Nilam duduk termangu di teras depan rumah sambil memandangi pohon besar yang tumbuh di halaman.
Pohon beringin yang sepertinya sudah berusia cukup tua itu terlihat menyeramkan meskipun membuat suasana halaman rumah menjadi teduh dan rindang.
Apa perlu aku meminta Bik Surti mencari orang untuk merobohkannya saja?
Hati Nilam bertanya-tanya.
Sungguh Nilam merasa sangat terganggu dengan keberadaan pohon Beringin besar tersebut.
Ia juga merasa jika hantu yang kini sering mengganggunya adalah berasal dari sana.
Nilam masih sibuk memikirkan apa yang akan ia lakukan pada pohon tersebut manakala mertuanya muncul dari dalam rumah.
"Nilam, kenapa melamun di sini?"
Tanya mertuanya.
Nilam menoleh ke arah Ibu mertuanya sambil tersenyum.
"Tidak apa Bu, hanya ingin menikmati suasana saja."
Bohong Nilam.
Ibunya Tomi tampak duduk di kursi yang hanya dibatasi meja kecil dengan Nilam.
"Keuntungan tinggal di kota kecil memang udara belum sekotor di kota besar. Masih terasa lumayan sejuk, apalagi jika masih banyak pohon besar."
Kata Ibunya Tomi.
Nilam tampak memaksakan senyumannya.
Ya mungkin benar udara sejuk karena ada pohon besar, tapi pohon di depan mereka itu juga angker, dan Nilam yakin jika hantu itu tinggal di sana, jadi Nilam tak ingin membiarkannya.
Ibunya Tomi menghela nafas sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi.
"Kau harus menganggap ini sebagai liburan Nilam, supaya tak terlalu stres. Rumah ini mirip rumah peristirahatan, Ibu harap kalian bisa relax dan menikmati hari-hari kalian sebagai pengantin baru."
Kata Ibunya Tomi.
"Ibu sungguh sudah tak sabar mendapatkan cucu dari kalian. Ibu sangat berharap."
Ujar Ibunya Tomi pula.
Nilam terdiam.
Mendengar harapan Ibu mertuanya membuat Nilam seolah diberi tugas berat.
Ya, mengingat Kakak perempuan Tomi yang sampai hari ini belum memberikan cucu meski sudah sepuluh tahun menikah, memang sekarang harapan Ibu Tomi jatuh kepada Tomi dan Nilam.
Terlebih Tomi merupakan anak laki-laki, tentunya harapan Ibunya semakin jauh lebih besar daripada kepada kakak Tomi.
Seperti penerus darah keluarga, begitulah kira-kira.
Bik Surti tiba-tiba muncul dari dalam rumah, ia membawa tas belanja yang terbuat seperti dari anyaman.
"Mau belanja sekarang Bik?"
Tanya Ibunya Tomi.
Bik Surti mengangguk.
"Saya ikut ya, ingin lihat pasar di kota ini."
Kata Ibu Tomi.
"Kamu ikut sekalian Nilam?"
Tanya Ibunya Tomi.
Tapi belum lagi Nilam menjawab, Ibunya Tomi bicara lagi...
"Aah lebih baik kamu di rumah, kamu masih belum begitu pulih, kemarin saja sudah kelelahan, istirahat saja, nanti Ibu belikan buah-buahan. Kamu mau di masakkan apa? Nanti Ibu masakkan."
Ibu Tomi belum apa-apa sudah memutuskan.
Nilam yang sejatinya takut ditinggal sendirian di rumah itu tentu saja jadi bingung.
Ia menatap Bik Surti, tapi bisa apa Bik Surti untuk membela Nilam.
"Tunggu sebentar, ambil dompet dulu."
Ibunya Tomi bergegas masuk ke dalam rumah, sementara Nilam berdiri dari duduknya.
"Bungkusan kain semalam, Nyonya masukkan ke saku saja Nya, tapi jangan sampai terbawa masuk kamar mandi."
Ujar Bik Surti.
Nilam menatap Bik Surti.
"Sebetulnya itu untuk apa Bik?"
"Untuk penjagaan Nyonya biar tidak diganggu."
Nilam menatap Bik Surti, lalu mengalihkan tatapan matanya ke arah pohon Beringin besar di halaman rumah lagi.
"Penjagaan dari hantu yang ada di pohon itu kan Bik? Dia mengincar saya?"
Tanya Nilam.
Bik Surti menggeleng.
"Tidak Nyonya, tidak usah berpikir sampai ke arah sana, dia tidak sejahat itu."
Kata Bik Surti.
Nilam menghela nafas.
"Pokoknya asal Nyonya menuruti saran saya, tidak akan terjadi apa-apa."
Kata Bik Surti.
"Jangan terlalu stres, jangan melamun, lakukan kesibukan agar selalu beraktifitas. Hantu hanya bisa mengganggu manusia yang sedang tertekan, banyak melamun dan bermalas-malasan."
Kata Bik Surti.
"Begitukah?"
Nilam menatap Bik Surti memastikan.
Bik Surti menganggukkan kepalanya.
Ah jika benar begitu, bisa jadi karena memang belakangan Nilam tak banyak kegiatan yang bisa dilakukan.
Sejak resign dari kantor karena akan menikah, Nilam memang hanya di rumah saja mempersiapkan pernikahannya.
Setelah menikah, ia masih saja tak punya kegiatan yang berarti.
Nilam jadi ingat saran Tomi suaminya pagi tadi, yang meminta Nilam meneruskan kesenangannya menulis.
Tapi, Nilam sedang tak punya ide untuk menulis apapun, justeru yang ingin ia lakukan adalah melukis.
Ya melukis.
Dulu Nilam saat sekolah sering mewakili sekolahnya mengikuti lomba melukis dan selalu mendapat peringkat tiga besar.
Melukis juga termasuk kegemarannya selain membaca dan menulis.
Ibunya Tomi kemudian muncul lagi dengan pakaian yang lebih rapi, lengkap dengan tas tangannya yang menambah sempurna penampilannya.
"Ayok Bik Surti."
Kata Ibunya Tomi.
Nilam tampak menghela nafas.
I'm okay... I'm okay...
Nilam berusaha menenangkan diri sendiri.
Bik Surti mengangguk pada Ibunya Tomi, lalu keduanya berjalan beriringan menuju jalan untuk kemudian berjalan dari sana ke arah jalan raya yang masih sekitar seratus meter lagi.
Sepeninggal Ibu mertuanya dan juga Bik Surti, tinggallah Nilam kini seorang diri.
Melihat pohon beringin besar di depan rumahnya lama-lama ia jadi merasa merinding.
Nilam akhirnya memilih masuk saja ke dalam rumah, menutup pintunya rapat-rapat, lalu cepat ke kamar untuk mengambil bungkusan yang semalam diberikan Bik Surti.
Nilam baru akan masuk kamar, saat ia tiba-tiba merasa ada aroma bunga sedap malam yang seperti berasal dari dalam kamarnya.
Dengan dada berdegup kencang, Nilam pelahan mengulurkan tangannya ke arah gorden di pintu kamar tidurnya.
Disibakkannya gorden itu untuk ia kemudian bisa membuka pintunya.
Aroma bunga sedap malam itu mulai semakin tercium saat Nilam membuka pintu kamar tidurnya.
Dan...
Nilam membelalakkan mata, saat dilihatnya di atas tempat tidurnya kini penuh bunga sedap malam.
Nilam melangkah mundur ke belakang, lemas kakinya tak terkira, terhuyung tubuhnya dan bertumpu pada dinding.
Bunga sedap malam itu jelas bukan dia yang meletakkannya di sana, dan pasti juga bukan Ibu mertuanya dan Bik Surti.
Di sekitar rumah tak ada bunga sedap malam tumbuh, lalu dari mana bunga itu berasal.
Nilam gemetaran tubuhnya, wajahnya pucat pasi.
Ia terduduk di lantai, lalu menjerit sekuat tenaga sebelum kemudian akhirnya pingsan.
Sesosok gadis cantik melayang keluar dari kamar, menatap Nilam yang tergolek di atas lantai.
"Belum lihat aku sudah pingsan."
Gumam Lestari.
Gadis itu terlihat membawa bunga sedap malam sambil menghirup aromanya dengan senang.
Melayang keluar dari rumah di mana Nilam dan Tomi tinggal sambil bersenandung dengan suaranya yang merdu mendayu.
"Seperti dulu tempat tidur kita selalu beraroma bunga sedap malam kan Bang Damar."
Senyum Lestari dengan tersenyum bahagia.
💦💦💦💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
༺❥ⁿᵃᵃꨄ۵᭄
lestari ini mntang" ad laki" gnteng main serobot aj, damar mu pling dh mati, klu nya hdp pling jg dh tua,,,
situ hntu tau diri donkkk,,, gk ad rsa belaskasihan,,, 😡😡😡
2022-02-28
0
Ela Jutek
bok di gibeng lam
2022-01-31
1
marni sumarni
absen kk.thor
..aq ktgln
. g lp dgn mmbw like jg vote... smgt yah
2022-01-14
1