Bab 4: Temperamen Meryn
“Ya. Dalam waktu dekat kamu akan menjadi pengantinku!”
Pernyataan Orlando amat mengejutkan untuk Meryn dengarkan. Ia merasa lelaki mafia yang ada di hadapannya ini memang benar-benar sudah gila. Bagaimana tidak? Baru seminggu yang lalu Meryn melangsungkan pernikahan sebelum akhirnya pestanya dihancurkan oleh Orlando Dominic. Kemudian ia diculik di kastel ini dan diasingkan selama satu minggu. Lantas lelaki itu muncul kembali dengan membeberkan pernyataan-pernyataan tentang keluarganya yang sama sekali tidak dapat Meryn percaya. Dan sekarang, ia malah menginginkan dirinya untuk menjadi seorang pengantin?
Sungguh. Meryn masih merasa trauma memakai gaun pengantin. Traumanya disebabkan oleh Orlando sendiri!
Tak terima, Meryn langsung menampik kedua tangan Orlando yang mencengkeram pundaknya. Untungnya cengkeraman lelaki itu tak sekeras sebelumnya. Meryn dengan mudah bisa melepaskan diri dari lelaki gila yang berdiri di hadapannya ini.
“Dasar sinting! Tcuuiihh!”
Meryn kembali meludahi wajah Orlando sebelum berlari pergi meninggalkan lelaki gila itu di dalam kamarnya. Sementara Meryn pergi, Orlando yang kembali diperlakukan seperti sampah itu semakin geram. Ia membalik tubuh ke arah cermin. Lalu meninju cermin itu sambil berteriak penuh emosi.
“Aaagghh!”
Cermin meja rias itu seketika pecah dipukul Orlando. Ruas-ruas jari tangannya mencucurkan darah segar. Tapi itu tak cukup meredakan emosinya yang bergejolak akibat perlakuan Meryn yang seperti sampah. Lelaki itu berteriak lagi sambil menebas seisi meja rias Meryn dan membanting barang-barang yang ada di sana.
“MERYYNN! AAGHH!”
BRUAAKK!
Napasnya masih terengah saat ia berhenti meneriakkan nama Meryn sambil menggebrak meja. Rupanya semua itu masih tidak cukup untuk melampiaskan kemarahannya yang diakibatkan sikap Meryn.
“Wanita itu sangat sulit diluluhkan! Keras kepala ... seperti Luca.”
Di tempat lain Meryn sedang berlari keluar dari kastel Dominic. Ia tak tahu harus ke mana di saat berada di kastel itu rasanya sangat menyiksa. Pulai terpencil ini letaknya sama sekali tidak ia tahu—dan bahkan tidak bisa dideteksi dengan koordinat GPS. Meryn tidak bisa memikirkan cara lain untuk bisa keluar dari pulau ini kecuali menaiki helikopter yang tadi datang membawa Orlando.
Dari arah gerbang, ia melihat seorang lelaki lainnya berjalan membawa tas kulit dan juga koper. Lelaki itu wajahnya tampak tidak asing. Meryn hanya memandanginya dalam diam sampai lelaki itu mendekat dan menyapa Meryn terlebih dahulu.
“Nona Meryn, apa yang Anda lakukan di luar kastel?” sapa Paulo kepada Meryn.
“Who are you?” balas Meryn curiga sambil menyipitkan matanya.
Lelaki itu mengulurkan tangan kanannya, menyalami Meryn.
“Perkenalkan, saya penasihat keluarga Dominic, Paulo.” Lelaki itu memperkenalkan diri.
“Consigliere (penasihat mafia)?”
Ia malah tersenyum. “Benar. Saya tangan kanan Tuan San Dominic, dan sekarang melayani Tuan Orlando Dominic.”
“San Dominic?” Meryn kembali bertanya.
“San Dominic adalah ayah Tuan Orlando, yang dulunya menjadi pemimpin organisasi mafia. Beliau yang telah merancang pembangunan pulau buatan yang rahasia ini, dan yang mendirikan kastel Dominic. Beliau meninggal satu tahun yang lalu, dan sekarang kepemimpinannya dipegang oleh putra semata wayangnya, Tuan Orlando.” Paulo menjelaskan.
Meryn masih bergeming mencerna semua cerita itu. Sungguh cerita tentang mafia membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
“Maksudmu, pulau ini pulau rahasia?” sahutnya setelah beberapa detik.
“Benar, Nona. Tidak ada yang bisa menemukan pulau ini kecuali dengan peta rahasia yang hanya ada di tangan Tuan Orlando dan juga saya.”
Kepala Meryn mengangguk-angguk. Ia mencerna kalimat itu baik-baik sampai merasa menemukan celah dari perkataan Paulo. Sambil berjalan mengelilingi lelaki itu, Meryn berbicara, “Tidak ada yang bisa menemukan pulau ini tanpa peta rahasia ... berarti masih memungkin untuk meninggalkan pulau ini tanpa peta rahasia?”
Paulo kembali tersenyum menyeringai. Ia tak kalah misteriusnya seperti Orlando Dominic. Dalam organisasi mafia, posisi menjadi consigliere memang posisi yang amat penting. Tidak heran kalau lelaki itu sama liciknya dengan Orlando. Ia adalah tangan kanan bos besar mafia, yang biasa berurusan dan bernegosiasi dengan pihak luar.
“Kalau Anda mau keluar dari pulau ini tanpa menggunakan peta, kemungkinannya ada dua, Nona. Pertama, helikopter yang Anda tumpangi akan kehabisan bahan bakar saat masih mencoba mencari rute menuju pesisir, lalu akhirnya jatuh ke laut. Dan yang kedua, helikopter yang Anda tumpangi akan meledak karena Tuan Orlando sudah memasang bahan peledak di dalam helikopter.”
Lelaki itu mungkin berpikir bawah penjelasan yang ia lontarkan membuat Meryn ketakutan dan putus asa untuk pergi dari tempat ini. Namun, Meryn justru tersenyum mendengarnya. Wanita itu mendekatkan wajahnya kepada Paulo. Sambil menyeringai, Meryn menimpalinya, “Kalian tidak akan bisa membunuhku. Orlando si mafia keparat itu? Dia juga tidak akan bisa membunuhku!”
Lalu Meryn berjalan menjauhi lelaki itu. Dan seketika Paulo berkata dengan lantang.
“Anda belum mengenal Tuan Orlando. Dia bisa membunuh siapa pun, tanpa kecuali.”
Mendengar itu, langkah Meryn yang semula menjauh langsung berhenti. Ia membalik badan. Kembali mendatangi Paulo.
“Kalau begitu bunuh aku sekarang juga!” teriak Meryn. Ia mencengkeram jas yang dipakai Paulo. Menarik sebuah pistol yang diselipkan di balik pakaian jas. Ia menaruh pistol itu tepat di tangan Paulo. Lalu mengarahkan pistol yang tidak berpeluru itu tepat di keningnya. “Bunuh aku sekarang kalau memang kamu bisa bunuh aku. tembakkan! Tembak!”
“Apa yang kalian berdua lakukan?!”
Dari arah teras, Orlando tiba-tiba datang dan berteriak. Ia berjalan dari arah teras dengan wajah geramnya. Menghampiri Meryn yang setelah meludahinya, kini mengajak ribut Paulo.
Setibanya Orlando di hadapan mereka berdua, Paulo melapor. Tapi ia menggunakan bahasa Persia yang tidak dapat Meryn pahami.
“Wanita Anda ini mengajak ribut duluan dan bertanya bagaimana caranya kabur dari pulau ini,” lapor Paulo dalam bahasa Persia.
“Dia sedang tidak waras. Biarkan saja.” Orlando menjawab dengan bahasa Persia, supaya Meryn tak dapat mengerti.
Melihat dua lelaki itu berbicara dengan bahasa yang tak dapat ia mengerti, Meryn hanya bisa diam sambil menatap curiga ke arah keduanya.
“Mau sampai kapan Anda berurusan dengan orang yang tidak waras, Tuan?” lanjut Paulo bertanya, masih dalam bahasa persia.
Sejenak Orlando terdiam. Ia menatap tajam ke arah Paulo dan bergumam, “Hari ini kamu mulai lancang.”
Seketika itu Paulo terdiam.
“... Paulo, kamu bisa berdebat denganku urusan bisnis. Tapi tidak dengan urusan wanitaku.” Orlando melanjutkan.
Setelah menganggukkan kepala sebagai tanda patuhnya, Paulo pergi meninggalkan Orlando dengan Meryn di halaman kastel. Begitu Paulo pergi, Meryn langsung bertanya, “Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya kalian berbicara tentangku.”
Pandangan Orlando tertuju menatap Meryn. Dengan wajah dingin dan serius—meski tetap tampan, lelaki itu menjawab, “Aku bilang padanya kamu sangat cantik.” Lalu berjalan menjauhi Meryn.
Kening Meryn mengernyit dalam. Ia tidak bodoh. Ia tahu Orlando berbohong. Ia pun menyusul langkah Orlando sambil mendesaknya untuk berkata yang sejujurnya.
“Pembohong! Kamu pikir aku bodoh? Kamu tidak mungkin memuji wanita dengan wajah geram seperti itu. Jadi apa yang kalian bicarakan?” desak Meryn.
“Ya. Aku berbohong supaya kamu tidak marah.” Orlando mencetus sambil terus berjalan menuju gerbang. Tak tahu lelaki itu akan ke mana meninggalkan kastelnya.
“Kamu pikir aku tidak marah melihatmu berbohong terang-terangan seperti itu?” timpal Meryn.
Merasa kesal, langkah Orlando pun berhenti. Ia menatap Meryn dengan wajah bingung.
“Kenapa wanita sangat sulit dimengerti? Kamu akan marah kalau aku mengatakan yang sejujurnya. Makanya aku berbohong. Dan aku berbohong supaya kamu tidak marah, tapi kamu tetap marah? Kenapa pikiran wanita sangat rumit sekali?” celetuk Orlando.
“Kalau begitu katakan saja yang sejujurnya! Toh aku akan tetap marah kan?”
“Okey. Aku bilang ke Paulo kalau kamu sedang tidak waras.” Orlando yang sudah terdesak akhirnya mengatakan yang sejujurnya.
Wajah Meryn langsung menggeram. Ia dibilang tidak waras oleh pembunuh yang tidak punya hati nurani. Apa itu masuk akal? Mana mungkin ia tidak marah?
“Apa?!”
Meryn terlanjur marah apa pun yang lelaki itu katakan. Sejak awal ia sudah tak menyukai mafia berdarah dingin yang membunuh keluarganya dan mengurungnya di pulau terkutuk ini. Tangan Meryn mengepal. Ia langsung meninju perut Orlando sekuat tenaganya. Lalu berjalan mendahului lelaki itu. Ke keluar gerbang kastel. Berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan.
Di sisi lain, Orlando yang baru mendapat hantaman ringan di perut, menghela napas panjang sambil menggeleng-geleng.
“Temperamennya sangat luar biasa.”
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
maestuti dewi saraswati
lanjuttt
2022-01-26
0
Muta Mimah
ahhahahha bagusss jangan tunjukkan kelemahan mu wahai wanita
2022-01-09
0