"Bang, hp ku di mana ya?"
Nilam tampak sibuk mencari hp di tas tangannya.
Tomi yang semula akan pergi untuk mengangkut barang-barang lainnya terpaksa kembali ke kamarnya lagi, melewati hantu Lestari, menembus tubuh hantu yang masih berdiri di tengah pintu kamar Tomi dan Nilam yang daun pintunya terbuka.
"Ada apa sayang?"
Tanya Tomi menghampiri sang isteri.
Lestari melayang mengikuti Tomi mencoba kepo.
"Hp Bang, tadi perasaan di dalam tas, kok tidak ada ya."
Nilam seperti panik.
Tape? Hmm dia mencari tape. Batin Lestari.
"Mungkin di mobil tertinggal, aku carikan ya, kamu rehatlah."
Ujar Tomi.
Lestari menatap Tomi yang begitu perhatian pada Nilam, ia jadi cemburu melihat laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan kekasih hatinya itu begitu perhatian pada perempuan lain yang sibuk mencari tape.
Tomi akan kembali keluar kamar, manakala Bik Surti mengetuk daun pintu.
Meskipun posisi daun pintu kamar terbuka, sudah sewajarnya seorang asisten rumah tangga meminta ijin kepada majikannya untuk masuk ke ruang pribadi mereka.
Bik Surti tampak membawa nampan dengan dua gelas teh hangat.
"Ibu Tuan Tomi sedang mandi, tadi minta saya buatkan air teh dengan irisan jeruk lemon untuk Tuan Tomi dan Nyonya Nilam."
Kata Bik Surti pada Tomi.
"Iya Bik, letakkan saja di meja, Nilam biar minum lebih dulu, siapkan juga air hangat untuk nanti mandi isteri saya setelah Ibu ya Bik."
Pinta Tomi.
"Iya Tuan, siap."
Bik Surti mengangguk.
Bik Surti membawa nampan gelas teh dengan irisan jeruk lemon ke dalam kamar, saat akan masuk ia sempat melirik Lestari dan memberikan isyarat agar hantu itu jangan mengganggu.
Tapi hantu none Belanda itu tersenyum saja, seolah tak peduli isyarat yang diberikan Bik Surti.
Bik Surti menghela nafas saat dilihatnya Lestari melayang mengikuti Tomi keluar kamar dan berjalan keluar rumah.
"Bik..."
Panggilan Nilam tiba-tiba mengagetkan Bik Surti.
"Oh ya nyonya..."
Bik Surti tergopoh berjalan mendekati sang Nyonya muda yang cantik jelita.
Wajahnya mirip dengan artis cantik Putri Marino.
Nilam tampak duduk di tepi tempat tidur yang terbuat dari kayu dengan kasur busa biasa. Tempat tidur kayu dengan model lama yang di bagian kepala tempat tidurnya terdapat lemari kecil terbuat dari kaca. Kasurnya tampak rapi dibalut sprei batik bercorak burung merak warna biru kombinasi putih dan hitam.
Bik Surti meletakkan nampan dengan dua gelas teh hangat irisan jeruk lemon di atas meja kayu kecil dekat tempat tidur tak jauh dari Nilam duduk saat ini.
Aroma teh melati bercampur irisan lemon tercium begitu menyegarkan, Nilam meminta satu gelas untuk ia hirup.
Bik Surti membantu mengambilkannya untuk sang Nyonya, yang langsung menyambutnya dengan senyuman.
"Ada apa Nyonya? Apa perlu saya pijat? Sepertinya Nyonya kelelahan."
Kata Bik Surti.
Nilam tampak menghirup dalam-dalam aroma teh melati yang semakin nikmat karena bercampur irisan lemon tersebut.
Tampak ia kemudian menyeruputnya sedikit demi sedikit, mengurangi rasa lelah di tubuhnya.
"Bik Surti sudah lama mengurus rumah ini?"
Tanya Nilam sambil tetap memegangi gelas teh nya.
Bik Surti mengangguk.
"Sudah Nyonya, saya mengurus rumah ini sejak masih gadis, dulu Bapak dan Emak saya yang mengurus rumah ini, lalu akhirnya diturunkan pada saya."
Nilam mantuk-mantuk, lalu...
"Berarti sebelum rumah ini dimiliki Koperasi?"
Tanya Nilam.
Bik Surti mengangguk.
"Dulu ini tanah warisan yang terbengkalai puluhan tahun Nyonya, dulunya sempat berdiri rumah Belanda, lalu saat Jepang datang, rumah itu diruntuhkan. Berpuluh tahun tak ada yang mengurus, ada Tuan tanah dari Sumedang datang dan membangun rumah ini, lalu entah bagaimana ceritanya, rumah ini berpindah tangan pada salah satu keluarga jauh Bapak saya, rumah tidak ditempati, dibiarkan kosong dan hanya diurus oleh Bapak dan Emak saya, sampai kemudian rumah ini tiba-tiba disita, katanya jadi agunan di Koperasi, dan akhirnya jadi milik Koperasi karena katanya tidak laku masuk lelang sampai berkali-kali."
Nilam menghela nafas.
"Jadi dulu sempat berdiri rumah Belanda di tempat ini?"
Tanya Nilam dengan tatapan kosong dan suara yang semacam gumaman saja.
Bik Surti mengangguk.
"Dulunya kan di depan itu ada rel kereta api Nyonya, rel kereta untuk mengangkut Tebu, tak jauh dari sini ada pabrik gula, jadi kereta pengangkut tebu itu bolak balik di depan sana."
"Ooh begitu."
Nilam menghirup teh nya lagi, lalu kemudian ia menatap Bik Surti.
"Bik, maaf jika tidak sopan, boleh saya tanya?"
Nilam tampak hati-hati sekali takut menyinggung perasaan Bik Surti.
"Tidak apa-apa Nyonya, katakan saja, saya akan menjawab apapun pertanyaan nyonya jika memang saya mengerti jawabannya."
Kata Bik Surti membuat Nilam tampak lega.
"Bik Surti, apa di rumah ini atau di sekitar rumah ini ada hantu?"
Dan pertanyaan itu jelas sulit untuk dijawab Bik Surti.
Diiyakan akan bermasalah, tak diiyakan takutnya Bik Surti dianggap menutupi kebenaran.
"Saya entah kenapa merasakan ada perasaan tak enak sejak tiba di sini, dari pohon besar yang di depan rumah itu, sampai tadi masuk ke dalam rumah, saya merasa ada sesuatu yang ganjil. Saya tidak bisa melihat mereka Bik, tapi saya kadang sensitif dengan keberadaan mereka."
Kata Nilam tampak seperti takut.
Bik Surti menghela nafas.
Bingung harus menjawab apa sebaiknya.
Untunglah dalam kebingungan itu Ibu mertua Nilam muncul dan masuk ke dalam kamar, ia tampak segar habis mandi.
Dengan daster batik berwarna gelap dan rambut yang digulung handuk, Ibu mertua Nilam menghampiri sang menantu.
"Saya permisi dulu Nyonya, tadi Tuan Tomi meminta saya menyiapkan air hangat untuk Nyonya Nilam mandi."
Ujar Bik Surti tergopoh keluar, sungguh ia merasa memang harus cepat menghindari Nilam sebelum wanita itu bertanya lebih banyak yang makin sulit untuk dijawab.
"Tomi belum selesai memasukkan barang kalian?"
Ibunya Tomi melihat dua koper pakaian besar dan tiga tas jinjing serta satu koper ukuran kecil.
"Masih ada lima box di mobil, sedang diambil Bang Tomi dan driver Bu."
Kata Nilam.
Ibu Tomi mantuk-mantuk.
"Rumahnya nyaman, bangunannya memang ketinggalan jaman karena model lama, tapi rumah itu sebetulnya yang penting adalah yang menempati, jadi kamu tidak usah terlalu memikirkan rupa rumah ini."
Ujar ibunya Tomi.
Nilam mengangguk pelan, pura-pura mengiyakan saja apa yang dikatakan mertuanya.
Padahal, bukan itu masalahnya.
Tentu untuk Nilam sebetulnya yang paling penting adalah ada Tomi di sampingnya, tak peduli bagaimana rupa rumah yang mereka tempati yang penting ada Tomi.
Tapi...
Ini bukan soal rupa rumah, tapi suasana dan perasaan Nilam yang tak enak entah kenapa.
Ya, di saat mereka menjadi pengantin baru yang harus tinggal jauh dari keluarga, rumah yang mereka tempati pun rasanya seperti ada hantunya.
Itulah yang mengganggu perasaan Nilam.
Tapi, tentu saja Nilam tak bisa mengatakan apapun pada mertuanya.
Bagaimanapun mertua adalah mertua, tak akan bisa sebagaimana orangtua sendiri. Nilam tentu harus tetap menjaga tutur katanya, agar tak sampai dikira manja dan banyak tingkah.
💦 💦 💦 💦 💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
Bi Surti bisa lihat hantu toh...
2022-12-14
0
Shely_03💜
bik Surti udah biasa sama Lestari☺
2022-07-24
1
Wulan Maryadi
lanjut baca penasaran SMA hantu lestari
2022-07-09
1