Lestari baru saja menata makanan di atas bale-bale khusus untuk makan para emban dan juga nanti Lestari.
Hidangan untuk Ki Gedhe Tirtayasa beserta keluarganya telah lebih dulu dibawakan para emban ke rumah pribadi mereka.
"Tadi Bang Damar lupa mengambil ikan, jadi kita makan seadanya saja."
"Telur juga belum diambil Samsul dari kandang."
Kata emban lainnya.
"Ya mungkin mereka memang tidak sempat karena pagi-pagi sekali Ki Gedhe Tirtayasa sudah menyuruh Bang Damar dan Samsul pergi ke kebun."
Ujar Nyi Esih.
"Bang Damar itu sepertinya kalau nanti jadi suami bakal jadi suami yang luar biasa ya, dia bukan hanya tampan, keturunan orang terpandang, dia juga cerdas, pekerja keras dan sopan pada perempuan. Saya dengar Pak Lurah saja sudah mulai bisik-bisik pada Ki Gedhe Tirtayasa untuk menjodohkan putrinya dengan Bang Damar."
Uhuk uhuk uhuk...
Mendengar penuturan salah satu Emban, Lestari yang sedang minum tersedak.
"Wah kenapa Lestari? Kok minum sampai tersedak begitu?"
Nyi Esih menatap Lestari, begitu juga yang lain.
"Tidak apa-apa Nyi."
Lestari menepuk-nepuk dadanya.
"Sudah, kita makan saja, makanan untuk Bang Damar dan Samsul sudah dipisahkan bukan?"
Tanya Nyi Esih.
"Sudah disimpan Nyi."
Kata si emban yang tadi cerita soal perjodohan Bang Damar dengan anak seorang lurah.
Lestari duduk di samping Nyi Esih.
Nyi Esih menyendokkan nasi untuk Lestari, di letakkan di atas lembaran daun pisang, lalu menyuruh Lestari mengambil lauk sendiri.
Hanya sambal di atas cobek dan tempe goreng serta ikan asin dan dua petai yang sudah di kukus.
Menu semacam itu tentunya sudah cukup baik di jaman dulu, saat di mana orang lain bertemu nasi saja sulit.
Mereka masih menikmati makan, manakala terdengar pintu pagar belakang yang terbuat dari bambu-bambu berderit.
Pintu pagar belakang yang terletak tak jauh dari dapur dan bisa dilihat dari posisi bale-bale tempat di mana Lestari dan para emban itu menikmati makan mereka.
Terlihat kemudian Samsul yang pertama masuk memikul kelapa-kelapa yang baru dipanen.
Sedangkan di belakang Samsul, Damar menyusul membawa satu tandan pisang Mas, dan juga satu ikat bunga sedap malam.
"Wah dapat pisang."
Nyi Esih terlihat begitu senang melihat Damar membawa buah pisang yang telah masak tersebut.
Damar mengangguk sambil tersenyum.
"Nanti saya potong dulu Nyi, kita bagi berapa sisir untuk bisa dijual juga, kelapa juga nanti sebagian diolah menjadi minyak saja, bisa untuk digunakan sendiri dan juga untuk dijual agar lebih menguntungkan."
Kata Damar.
Lestari terlihat mencuri pandang pada Damar yang terlihat begitu gagah.
"Makan dulu saja Bang Damar."
Ujar Nyi Esih.
Damar mengangguk.
"Ya, saya mau mandi dulu, baru nanti makan."
Kata Damar.
"Kau saja makan dulu Sul."
Ujar Damar.
Samsul yang tengah sibuk membongkar pikulan kelapa tampak mengangguk.
Damar setelah meletakkan pisang setandan yang baru ia dapatkan dari kebun tampak berjalan mendekati bale-bale di mana para emban dan Lestari tengah duduk menikmati makanannya.
Damar membawa ikatan bunga sedap malam di tangannya.
Ia sebetulnya sangat gugup, tapi ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk memberikan bunga-bunga yang telah ia petik itu untuk Lestari.
"Nona Lestari."
Damar akhirnya memberanikan diri memanggil Lestari.
Tentu saja panggilan Damar itu membuat Lestari terkesiap.
Wajahnya seketika merona merah, apalagi saat Damar tiba-tiba mengulurkan seikat bunga ke arahnya.
"Untuk Nona."
Kata Damar.
Para emban dan juga Nyi Esih bahkan sampai terkejut melihat Damar bersikap demikian pada Lestari.
Saat selama ini mereka melihat Damar begitu menjaga jarak dengan banyak perempuan, bahkan seorang bunga desa di sana yang dikabarkan menyukai Damar pun dihindarinya, kini tiba-tiba saja, Damar bersikap begitu hangat pada Lestari, bahkan sampai memetikkan bunga untuknya.
"Sa... Saya?"
Lestari menatap Damar sebentar, namun kemudian akhirnya menerima bunga-bunga itu.
Damar tersenyum.
"Letakkan di kamar agar kamarnya harum."
Ujar Damar.
Lestari mengangguk pelan tanpa berani menatap wajah Damar lagi.
Kini yang ia rasakan hanyalah wajahnya terasa panas, dan pasti terlihat sangat merah.
Ah Lestari bahkan merasa dadanya seolah akan meledak.
Damar kemudian permisi karena ia harus mandi.
Semua mengangguk mempersilahkan.
Sepeninggal Damar, tentu saja Lestari langsung digoda semua yang ada di sana.
"Wah sepertinya Bang Damar jatuh cinta pada Lestari."
"Terlihat sekali dari cara dia memandangmu Lestari."
"Cara dia tersenyum juga."
"Ya, dia tak pernah bersikap sehangat itu selama ini."
"Apalagi sampai memetik bunga."
Semua heboh luar biasa, dan Lestari makin tersipu malu, tubuhnya terasa mengambang ke awang-awang.
Samsul yang telah selesai membongkar kelapa, terlihat membawa tiga buah kelapa muda ke arah mereka para perempuan.
"Mau di buka sekarang atau besok saja kelapa mudanya?"
Tanya Samsul.
"Wah cocok itu, buka sekarang saja, bisa kita nikmati sore-sore begini enak."
Ujar Nyi Esih.
"Baiklah."
Samsul setuju saja.
Sementara itu dari arah pintu belakang padepokan yang tak jauh dari dapur dan bale-bale di mana para emban berkumpul bersama Lestari dan Samsul, tampak laki-laki yang penuh wibawa berdiri.
Ia terlihat gusar, setelah mendengar para emban menggoda Lestari soal Damar.
Laki-laki berusia enam puluh tahunan itu kemudian berjalan perlahan menuju ruangan pribadinya.
Ia teringat akan surat tulisan tangan Tuan Ageng Parta Prawira untuknya.
Surat yang dibawa oleh Abdinya saat mengantar Lestari ke padepokan miliknya.
Ya...
Tentu saja...
Lestari, gadis muda dan cantik itu tentu saja tak akan bisa diabaikan keberadaannya oleh pemuda manapun.
Jika Damar benar jatuh cinta pada Lestari, tentu saja Ki Gedhe Tirtayasa sangat mampu memaklumi.
Tapi...
Masalahnya bukanlah itu.
Bukan masalah dua anak muda yang saling jatuh cinta, melainkan amanah besar yang diberikan Tuan Ageng Parta Prawira padanya.
Amanah untuk menjaga Lestari hingga cukup usia untuk dinikahi oleh Tuan Ageng Parta Prawira.
Dijadikan isteri setelah isteri beliau mangkat, yang otomatis nantinya akan menjadi Ibu dari Damar sendiri.
Ah...
Bagaimana ini?
Ki Gedhe Tirtayasa begitu kalut.
Apa yang harus ia lakukan untuk mencegah kedua insan itu saling mencintai?
Apakah harus mereka dipisahkan saja sejak sekarang agar benih cinta itu tak lantas semakin tumbuh subur?
Ataukah dibiarkan saja? Dan membiarkan waktu yang akan menentukan bagaimana nasib kedua insan itu?
Ki Gedhe Tirtayasa terus menimbang-nimbang tentang apa yang sebaiknya ia lakukan.
[Ki Gedhe Tirtayasa yang saya hormati, saya sangat berharap Ki Gedhe Tirtayasa menjaga Lestari hingga saatnya nanti saya menjemputnya untuk menikahinya. Jangan biarkan siapapun berani mendekatinya. Katakan pada siapa saja yang menaruh hati pada Lestari, jika gadis itu adalah calon isteri Tuan Ageng Parta Prawira]
Begitulah penggalan surat dari Tuan Ageng Parta Prawira yang akhirnya menjadi beban berat Ki Gedhe Tirtayasa.
**-----------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
༺❥ⁿᵃᵃꨄ۵᭄
tak bsa dipungkiri memng lestari cntik smpi ank sma bpk sling mncintai 1 wnita yg sama,,,
tp yg bikin hati jengkel klu lestari ganggu hbngan tomi sama nilam aq gk TERIMA,,,, lg pun gk nyadar apa lestari sama tomi kn beda alam mn bsa brsatu, sapa jga yg mau kawin sama HANTU,,,, Hiiiiiiii 😨😨😨😨
2022-02-28
2
marni sumarni
hahahaa... anak vs bapak... ayok nyimak ae trus.. maraton trus ya kk thor smbil cium2 bunga biar wangi sepanjanh hari
2022-01-15
1
Putrii Marfuah
walah, moso bapak + anal rebutan lestari.
2022-01-10
1