Senyum mengembang Kara tak surut meski Sasa sudah berlalu meninggalkan kamarnya beberapa menit yang lalu.
"Ehm!" Kara berdehem penuh maksud pada Dirga yang terlihat biasa saja meski sudah ketahuan berbohong ke rumahnya dengan mengaku mengantar Sasa.
"Dirga, My Dirgantara udah cinta belum sama Kara?"
"Apaan sih, Ra!" Cuek Dirga.
"Tiduran gih biar gue kompres lagi perut lo." Lanjutnya.
Kara menggeleng, "nggak mau!"
"Oke berarti perut lo udah sembuh kan? Kalo gitu gue balik."
"Belum lah, Ga. Masih sakit dikit."
"Ya udah kalo gitu tiduran lagi!"
"Duduk aja lah. Kalo duduk gini kan gampang dipeluknya."
"Siapa juga yang mau meluk. Udah tiduran aja!"
"Yah gue kira lo mau praktek pelajaran dari si micin barusan."
"Dasar mesum otak lo, Ra!" Dirga kembali mengompres perut Kara.
"Sebelah mana yang sakit?" Tanyanya.
"Disini, Ga." Kara justru menunjuk dadanya.
Pletak!
Satu sentilan mendarat di kening Kara.
"Nggak usah aneh-aneh mana ada orang sakit perut malah dada yang sakit."
"Dah diem biar gue kompres." Dirga kembali mengompres perut Kara.
"Ga, besok gue jangan ditinggalin yah!"
"Tergantung sikap lo deh. Kalo ngeselin gue males. Lo suka susah diatur, kemaren aja lo malah milih balik sama orang lain. Besok-besok lo nggak boleh balik sama siapa pun, kalo gue sibuk atau ninggalin lo pulang nebeng ke Selvia aja kalo nggak naik angkot kek, kalo nggak ojeg juga bisa. Ngerti nggak?" Ucap Dirga tanpa menatap Kara, dia fokus mengompres perut Kara.
"Kara!" Panggilnya karena di cerewet tak bersuara sedikit pun sejak tadi.
"Ra!"
"Ya ampun malah merem ini bocah!" Dirga menyudahi kompresannya.
"Udah enakan kan? Gue balik yah?" Dirga membenarkan selimut Kara. Dielusnya rambut Kara sebelum beranjak pergi.
Sebelum pulang Dirga menyusul Sasa ke taman belakang, gadis itu sedang duduk lesehan di depan Ridwan sambil komat kamit tak jelas.
"Sa, pulang yuk udah sore!" Ucapnya begitu tiba di dekat Sasa.
"Hadeh! Kakak ngapain sih ganggu Sasa!" Gadis itu melotot kesal.
"Sasa jadi lupa kan barusan ngitung sampe berapa!"
"Yang, ayo kita itung ulang lagi." Lanjutnya pada Ridwan.
"Yang?" Ucap Dirga.
"Iya, Ridwan sayangnya Sasa." Balas Sasa.
"Masih kecil lo nggak usah sayang-sayangan!" Dirga menjewer telinga Sasa.
"Suka-suka Sasa lah, Kak. Sasa mah sayang-sayangan sejak dini, emangnya kak Dirga sama Kaleng udah dijodohin sejak piyik aja so jaga image. Jadilah Sasa maju supaya kalo kak Dirga sama Kaleng nggak sampe pelaminan biar Sasa yang gantiin sama Ridwan. Jadi mami Jesi sama mommy tetep besanan. Iya kan, Rid?" Sasa menoleh meminta persetujuan Ridwan.
"Kalian jadian?" Dirga melirik Ridwan.
"Nggak, bang. Sasa tuh ngaku-ngaku, bawa pulang aja gih bang adek lo. Pusing gue dia ngoceh terus, dari tadi udah bolak balik ngitung kacang ijo."
"Si Sasa nih kebanyakan gaul sama kakak lo jadi gini deh, ngoceh mulu!" Jawab Ridwan.
"Lagian lo mau-maunya nurutin ini bocah." Lanjutnya.
"Lo juga, Sa! Udah gue bilangin tinggal lo masukin aja satu gelas ngapa pake diitung segala sih. Ayo balik!" Dirga menarik tangan adiknya.
"Tapi nanti di rumah bantuin ngitung kacang ijo nya yah, kak?"
"Ya!" Balas Dirga sekenanya asal adiknya mau dibawa pulang.
Esok harinya Kara tengah bersiap dengan seragam sekolahnya. Dia tersenyum cerah mengingat perhatian Dirga kemarin.
"Tau gitu gue sakit tiap hari juga nggak apa-apa, asal My Dirgantara ke rumah."
Kening Kara berkerut mendapati rentetan pesan masuk dari nomor yang mengaku malaikat pelindungnya. Kalimat dalam chat itu membuatnya tersipu.
"Andai Dirga yang chat kayak gini auto terbang gue." Gumamnya tanpa membalas chat masuk.
Kara beralih menggeser chat nya ke bawah tak ada pesan masuk dari Dirga. Lelaki itu hanya mengirim pesan tadi malam, itu pun hanya mengingatkan supaya dirinya tak datang terlambat.
"Pagi papi... Mami..." Sapanya begitu tiba di meja makan.
"Hai pagi juga Ririd adikku tersayang." Kara duduk di samping Ridwan.
"Kenapa sih pada gitu ngeliatinnya? Aku cantik yah? Udah tau kok." Kara mengibaskan rambut panjangnya.
Papi Rama, mami Jesi dan Ridwan kompak hanya menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepala melihat penampilan Kara pagi ini. Sementara yang diperhatikan terlihat masa bodoh dan terus mengunyah sarapannya.
"Sayang kenapa kamu pake rok tapi pake celana olahraga juga? Aneh tau." Ucap mami Jesi.
"Jangan sampe gara-gara kolaborasi seragam kamu yang aneh mami nanti dipanggil lagi sama guru BK. Malu mami tuh punya anak cantik tapi kelakuannya minta ampun."
"Oh ini... Sengaja mi. Soalnya sekarang Dirga kalo ke sekolah naik motor, takut pahaku kemana-mana jadi aku pakein celana olahraga. Gampang lah ntar sampe sekolah aku lepas." Jawab Jesi.
"Pede banget sih santen sachetan kayak bang Dirga mau ngajakin lo berangkat bareng. Paling juga ditinggalin lagi." Ejek Ridwan.
"Aku berangkat dulu yah, pi." Ridwan beranjak dari duduknya dan menyalami Jesi beserta Rama secara bergantian.
Ridwan juga mengulurkan tangannya pada Kara.
"Nah gitu dong salim dulu sama kakak." Kara hendak menjabat tangan Ridwan namun adiknya buru-buru pergi.
"Nggak jadi lah." Ejeknya.
"Ish dasar!" Kesal Kara.
"Kara juga berangkat deh mi. Mau nungguin Dirga di depan, takut ditinggalin lagi."
"Nunggu di depan apa nyusul ke rumahnya?" Sindir papi Rama.
"Kara nunggu di depan aja, Pi." Jawabnya.
"Papi siap-siap juga yah jangan kelamaan sarapannya. Takutnya nanti Dirga ninggalin Kara lagi, kemarin aja Kara telat. Nyapuin daun mangga terus bosen deh, pi." Keluhnya.
"Iya. Udah sana ke depan takut Dirga keburu berangkat." Ucap Rama.
"Siap, papi." Balas Kara yang langsung berjalan ke luar rumah.
Kara berdiri di depan gerbang rumahnya. Ia bersandar di pagar sambil berulang kali menghentakkan kakinya. Tak lama ia segera berjalan sedikit maju begitu melihat Dirga keluar dengan motor putihnya. Dia berhenti tepat di depan Kara. Matanya menelisik penampilan Kara yang cukup aneh.
"Cantik yah?" Tanya Kara dengan senyum semanis buah andalannya.
"Aneh!" Cibir Dirga.
"Abisnya sekarang lo pake motor sih, ini kalo dibuka ntar gue jadi sodakoh paha." Jelas Kara seraya menyentuh celana olahraganya.
"Apa gue buka aja nih?" Lanjutnya.
"Udah nggak usah, biarin gitu aja. Dari pada paha lo kemana-mana." Dirga memberikan helm pada Kara.
Bukannya menerima Kara justru mendekatkan kepalanya, "pakein dong biar uwuw kayak di drama-drama."
Ck!
Dirga berdecak namun tetap menuruti keinginan Kara.
Pletak!!
Dirga memukul helm yang sudah terpasang di kepala Kara.
"Biar makin uwuw."
"Bukannya uwuw malah nyiksa kalo kayak gitu mah. Sakit tau!" Protes Kara sambil manyun.
Dirga tak memperdulikan ocehan Kara, ia melepas jaket yang dikenakannya dan memberikannya pada Kara.
"Pake, nanti di jalan dingin."
"Ya ampun My Dirgantara perhatian banget sih sama gue. Jadi makin cinta." Kara menerima jaket Dirga tapi bukannya memakainya dia justru memeluk benda itu sambil memejamkan mata.
"Udah berasa jadi pemeran utama drama nih. apalagi kalo abis ini ujan, terus kita otw sekolah sambil ujan-ujanan. Gue meluk dari belakang. Wah so sweet banget." lanjutnya sambil tersenyum.
"So sweet dari mananya? yang ada kita berdua sakit kalo ujan-ujanan!"
"Dah lah lo lanjutin aja halunya, gue berangkat duluan. bye!!"
"Dirga!!!" teriak Kara.
"Papi... aku ditinggalin lagi!"
.
.
.
Yang sabar yah Kara, nanti kita balas si Dirdiran.
jangan lupa like sama komennya.
pokoknya yang abis baca nggak like, nggak komen dosa besar😛😛😛
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
irma hidayat
ha.ha..ha nguji banget dirga
2025-02-20
0
Tika Rotika
wah kurang asem si Dirga harus di kasih pelajaran thor😤
2023-06-25
0
lestari saja💕
auto pengen jiitak dirga deh....php mulu
2022-10-10
0