Bab 11: Hotel Eksklusif

Hotel Eksklusif

Meryn melangkah masuk ke dalam kamar eksklusif sambil mengembuskan napas panjang-panjang. Badannya sangat lelah setelah berjam-jam ada di dalam helikopter sempit itu. Meski ia sempat tidur dalam perjalanan, tetap saja rasanya capek. Ia perlu istirahat lagi.

Sambil melepaskan semua pakaiannya, Meryn berjalan menuju kasur. Sudah lama sekali ia tidak tidur dengan tenang. Di kastel ia tidak pernah tidur lelap. Kalau tidak karena bayang-bayang kejadian tragis sewaktu pernikahannya, ya karena ia khawatir Orlando akan masuk sewaktu-waktu saat ia sedang tidur dan membunuhnya, atau memperkosanya.

Kali ini ia ingin tidur lelap. Ia ingin membayarkan semua hutang tidurnya selama berminggu-minggu. Dan demi tidur yang lelap itu, Meryn melepaskan semua pakaiannya, bahkan ****** ********. Lalu membaringkan diri di atas kasur dan menutupi separuh tubuhnya dengan selimut tebal.

“Huhh, aku tidur nyenyak sekarang. Persetan di mafia sialan itu!” rutuknya pelan sambil memejamkan mata.

Tak lama setelah matanya mulai terpejam, terdengar bunyi seseorang berusaha masuk ke dalam kamarnya. Sedetik kemudian, Orlando masuk ke dalam kamar Meryn.

Meryn spontan membelalakkan matanya dan langsung menarik selimut itu sampai ke leher. Ia bahkan tidak bisa bangun saat lelaki itu masuk seenaknya sendiri.

“Ke-kenapa kau masuk?! Kau tidak boleh masuk ke kamar orang sembarangan!” teriak Meryn yang terkejut lelaki itu masuk dengan mudahnya.

Sementara Meryn panik mengingat tubuhnya yang masih telanjang, Orlando justru menyimpulkan senyum sambil melihat ke arah pakaian Meryn yang bertebaran di lantai. Lelaki itu tahu kalau Meryn sedang dalam keadaan telanjang.

“Jadi ini kelakuanmu kalau tidur di rumah?” tanyanya sambil menyeringai.

“A-apa maksudmu?!”

Orlando berjalan mendekat ke arah kasur.

“Jangan mendekat!” teriak Meryn. Saat ini ia mencengkeram selimut dengan sangat erat. Tapi lelaki itu malah tak mengindahkan teriakannya dan terus berjalan ke arah kasur. “Kubilang jangan mendekat!”

Orlando berhenti. Ia menatap Meryn dalam dan tajam, lalu mengangguk angguk.

“Baiklah. Mungkin kamu belum siap tidur denganku karena kita belum menjadi pengantin,” ucap Orlando. Ia menaruh kedua tangannya di pinggang seraya berkata, “Sementara waktu di Milan aku biarkan kamu tidur di kamar terpisah denganku. Tapi ingat, tepati janjimu, Meryn. Setelah urusanmu selesai, kau harus menepati janjimu menjadi pengantinku.”

Dengan gugup Meryn menganggukkan kepala.

“Aku janji. Kamu puas? Sekarang buruan pergi. Aku mau tidur!”

“Satu minggu.” Orlando mengimbuhkan. “Aku beri waktu satu minggu untukmu menyelesaikan urusanmu di Milan. Setelah itu kita menikah di Roma, dan kembali ke kastel untuk memulai hidup baru sebagai istriku.”

Meryn tercengang. Harusnya ke kembali ke kastel yang sepi itu? ia merasa kesepian. Lebih dari apa pun ia merasa kesepian di kastel sendirian. Belum lagi kalau tiba-tiba Orlando harus pergi meninggalkan pulau untuk urusan bisnisnya. Kastel terasa sangat sepi, seperti berhantu. Saat berada di sana rasanya ia seperti di kurung.

“Kastel? Kita akan kembali ke sana setelah menikah?” tanya Meryn pelan.

“Ya. Di sana adalah tempat paling aman untuk pengantin mafia.” Kemudian Orlando mendudukkan pantatnya di atas kasur Meryn. Membelai wajah wanita itu sambil berbicara, “Sekali kau terlibat dengan seorang mafia, hidupmu tidak akan aman. Ada banyak orang yang mencoba membunuhku dan merebut semua bisnisku. Dan kalau kita menikah, kamu akan jadi kelemahanku, Meryn. Banyak orang akan mencoba memburumu untuk merebut bisnisku. Jadi kau harus diamankan terlebih dahulu. Kau harus hidup di pulau yang dibangun ayahku. Karena untuk tujuan itulah pulau itu dibangun, untuk melindungi orang-orang tersayangku.”

Mendengar itu semua, wajah Meryn melengos. Ia mengalihkan pandangnya dari Orlando.

“Aku tidak mau tinggal sendiri di pulau itu.” Meryn berbicara.

“Katakan maumu,” sahut Orlando.

Pandangan Meryn kembali ke lelaki itu. Menatapnya tajam seperti pisau.

“Aku mau kau bebaskan.”

Seakan tak mendengar kalimat yang dilontarkan Meryn itu, Orlando beranjak bangun dari duduknya. Ia merapikan kancing lengan panjangnya sambil berkata dengan tajam.

“Satu jenis manusia yang paling aku benci di dunia ini. Yaitu manusia yang suka mengingkari ucapannya sendiri. Jangan mencoba menghianatiku, Meryn. Kita sudah sepakat, kalau aku membawamu ke Milan, kau akan jadi pengantinku. Jadi pegang kata-katamu itu. Jangan mencoba berkhianat.”

Seolah tak mau berbicara apa-apa lagi dengan Meryn, Orlando berjalan menjauhi kasur, hendak meninggalkan kamar tidur Meryn untuk mengurusi bisnisnya di Milan.

“Janjilah padaku!” teriak Meryn yang seketika membuat langkah Orlando berhenti. Tanpa menolehkan wajah, lelaki itu mendengarkan apa yang akan Meryn ucapkan. “Kalau aku bisa melindungi diriku sendiri, jangan bawa aku ke kastel itu lagi.”

Beberapa detik Orlando terdiam. Ia tidak yakin untuk mengiyakan ucapan Meryn.

“Kita lihat saja nanti. Sejauh apa kau bisa melindungi dirimu sendiri.”

Lelaki itu pun meninggalkan Meryn seorang diri di atas kasur. Dan, rencana Meryn untuk tidur dengan nyenyak pun gagal total. Mana mungkin ia bisa tidur nyenyak di situasi di mana hidupnya dipertaruhkan?

Menjadi pengantin seorang mafia adalah taruhan antara hidup dan mati. Ia hanya akan bisa bertahan hidup kalau mengikuti cara main seorang mafia dan larut dalam kehidupan gelap mereka. Dan, ia akan mati karena akan ada banyak orang yang mengincarnya untuk dibunuh. Makanya Orlando menyembunyikannya di kastel supaya tetap selamat. Satu satunya cara untuk menghindar dari kastel itu adalah ia harus menjadi setangguh, sekuat, dan sekejam mafia. Ia harus menjadi seorang mafia untuk bertahan hidup di lingkungan mafia.

Meryn pun beranjak bangun dari kasur dan memilih untuk mandi. Ia ingin menjernihkan otaknya dan menyusun strategi yang bagus untuk dirinya. Dan begitu ia selesai mandi, ia melihat satu tas berisi gebokan uang euro. Itu adalah uang kes yang dipersiapkan Orlando. Untuk keperluannya selama di Milan. Dan untuk berjudi. Di atas gebokan uang euro itu juga terdapat satu unit smartphone yang sudah tertera beberapa kontak di dalamnya. Dua kontak di antaranya adalah milik Orlando dan Paulo.

Setelah sekian minggu ia pergi meninggalkan Milan, ia pun menelepon nomor lain yang ia hapal di luar kepala. Yaitu nomor sahabat perempuannya yang bernama Jessica.

“Halo, Jessica?”

[Astaga, Meryn?] sahut wanita di seberang telepon. [Meryn, apa yang terjadi. Di hari penyerangan itu kau hilang tiba-tiba. Keadaan di sini benar-benar riuh.]

“Akan aku jelaskan semuanya nanti. Ayo kita bertemu, Jessica. Aku ingin membicarakan hal penting denganmu.”

[Okey. Di mana aku harus datang?]

“Di tempat spa seperti biasanya. Aku akan tiba dalam tiga puluh menit.”

[Baiklah. Aku juga ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.]

“See you.”

Meryn segera menutup teleponnya. Di atas kasurnya juga ada beberapa set pakaian yang sepertinya sudah dipersiapkan oleh pelayan hotel. Ia memilih salah satu set itu dan segera memakainya. Lalu keluar kamar dengan segebok uang kes yang ia selipkan di dalam tas tangan.

Seketika keluar, ada dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu kamar hotel Meryn. Rupanya Orlando sudah mempersiapkan pengawal itu untuk mengawasi gerak gerik Meryn. Meryn menghela napas. Ia merasa sesak. Dulu ayahnya yang selalu protektif kepada Meryn dan selalu memberinya pengawal ke mana pun ia pergi. Dan sekarang Orlando. Ia tidak memiliki kesempatan kabur dari lelaki itu!

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!