Hot Negotiation
“Kamu sudah tidak waras ya?!”
Sesampainya mengantar Meryn ke kamarnya, Orlando merutuk tajam memarahi aksi nekat gadis itu. Masih untung pilot yang mengendarai helikopter bisa segera tahu ia sedang bergelantungan di kaki helikopter. Kalau tidak, bisa-bisa Meryn jatuh ke lautan karena tidak kuat bergelantungan selama beberapa jam. Wanita itu sungguh nekat. Sampai saat ini Orlando masih tak percaya wanita itu akan senekat ini.
“Aku cuman ingin ikut denganmu, Orlando,” ucap Meryn.
Lelaki itu terdiam. Untuk pertama kalinya Meryn memanggilnya Orlando, setelah sebelumnya menyebut lelaki itu brengsek dan sumpah serapah lainnya.
“Kamu pikir dengan bergelantungan di helikopter akan membuatmu sampai di Milan dengan selamat?” rutuk Orlando. “Kamu pikir dirimu itu Tom Cruise? Lagi syuting Mission Impossible? Kamu bisa mati, Meryn. Tidak pernah ada wanita yang senekat dirimu. Apa kamu sadar?” lanjut lelaki itu memarahi aksi ekstrem Meryn.
“Aku tau kamu tidak akan membiarkanku. Makanya aku melakukannya.” Meryn menjawab tak acuh.
“Kamu memang sudah gila.”
“Ya! Aku memang sudah gila. Harusnya kamu tau lebih dari siapa pun kenapa aku gila.” Meryn menegaskan. Ia spontan beranjak berdiri dari kasur. Menghampiri Orlando yang berdiri di depan meja rias.
“Biarkan aku ikut denganmu, plisss. Aku ingin ke Milan. Aku ingin melihat keluargaku, bibi, paman, dan keluarga Henry.” Meryn memohon.
Lelaki itu menghela napas. “Hah. Kamu masih belum berhenti terobsesi pada lelak itu biadap itu?”
“Aku hanya ingin membuktikan ucapanmu, biar aku bisa percaya semua ucapamu, Orlando Dominic!” tegas Meryn. Lebih dari apa pun ia tak ingin percaya semua bukti yang disodorkan lelaki itu. Namun firasatnya sangat buruk. Meryn merasa ada kejanggalan yang amat besar dari keluarganya sendiri dan dari pernikahannya dengan Henry.
Orlando menatap tajam ke arah Meryn. Wajah tampannya tampak serius memikirkan sesuatu.
“Kalau begitu aku ingin kita bernegosiasi,” tawar Orlando.
“Negosiasi?”
“Ya. Kita perlu negosiasi karena bisa saja kamu kabur ketika di Milan.” Lelaki itu memicingkan kedua matanya.
Meryn tersenyum sinis. “Aku yakin kamu akan menemukanku meski aku kabur ke ujung dunia, kan? Kenapa kau khawatirkan sesuatu yang itu membuatmu kelihatan lemah?” sinisnya.
Wajah Orlando memberengut marah. “Lemah, katamu?” Tidak terima, lelaki itu berjalan mendekati Meryn. Mendorong wanita itu sampai terjatuh di atas kasur. Lalu ia tindih tubuh Meryn sambil menegaskan, “Kamu tidak tau apa-apa tentangku, Sayang. Hati-hati kalau bicara. Aku bisa membuatmu menjerit semalaman suntuk. Mau bukti?” erangnya sambil mencengkeram rahang Meryn.
Wanita itu tidak bisa berkutik. Di posisi ini ia ketakutan. Ia takut lelaki itu lepas kendali dan memperkosanya.
“Baik. Aku tidak akan kabur. Mari kita negosiasi.”
Orlando pun segera bangun setelah mendengar Meryn mendesah takut karenanya. Ia tersenyum puas, menatap Meryn yang perlahan bangun sambil mengatur ekspresi wajah.
“Apa yang kamu tawarkan kalau aku membawamu ke Milan?” tanya Orlando setelah beberapa detik hening.
Meryn berpikir sejenak. Apa lagi yang ia miliki selain harta warisan orang tuanya? Tapi, bukannya lelaki itu mafia yang kaya raya? Tidak mungkin ia menginginkan uang dari dirinya di saat Orlando sendiri sangat kaya dan berkuasa.
“Apa yang kamu inginkan?” tanya Meryn yang tak kunjung menemukan ide untuk penawaran ini.
Dengan tatapan tajam kepada Meryn, Orlando menjawab tegas, “Kamu. Aku menginginkanmu.”
Pandangan Meryn seketika menaik. Ia melihat sorot mata mafia itu. Melihat hasrat yang begitu menggebu dalam manik mata Orlando. Meryn membalas tatapan itu dengan tajam. Dan Orlando melanjutkan dengan gumaman.
“... Aku menginginkanmu, Meryn. Menginginkan tubuhmu ... juga hatimu.” Orlando berucap.
“Kenapa kamu sangat terobsesi padaku?” tanya sinis Meryn. Ia mulai merasa geram pada mafia yang sangat terobsesi padanya itu.
Alih-alih menjawab, Orlando justru mengalihkan pandangan.
“Jadi apa yang bisa kamu tawarkan?” tanya lelaki itu mengalihkan pembicaraan.
“Kamu menculikku. Dan aku hanya ingin kebebasan. Kenapa aku harus menawarkan sesuatu padamu?” Meryn sudah tidak tahan lagi dan terus terang kepada Orlando.
Lelaki itu justru tersenyum tipis, mengerikan.
“Kamu lupa, penyandra tidak akan melepaskan sandraannya. Dan kamu sudah tidak memiliki kebebasan sejak dibawa ke rumah John Patrizia. Ayahmu telah memberikanmu padaku sebagai alat negoisasi bisnis. Kamu adalah milikku sekarang.” Orlando menegaskan.
“Itu kesepakatanmu dengan ayah, bukan denganku!”
“Karena itu kenapa kau sangat bodoh, Meryn?!” teriak Orlando. Ia mendekat kembali ke arah ranjang dan menunjuk wajah Meryn. “Kau sudah dibodohi oleh mereka! Kalau saja kau sedikit lebih pintar, aku tidak perlu repot-repot membunuh keluargamu karena kau sendiri yang akan membunuh mereka! Mereka yang merampas semua milikmu, dan bahkan kebebasanmu. Jangan salahkan aku, salahkan dirimu sendiri yang terlalu bodoh untuk mengerti!”
Selesai meneriaki Meryn, Orlando mundur dua langkah. Napas beratnya berderu cepat. Ia menoleh ke arah jendela sambil menaruh kedua tangannya di pinggang. Terlihat beberapa luka gores di lengan Orlando setelah tadi jatuh berguling di atap untuk melindungi tubuh Meryn.
Di sisi lain, wanita itu terpaku. Ia mencerna semua kata yang terlontar dari mulut Orlando. Dan ia mulai tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa ia tak pernah memiliki ingatan sebelum berusia sepuluh tahun. Kenapa ia diperlakukan dengan begitu ketat oleh ayahnya sendiri, John Patrizia, dan seluruh keluarganya. Ia baru menyadari selama ini dirinya telah diperlakukan seperti tawanan oleh keluarganya sendiri.
Gejolak amarah mula menguasai tubuh Meryn. Ia ingin menangis, tapi ia tahan. Kemudian ia bangkit dari duduk. Entah mengapa, ia mulai bisa percaya semua yang dikatakan bos mafia itu.
Meryn berjalan ke arah Orlando. Ia sangat sadar kalau lelaki itu sangatlah kejam dan berdarah dingin. Ia juga tak ingin terlibat lebih jauh dengan lelaki itu. Tapi, setidaknya saat ini hanya Orlando yang ada di sisinya. Hanya lelaki itu yang tahu siapa sebenarnya Meryn, dan kejahatan apa saja yang pernah dilakukan ayahnya. Saat ini Meryn merasa tidak berdaya. Ia tercengang akan semua fakta yang tidak masuk akal. Ia tak memiliki siapa-siapa dan hanya ada lelaki itu di depannya.
Meryn memeluk tubuh Orlando dari belakang. Menyandarkan kepalanya di punggung lelaki itu.
“Biarkan aku ikut denganmu ke Milan. Aku akan selidiki semuanya. Tentang apa yang telah mereka lakukan padaku, dan apa yang sebenarnya terjadi. Aku berjanji ... akan menjadi pengantinmu. Aku akan berikan tubuh dan juga hatiku padamu. Tapi izinkan aku aku untuk menyelidiki semuanya sendirian. Aku ingin pastikan kalau mereka memang tidak pantas hidup. Aku juga ingin memastikan, hanya kamu seorang yang berpihak padaku.”
Semua kalimat itu terlontar dengan mulus dari belah bibir Meryn. Di belakang punggung Orlando, wanita itu tersenyum menyeringai. Kemarin malam ia telah berhasil mengelabuhi Orlando hingga membuatnya terlena, dan akhirnya berhasil merebut senjata yang selalu ada di samping Orlando.
Kejadian malam itu membuat Meryn sadar bahwa kelemahan seorang mafia kejam seperti Orlando Dominic adalah wanita. Lelaki itu gampang terperangkap dalam tipu daya yang ia berikan. Maka bukan tidak mungkin Meryn dapat melakukan tipu daya lagi demi meluluhkan hati seorang bos mafia.
Hati Orlando mulai luluh saat Meryn memeluknya dan menyatakan kesediaannya menjadi pengantin mafia.
“Beri aku jaminan, supaya bisa percaya kata-katamu.” Orlando mengimbuhkan.
Meryn tersenyum puas. Aksinya pun dimulai.
Ia menurunkan telapak tangannya tepat ke bawah pusar Orlando. Menyentuh sesuatu yang terasa besar dan tegang di sana. Orlando tahu apa yang akan Meryn lakukan. Ia hanya pasrah sambil mengangkat dagunya dan memejamkan mata.
“Bibir, lidah, dan tenggorokanku ... apa cukup untuk aku jadikan jaminan?” desah Meryn bertanya sambil membelai sesuatu yang berukuran ekstra, yang terasa semakin keras di bawah pusar Orlando.
Lelaki itu menikmati belaian tangan Meryn, dan langsung menjawab dengan erangan, “Sure, Baby. Do it now.”
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments