Bab 8: Bukan Wanita Biasa

Bukan Wanita Biasa

Orlando telah mencapai batas kesabarannya menghadapi wanita seperti Meryn. Tragedi semalam cukup membuat Orlando tercengang dan mau tidak mau bersikap lebih dominan karena ia tahu wanita seperti Meryn tidak akan takluk dengan sikap lembutnya.

“Ini wajah asli calon suamimu, Henry!”

Lelaki itu melemparkan beberapa lembar foto kepada Meryn yang sedang duduk di kursi meja makan. Ia tak mau menutupi apa pun lagi dari Meryn. Wanita itu lebih ganas dari yang ia bayangkan.

Sambil mengernyitkan kening Meryn mengambil kurang lebih sepuluh lembar foto yang Orlando lemparkan ke atas meja makan. Melihat foto itu dengan rasa getir yang menghantui seluruh tubuhnya. Di setiap lembar foto itu, terlihat Henry yang sedang menggandeng wanita yang berbeda beda. Totalnya ada sepuluh wanita yang lelaki itu gandeng, lengkap dengan ekspresi bahagia yang tergambar jelas di wajah Henry. Juga ada satu foto lagi ketika Henry sedang berada di dalam klub malam, dan sedang dilayani tiga wanita dalam waktu bersamaan.

“Ini tidak mungkin. Henry adalah lelaki baik-baik,” gumam pelan Meryn yang tidak percaya pada foto-foto yang ia lihat. Sungguh lelaki dalam foto itu bukanlah Henry yang ia kenal, bukan lelaki yang hampir saja menikah dengannya.

“Itu wajah asli lelaki itu. Dia tidak pantas untukmu, Meryn.” Orlando menegaskan sambil ia mendudukkan pantatnya di meja makan, menyerong ke arah Meryn yang tampak berkaca melihat bukti-bukti yang ia suguhkan.

Air mata Meryn menetes. Ia langsung melempar lembaran foto itu ke atas meja makan. Lalu mengalihkan pandangan.

“Tidak. Dia bukan Henry. Kau pasti salah orang. Henry tidak pernah seperti itu. Dia laki-laki paling baik yang aku kenal. Dia tidak seperti di foto itu.” Meryn terus saja menyanggah bukti nyata yang ada di hadapannya.

Melihat Meryn yang masih ingin menyangkal, Orlando lanjut mengambil ponsel yang ia sakui di celana. Membuka ponsel itu dan menyalakan sebuah video sembari menyodorkannya kepada Meryn.

“Seorang mafia tidak pernah salah tangkap. Ini kelakuan asli lelaki yang kamu puja-puja itu,” tegas Orlando.

Layar ponsel itu memperlihatkan Henry yang sedang pesta kokain bersama teman-temannya di dalam sebuah ruangan (seperti dalam klub malam). Di sana juga ada banyak wanita dengan pakaian terbuka dan nyaris telanjang.

Tak sanggup melihatnya, Meryn langsung menutup matanya. Ia mendorong ponsel Orlando menjauh. Lalu menangkupkan kedua tangannya ke wajah. Ia menangis untuk beberapa saat lalu segera menyadarkan dirinya lagi.

Orlandi kembali berdiri tegap. Ia berjalan ke belakang kursi meja makan yang diduduki Meryn. Menyentuh kedua pundak wanita itu, lalu berbisik, “Seorang mafia tidak pernah membunuh tanpa alasan. Aku membunuh mereka karena mereka pantas dibunuh. Ayahmu mengkhianati perjanjian yang dibuat dengan ayahku lima belas tahun yang lalu. Kamu tau, Meryn? Nyawa adalah jaminan untuk perjanjian dengan seorang mafia. Ayahmu tahu itu, dan memberikanmu padaku sebagai jaminan. Tapi ayahmu mengkhianati janjinya denganku, menjadi penghianat. Penghianat harus dibunuh.”

Meryn mendengarkan itu dengan seksama.

“Ayah menjualku padamu?” desus Meryn bertanya.

“Ya. Itulah yang terjadi.”

“Aku bukan jaminan. Aku bukan alat tukar. Aku bukan properti. Dan aku bukan milik siapa-siapa!” cetus Meryn emosi. Dan seketika itu rahangnya dicengkeram oleh Orlanndo.

“Itu bukan keputusanku, Sayang. John Patrizia yang menyerahkanmu padaku sebagai alat negoisasi bisnis. Salahkan dia atas segala keputusannya tentangmu,” desus Orlando.

“Kau tidak jauh beda dari ayahku, Orlando Dominic.”

“Jangan samakan aku dengan John Patrizia. Aku tidak mengkhianati siapa pun!” sentak Orlando sambil melepaskan cengkeramannya pada wajah Meryn. Ia berjalan menjauhi Meryn. Berdiri tepat di depan jendela kastel yang memperlihatkan pemandangan lautan. “Aku tidak membunuh rekan bisnisku dan mengambil putri kecilnya untuk keuntungan bisnisku! Aku tidak membunuh orang sembarangan dan tidak memanfaatkan wanita untuk bisnis.”

Mendengar kesaksian itu, Meryn terperanjat dari duduk. Ia berdiri dan menghampiri Orlando yang menatap kelam ke arah jendela.

“A ... apa maksudmu?” tanya Meryn tergagap.

Orlando membalik tubuh. Berhadapan dengan Meryn yang menatapnya penuh tanda tanya.

“Seberapa percaya kamu dengan ayahmu?” tanya Orlando.

Meryn masih terdiam.

Orlando menengok ke arah arloji. Ia cukup sibuk untuk bisa berdiam diri di dalam kastel dalam waktu lama.

“... Aku akan pergi ke Milan. Berdiamlah di sini dan renungkan semua yang aku ucap. Aku akan kembali saat pikiranmu sudah jernih ... atau saat kau sudah tak lagi membenciku, apalagi ingin membunuhku.” Orlando menjeda kalimatnya. Ia maju selangkah dan meletakkan kedua tangannya di pundak Meryn. “Aku hanya ingin ingatkan. Membunuhku tak semudah yang kamu pikir, Sayang. Karena sudah banyak yang mencobanya, dan tidak ada yang pernah berhasil.”

Tak mau menunggu lama, Orlando berjalan meninggalkan Meryn yang masih berdiri mematung di depan jendela. Belum jauh Orlando berjalan, Meryn berteriak lantang.

“Bawa aku ke Milan atau aku akan jadi orang pertama yang berhasil membunuhmu!”

Teriakan itu tak diindahkan. Orlando berjalan menaiki tangga menuju atap bangunan seolah tak mendengar teriakan apa-apa. Meryn yang geram, mengikuti lelaki itu dengan terbirit-birit. Ia sungguh muak berada di kastel terkutuk ini. Ia ingin melihat kehidupan luar dan merasa sangat merindukannya.

Di atap, Orlando sudah ditunggu oleh Paulo. Helikopter yang akan membawanya meninggalkan pulau ini sudah menyala. Baling-balingnya berputar menciptakan terpaan angin yang cukup kencang. Orlando berjalan dengan gagah dan masuk ke dalam Helikopter yang akan mengangkutnya seorang diri (sementara Paulo sudah masuk di helikopter lain).

Helikopter itu sudah hampir melaju saat Meryn tiba di atap gedung. Wanita itu berjalan dengan tergopoh mengejar Helikopter yang hendak terbang meninggalkan pulau. Sungguh. Ia tak ingin berada lebih lama lagi di pulau ini. Ia ingin pergi secepatnya dan sebagaimana ia merindukan Milan.

Bersusah payah Meryn berjalan menuju helikopter. Tepat sebelum helikopter itu naik, Meryn sudah berhasil melompat dan bercengkeraman dengan kaki helikopter hingga tubuhnya ikut terangkat.

Di dalam, sang pilot mengetahui ada muatan lain yang bergelantungan di kaki helikopter.

“Astaga! Dia bisa jatuh dan mati.” Pilot itu berteriak kaget melihat ada manusia yang bergelantungan di kaki helikopter yang sudah berada di udara.

“Damn! Turunkan helikopternya sekarang juga!” Orlando yang melihat aksi gila Meryn itu langsung meneriaki si pilot. Perlahan, helikopter pun turun kembali ke atap. Di ketinggian sekitar sepuluh meter dari lantai atap, Orlando yang setengah mati panik akan keselamatan Meryn, membuka pintu helikopter.

“Meryn! Kau sungguh gila!” sergah Orlando yang melihat Meryn sedang bergelantungan di kaki helikopter. Tak bisa menunggu lebih lama lagi, lelaki itu merambat turun dari helikopter sebelum helikopter tiba di atap dan bisa jadi menindas tubuh Meryn.

Orlando ikut bergelantungan di kaki helikopter. Ia bergelantungan dengan satu tangan, sementara tangan lainnya mencengkeram tubuh Meryn.

“Kau benar-benar gila!”

Perlahan, helikopter semakin turun. Sekitar lima meter menuju atap, Orlando berteriak, “Lepaskan!”

“Apa? Aku bisa mati!” teriak Meryn ketakutan.

“Tubuhmu akan remuk kalau nggak mau lepaskan!”

“Bagaimana caranya? Aku takut sekali!”

“Shit!” umpat Orlando.

“Aaagggh!”

Orlando melepaskan cengkeramannya dari kaki helikopter dan seketika memeluk tubuh Meryn. Cengkeraman Meryn pun terlepas dan keduanya jatuh berguling-guling di atap. Meryn menutup kedua matanya rapat-rapat dalam pelukan erat Orlando Orlando. Mereka berguling bersama di atas bangunan atap. Dan kemudian helikopter pun mendarat tanpa melukai tubuh seorang pun.

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!