Tuan Ageng menatap pembantunya, mengisyaratkan agar putri Soemitri dibawa masuk.
Sang pembantu Tuan Ageng pun segera menuruti perintah, tak lama berselang ia kembali bersama seorang gadis kecil yang sangat cantik luar biasa.
Wajahnya seperti boneka. Matanya, hidungnya, bibirnya, semua seolah terpahat dengan begitu sempurna.
Tuan Ageng Parta Prawira tanpa sadar berdiri dari duduknya, terperangah melihat kecantikan dan kemolekan Lestari Doutzen, putri Soemitri dan Ambrosius Van Doutzen sahabatnya.
Lestari, gadis cantik yang masih belia itu tertunduk saat Tuan Ageng Parta Prawira menatapnya begitu lekat. Seolah mata itu tak mau lepas barang sedetikpun darinya.
Debar jantung Tuan Ageng Parta Prawira begitu hebat, meski Lestari masih sangat muda belia, namun kecantikannya sudah begitu menawan.
Hingga Soemitri yang kemudian menyadari sang Tuan besar itu terus menatap putrinya, tampak Soemitri akhirnya berkata,
"Tuan Ageng Parta Prawira."
Suara Soemitri yang menyebut namanya membuat Tuan Ageng akhirnya terkesiap, seolah tersadar dari apa yang baru saja ia lakukan.
Laki-laki dewasa dan jelas telah sangat matang itu merasa malu, karena seperti terhipnotis atas kecantikan seorang bocah kecil yang bahkan belum genap lima belas tahun.
Tuan Ageng Parta Prawira akhirnya kembali duduk di kursi kebesarannya, ditatapnya Soemitri sejenak, lalu matanya kembali lagi menatap Lestari yang kini ikut berlutut di lantai di samping sang Bunda.
"Saya akan sangat berterimakasih, jika Tuan Ageng Parta Prawira memberikan jaminan atas keselamatan putri saya, sungguh saya akan lakukan apa saja, sekalipun itu menjadi buruh di perkebunan tanpa upah saya rela."
Kata Soemitri.
Tuan Ageng Parta Prawira terdiam.
Hatinya bergejolak, jantungnya yang masih terasa berdebar-debar melihat Lestari membuat otaknya menjadi sulit berpikir.
Akhirnya, Tuan Ageng Parta Prawira meminta Soemitri tinggal di rumah Tuan Ageng Parta Prawira untuk malam ini saja, agar Tuan Ageng bisa memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan untuk menolong Soemitri dan putrinya.
Soemitri akhirnya menurut, ia dan Lestari dengan diantar sang pembantu rumah Tuan Ageng Parta Prawira akhirnya menuju kamar di belakang rumah tak jauh dari sumur dan kandang beberapa Kuda yang dimiliki sang Tuan.
Dan saat malam merayap, Tuan Ageng Parta Prawira ternyata bukannya semakin tenang malah semakin gelisah.
Bayangan wajah Lestari seolah terus berada di pelupuk matanya.
Bibirnya yang merah muda, meski belum terlihat tersenyum sudah begitu menggemaskan.
Ah, Tuan Ageng Parta Prawira dalam sekejap seolah merasakan kasmaran, ia tergila-gila pada sosok gadis belia tersebut.
Kesepiannya setelah ditinggal sang isteri dua bulan terakhir membuatnya semakin tak menentu.
Rasanya ia ingin melampiaskan seluruh kesepiannya yang menggunung kepada Lestari, merengkuhnya dalam kehangatan sepanjang malam menggantikan isterinya yang telah mangkat.
Tapi...
Tuan Ageng Parta Prawira menyadari, jika Lestari Doutzen masih sangat muda. Jika diibaratkan bunga, ia masih belum merekah sempurna.
Sungguh tak adil dan sangat tidak bijak, bila Tuan Ageng Parta Prawira memaksakan dirinya untuk memiliki Lestari meskipun dengan dalih ingin melindunginya.
Ya, pastinya dengan posisinya yang sangat kuat, karena kedekatannya dengan beberapa sultan di tanah Jawa, dan kekayaannya yang begitu berlimpah ruah, Lestari Doutzen akan sangat aman jika menjadi bagian dari dirinya.
Tuan Ageng Parta Prawira tampak mondar-mandir di dalam kamarnya, dengan kedua tangan di belakang punggung ia tampak terus mondar-mandir tak menentu.
Hingga akhirnya, ia yang telah tak kuasa lagi memikirkannya sendirian akhirnya memutuskan keluar kamar.
Berada di dalam kamar sendirian, nyatanya membuat ia sebagai laki-laki dewasa malah menjadi tak karuan.
Tuan Ageng Parta Prawira kemudian meminta salah satu penjaga rumahnya memanggil Mang Dayat, seorang abdi yang telah ia percaya selama lebih dari dua puluh tahun.
Tuan Ageng Parta Prawira duduk di atas kursi kebesarannya lagi, di tengah malam buta, di mana semua orang pastinya lebih memilih tertidur.
Tak lama, Mang Dayat sang abdi kepercayaan Tuan Ageng Parta Prawira akhirnya menemui sang Tuan.
Ia datang dengan tergopoh-gopoh masih sambil mengancingkan bajunya.
Mang Dayat bersimpuh, duduk di lantai rumah menghadap sang Tuan yang tengah gundah gulana.
"Tuan memanggil saya?"
Tanya Mang Dayat.
Tuan Ageng Parta Prawira mengangguk.
"Ada apa gerangan Tuan? Apa saya telah berbuat kesalahan yang saya tidak ketahui?"
Tanya Mang Dayat khawatir.
Tuan Ageng Parta Prawira menggeleng pelan.
"Bukan Mang, ini bukan masalahmu, ini masalahku."
Ujar Tuan Ageng Parta Prawira.
"Masalah apa itu Tuan? Saya siap membantu, apapun itu."
Kata Mang Dayat.
Ia memang sangat loyal mengabdi pada Tuan Ageng Parta Prawira.
Dari yang tadinya hanya sebagai penjaga kuda-kuda milik sang Tuan, menemani sang Tuan berburu di hutan, dan akhirnya mengawalnya saat ada perjalanan bisnis keluar daerah, lambat laun Mang Dayat menjadi seorang abdi yang sangat dipercaya Tuan Ageng Parta Prawira.
"Mang, saya ingin menikahi putri Soemitri."
Kata Tuan Ageng dengan suara beratnya.
Tak seperti yang diduga Tuan Ageng Parta, di mana Mang Dayat akan terkejut, ternyata sang abdi itu sama sekali tak menunjukkan ekspresi apa-apa selain tersenyum.
"Kenapa kau hanya tersenyum begitu Mang Dayat?"
Tanya Tuan Ageng Parta heran.
Mang Dayat sungkem sejenak, lalu setelah itu berkata,
"Sudah sepantasnya Tuan ingin menikah lagi, isteri Tuan telah meninggal lewat dari enam puluh hari, tak akan ada yang menyalahkan jika anda ingin kembali menikah."
Kata Mang Dayat.
"Tapi putri Soemitri masih sangat belia, aku tak ingin memetik bunga yang belum merekah sempurna."
Tuan Ageng Parta begitu gelisah, jantungnya terus berdebar meski hanya membayangkan Lestari.
"Benar yang Tuan katakan, gadis itu masih sangat muda, tentu saja usianya bahkan dengan Putra bungsu Tuan masih tujuh tingkat dibawahnya."
Ujar Mang Dayat.
Demi mendengar kalimat itu, Tuan Ageng Parta terkesiap.
Teringat ia akhirnya akan sosok Damar, putra bungsu kesayangannya yang kini tinggal di Cirebon untuk belajar di padepokan Ki Gede Tirtayasa.
"Kau benar Mang Dayat, usia Lestari, putri Soemitri bahkan jauh di bawah Damar putra bungsuku, jadi apa yang harus aku lakukan, aku sungguh telah jatuh hati pada anak itu, aku ingin menikahinya."
Kata Tuan Ageng Parta.
Sungguh cinta rupanya telah memabukkan laki-laki dewasa dan matang itu. Tak ada lagi sepertinya jalan keluar untuk masalah hatinya selain untuk menikahi Lestari.
Memiliki bunga itu seutuhnya, dan menikmati seluruh madu yang ada padanya.
"Maaf beribu maaf Tuan Ageng Parta, apa boleh saya memberikan saran?"
Tanya Mang Dayat.
Tuan Ageng Parta tentu saja mengangguk.
"Tentu... tentu saja Mang Dayat, katakanlah, memang inilah alasan kenapa kau dipanggil, karena aku butuh nasehatmu atas permasalahan ku."
Ujar Tuan Ageng Parta.
Mang Dayat mengangguk.
"Baiklah Tuan."
Mang Dayat kemudian menarik nafas, sebelum akhirnya menghembuskan nya perlahan, dan kemudian berkata,
"Mengingat Nona Lestari, putri Nyai Soemitri masih terlalu belia untuk dinikahi, bagaimana jika Nona Lestari ditempatkan di padepokan Ki Gedhe Tirtayasa, di mana dulu putri-putri Tuan Ageng Parta juga belajar di sana. Toh di sana juga ada Tuan muda Damar, pasti Nona Lestari akan lebih aman."
Ujar Mang Dayat.
Mendengar saran Mang Dayat, sang abdi yang begitu ia percaya, Tuan Ageng Parta terlihat mengangguk-anggukan kepalanya.
"Nanti biar saya yang mengantar Nona Lestari ke Cirebon, Tuan Ageng silahkan menulis surat sebagaimana biasa sebagai pesan penting kepada Ki Gedhe Tirtayasa."
Tuan Ageng tampak mengangguk-anggukan kepalanya lagi, seolah begitu puas mendengarkan saran pendapat sang abdi.
"Hanya perlu dua tahun lebih untuk bisa menikahi Nona Lestari hingga ia tujuh belas tahun, untuk sementara anda bisa menikahi perempuan lain yang sudah matang untuk menunggu memiliki gadis pujaan hati anda."
Tuan Ageng Parta cepat menggeleng.
"Tidak Mang Dayat, pantang bagiku mendua, jika sudah jatuh pilihan hatiku pada satu perempuan, maka hati dan hidupku hanya akan kuberikan padanya. Aku akan menunggu dengan sabar hingga hari itu tiba, hari bunga itu telah merekah sempurna dan bisa kupetik."
Kata Tuan Ageng Parta Prawira.
💦💦💦💦💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
Di tempat Ki Gedhe Tirtayasa itu Lestari jatuh cinta sama Damar...Ada aroma² persaingan Bapak dan Anak memperebutkan Lestari niihh...
2022-12-19
0
Shely_03💜
udah mulai paham ni,aku🤔☺
2022-07-24
1
Ganuwa Gunawan
jng tuan.. kasihan masih bau kencur.. bau kunyit.. juga bau jahe dan lengkoas..
2022-05-31
2