergesa memasuki ruang tempatnya disekap.
“Meryn!”
Orlando yang baru saja tiba mendobrak pintu ruangan Meryn. Terlihat wajah panik lelaki itu. Ia berjalan tergesa ke arah ranjang tempat Meryn dirantai.
“Untunglah kau cepat datang. Aku hampir saja membuka celanaku,” sahut Javer sambil tersenyum seringai.
“Tutup mulutmu! Sekarang juga lepaskan Meryn. Kita bicara empat mata, tapi lepaskan dulu Meryn.” Orlando memerintah.
Sambil berdiri dari duduk Javer bergumam, “Kau pikir aku bodoh? Kalau wanita ini kulepaskan, aku pastikan kau akan langsung menembak kepalaku, Bos Dominic. Biarkan dia tetap begitu. Setelah perundingan kita selesai, aku akan lepaskan wanitamu.”
“Biadab!” cetus Orlando.
Tak terima, Javer langsung mengeluarkan pistolnya dan menodongkan pistol itu tepat di kepala Meryn.
“Kau tau aku tidak pernah main-main saat berkata ingin membunuh seseorang. Satu hal lagi yang perlu kau tau. Borgol yang ada di kedua tangan dan kakinya hanya bisa dilepaskan dengan sandi. Sekali saja kau memasukkan sandi yang salah, kedua tangan dan kakinya bisa terpotong!”
Sekujur tubuh Meryn lemas. Air matanya berlinang takut. Dari tadi yang menarik perhatiannya adalah benda seperti layar monitor yang ada di samping kasurnya. Ia melirik ke arah alat keamanan itu, dan membayangkan kedua kaki dan tangannya yang terpotong.
Membayangkan saja membuat Meryn bergidik takut. Tak peduli kalau ia adalah anak kandung seorang mafia, Meryn dibesarkan oleh keluarga lain dan melupakan semua masa kecilnya bersama sang ayah kandung. Ia tak pernah melihat apalagi terlibat dalam lingkungan mafia yang sangat kejam dan biadab seperti ini.
“Baik. Aku akan turuti maumu.” Orlando tak memiliki pilihan lain. Sedikit pun ia tak ingin membuat Meryn terluka. “Katakan apa maumu.”
“Aku mendengar laporan dari anak buahmu, kalau di kota ini tempat perjudianmu tahun ini mendapat keuntungan lima kali lipat lebih besar dari sebelumnya. Itu ... serahkan padaku, aku akan mengelolanya dengan baik. Tempat judi tanpa prostitusi jadinya hambar, bukan? Aku bisa menyediakan keduanya.” Javer mengucapkannya tanpa tahu malu.
Kedua mata Orlando memicing. “Kau mau aku menyerahkan kasinoku di kota ini dengan cuma-cuma?”
“Tidak cuma-cuma, Tuan Dominic. Harusnya kau tahu lebih dari siapa pun, nyawa wanita ini tidak sebanding dengan bisnis kasino yang bisa meraup keuntungan jutaan dolar dalam semalam.” Javer menjawab.
Orlando tampak berpikir keras sambil melirik ke arah Meryn yang kepalanya menunduk. Wanita itu bahkan menghindari tatapan Orlando, penuh penyesalan. Tapi, bagi Orlando, Meryn lebih penting dari apa pun.
“Aku berikan.” Orlando menjawab.
Mendengar itu, kepala Meryn langsung terangkat. “Jangan!” teriaknya. Lalu ia menoleh pada Javer dan berteriak, “Bunuh saja aku! Jangan menjadikanku alat untuk memeras orang lain! Dasar manusia kotor! Tcuihhh!” Ia lantas meludah ke arah Javer penuh emosi. Dadanya naik turun karena menahan marah.
“Diam kau Nona, atau kau akan—”
“Aku berikan kasinoku! Jangan dengarkan dia, dengarkan aku!” Orlando membentak dengan sangat lantang. Ia mendekat ke arah Javer dan menegaskan. “Aku akan berikan bisnis kasinoku. Sekarang juga lepaskan Meryn.”
Javer tersenyum licik. “Kalau begitu tunggu sebentar. Perjanjian antar mafia juga harus tetap legal kan?”
Lelaki itu keluar ruangan dengan langkah puas. Sementara Orlando menghela napas panjang-panjang dan menoleh ke arah Meryn. Ia berjalan mendekat ke ranjang tempat Meryn diikat. Lalu duduk di pinggiran ranjang itu dan membelai wajah Meryn yang diliputi rasa takut.
“Lepaskan saja aku, jangan lepaskan bisnismu. Aku sudah tidak punya siapa-siapa. Aku mati pun tidak akan ada yang mencariku.” Meryn berkata lugas sambil menatap tajam ke arah Orlando. Tatapan itu memang tajam. Tetapi Orlando melihat kehancuran dalam sorot mata Merun yang kelam.
Alih-alih menjawab, Orlando justru membelai wajah Meryn semakin lembut. Ibu jarinya menyentuh bibir Meryn.
“Aku sudah kehilangan ayahku karena ambisiku mendapatkanmu, Meryn. Aku sudah sejauh ini. Sungguh aku bisa melepaskan apa pun, tapi tidak dengan dirimu,” ucap lirih Orlando sebelum ia mendaratkan ciuman ke bibir Meryn.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Ria Soehartono
bagus ceritanya , semangat terus
2022-01-24
1
friyana
bagus banget ah lanjut pokoke 💪💋
2022-01-16
1