"Saya ingin ke belakang."
Kata Lestari saat Ki Gedhe Tirtayasa bersama Mang Dayat berada di ruangan terpisah untuk bicara secara rahasia.
Seorang emban di padepokan milik Ki Gedhe Tirtayasa semula akan memanggilkan seorang abdi padepokan yang laki-laki untuk mengantar, namun para abdi dari Tuan Ageng Parta Prawira langsung mengatakan jika Lestari sebetulnya adalah perempuan, jadi emban tersebut saja yang sebaiknya mengangar.
Mendengar itu sang emban sempat terkejut, namun akhirnya mempersilahkan Lestari untuk mengikutinya.
Lestari berjalan ke arah belakang padepokan, di sana kemudian ia menemukan seperti bilik-bilik untuk mandi.
Bilik yang hanya berisi kolam kecil dengan air yang sepertinya berasal dari mata air Gunung Cermai langsung.
Setelah Lestari menyelesaikan hajatnya, ia keluar dari kamar mandi dan mendapati seperti pancuran di dekat sumur.
Airnya sangat jernih, air itulah yang dialirkan ke dalam bilik-bilik kamar mandi yang ada di belakang padepokan.
"Ini langsung dari Gunung Cermai kan Nyi?"
Tanya Lestari pada sang emban.
Perempuan paruh baya dengan itu mengangguk.
Lestari menatap dengan mata berbinar-binar pancuran air yang ada di sela gundukan tanah dan ditumbuhi banyak tanaman akar-akaran, air itu suaranya bergemericik dan airnya sangat jernih.
Lestari di udara yang sangat panas hari ini akhirnya tertarik merasakan kesegaran air itu, ia pun lupa menarik ikat kepalanya hingga rambutnya tergerai indah dan wajah cantiknya kini terlihat.
Sang emban yang tadi sempat ragu dengan apa yang disampaikan para abdi Tuan Ageng Parta Prawira akhirnya kini percaya setelah melihat dengan mata kepala sendiri, jika Lestari memang seorang perempuan.
Bukan hanya perempuan, namun ia sangatlah cantik luar biasa.
Seorang gadis yang sangat elok rupawan, sudah macam boneka orang-orang Belanda.
Lestari menoleh pada emban yang berdiri di belakangnya, tampak Lestari menyunggingkan senyumannya yang manis dan tentu saja semakin menambah sempurna kecantikannya.
Lestari meraup air jernih dari pancuran dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya.
Segar luar biasa air dari pegunungan itu menyentuh kulit wajahnya yang putih bersih.
Berkali-kali Lestari membasuh wajahnya, seolah tak jua puas memanjakan kulitnya untuk merasakan kesegaran air dari mata air pegunungan tersebut.
Hingga, tanpa ia sadari, tak jauh dari arah sumur, tepat di dekat pintu belakang padepokan, terlihat masuk seorang pemuda tampan rupawan.
Pemuda itu baru saja menyelesaikan tugasnya mencari kayu dan ranting-ranting kering yang digunakan para emban dan perempuan di padepokan tersebut memasak.
Pemuda gagah dan tampan yang tanpa sengaja melihat Lestari langsung terpana, seorang gadis cantik, molek luar biasa, yang kini terlihat begitu menikmati membasuh wajahnya berulang kali dengan air dari pancuran.
"Kang, letakkan sekalian dekat dapur saja Supaya tidak repot diambilnya."
Sang emban bicara pada pemuda yang terlihat terbengong-bengong menatap ke arah Lestari terus.
Mendengar suara sang emban, pemuda itupun terkesiap, belum lagi ia mengalihkan pandangan matanya, Lestari lebih dulu mendapatkannya.
Kedua muda mudi itupun bertemu tatap, debar jantung keduanya langsung berdegup lebih cepat.
Dan membuat keduanya akhirnya sama-sama malu dan tertunduk, lalu berusaha menghindar.
Lestari meminta diantar ke depan lagi oleh sang emban, sedangkan pemuda yang membawa ranting serta kayu yang baru ia dapatkan dari hutan desa dekat padepokan itu akhirnya membawa kayunya ke dekat dapur.
Siapa dia?
Siapa gadis itu?
Hati sang pemuda langsung tercuri.
Begitu juga dengan Lestari, selama berjalan mengikuti emban kembali ke ruang depan, hatinya pun bertanya-tanya.
Siapa dia?
Siapa pemuda tampan itu?
Ah dia sangat tampan dan gagah.
Lestari tiba-tiba merasa wajahnya memerah.
Sesampainya di ruang depan padepokan, terlihat Ki Gedhe Tirtayasa dan Mang Dayat sudah kembali duduk di sana.
Lestari tampak duduk di dekat Mang Dayat setelah lebih dulu membungkuk dan melakukan sungkem pada Ki Gedhe Tirtayasa.
Ki Gedhe Tirtayasa menganggukkan kepalanya, tampak ia tersenyum begitu melihat Lestari yang kini telah memperlihatkan wajahnya yang terbingkai rambut pirangnya yang panjang tergerai indah.
Ya, pantas saja hati Tuan Ageng Parta Prawira langsung tercuri oleh gadis belia ini. Sungguh memang ia sangat cantik, meski jika diibaratkan bunga, ia belum merekah sempurna, tapi kecantikannya sudah begitu terpancar luar biasa.
"Nak Lestari."
Ki Gedhe Tirtayasa memecah keheningan.
Suaranya berat dan berwibawa.
Lestari mengangguk santun.
"Kau mulai hari ini akan tinggal di dalem padepokan ini, belajar banyak hal sekaligus juga agar kau aman dari orang yang akan mengganggumu. Kau selama di padepokan ini akan melakukan banyak tugas dan pasti akan melelahkan, apa kau bersedia?"
"Bersedia Ki."
Jawab Lestari.
Ki Gedhe Tirtayasa menganggukkan kepalanya.
"Kau dalam pengawasan dan penjagaanku, sebagaimana aku memperlakukan Damar putra Tuan Ageng Parta Prawira, aku juga akan sama dalam memperlakukanmu."
Damar?
Lestari bertanya dalam hati.
"Kalian dititipkan padaku untuk dijaga dan dididik, aku harap kalian bisa akur dan juga menurut dengan aturan di padepokan ini."
Ki Gedhe kemudian meminta seorang abdi memanggilkan Damar agar bisa duduk bersamanya.
Abdi itu pun segera melaksanakan perintah Ki Gedhe Tirtayasa.
"Dia sudah pulang mencari kayu bakar kan Nyi?"
Tanya Ki Gedhe Tirtayasa pada emban yang duduk di sudut ruangan.
Emban itu duduk di sana memang tugasnya adalah menunggu bila tamu butuh sesuatu.
"Sudah Ki, baru saja tadi saya melihatnya pulang."
Sahut sang emban.
Ki Gedhe Tirtayasa mantuk-mantuk.
Tak lama abdi padepokan kembali ke ruangan tersebut, dan di belakangnya seorang pemuda yang bernama Damar itu mengikuti.
Pemuda tampan itu memberi salam pada semuanya dengan pandangan tertunduk.
Ia kemudian berlutut lalu duduk di dekat Ki Gedhe Tirtayasa.
"Tuan muda Damar Prawiranegara, ini saya Tuan."
Mang Dayat bersuara.
Damar mengangkat wajahnya dan mendapati Mang Dayat sang abdi kepercayaan Ayahnya duduk di seberang sana.
Mang Dayat bersama beberapa abdi lainnya memberi salam pada Damar sebagai tuan muda mereka.
Namun...
Damar justeru perhatiannya teralihkan pada sosok di samping Mang Dayat.
Gadis itu, gadis cantik yang ia lihat tadi di pancuran dekat sumur.
Damar terkesima.
Terlebih saat gadis itu sekilas membalas tatapan Damar sebelum kemudian tertunduk malu sambil tersenyum cantik luar biasa.
Degup jantung Damar bahkan seperti nyaris bisa terdengar oleh semua orang yang ada di sana.
"Nak Damar, ini adalah Lestari, ia juga akan tinggal di sini, ia putri sahabat Ayahmu, kita semua kini akan menjaga dan melindunginya, mengingat di luar sana banyak orang Belanda yang sudah mulai diburu."
Kata Ki Gedhe Tirtayasa.
Damar mengangguk.
Lestari...
Jadi namanya Lestari?
**--------------**
"Lestari..."
Tomi tanpa sadar menyebutkan nama Lestari, bersamaan dengan kemudian ia terbangun dari tidurnya.
Tomi masih dalam posisi duduk dengan memangku laptop.
Apa tadi?
Aku mimpi apa?
Tomi mengurut keningnya.
Ia kemudian menatap jam dinding kamarnya, terlihat jarum jam masih menunjukkan angka dua dini hari.
Di sampingnya, Nilam masih tertidur pulas.
Tomi menghela nafas.
Gadis cantik berambut pirang, siapa dia? Lestari? Kenapa aku memimpikannya?
Bingung Tomi dan merasa sangat aneh.
Tak sadar ia sesosok gadis berdiri di dekatnya, sambil menatap dengan senyumannya.
💦💦💦💦💦
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
novita setya
kali ini pelakornya demit..gmn coba ngelawannya. mw jambak2an ga bs donk/Grin/
2024-06-23
0
Shely_03💜
seneng bgt pasti,hantu valakor
namanya disebut
untung istri Tomi gk bangun,bisa perang dunia kalau denger suaminya nyebut nama wanita lain🤗
2022-07-24
2
Ina Marlina
haduh Lastri 👻 bucin
2022-02-20
2