Flashback 1942,
Damar dan Samsul pagi ini diminta Ki Gedhe Tirtayasa pergi ke kebun untuk melihat buah apa saja yang sudah bisa di panen.
Kebun itu cukup jauh dari padepokan. Damar dan Samsul untuk itu harus naik ke area bukit dan juga menyebrangi sungai yang jembatan bambunya baru saja terbawa arus banjir beberapa waktu lalu.
"Jembatannya belum dibangun lagi, warga di sini apa tidak ingin gotong royong?"
Tanya Damar pada Samsul saat susah payah menyebrangi sungai.
Sungai dengan bebatuan besar-besar itu arusnya cukup deras. Meskipun kedalamannya hanya sebatas lutut, namun tetap saja, jika tak hati-hati mereka bisa terpeleset dan kemudian terbawa arus sungai.
"Aku dengar banyak laki-laki mulai dikumpulkan untuk ikut pelatihan perang oleh Jepang."
Kata Samsul yang berjalan di belakang Damar.
"Benarkah?"
"Ya, Jepang sepertinya benar-benar serius membantu kita Mar, mereka juga sudah membebaskan Bung Karno, bahkan kabarnya Batavia akan diganti nama menjadi Jakarta, Jepang juga membolehkan bendera merah putih berkibar di mana-mana."
Kata Samsul.
Damar mendengarnya terdiam.
"Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya?"
Damar sedikit sinis.
"Kenapa kau seperti tak suka pada Jepang? Padahal jelas mereka sudah membantu bangsa ini mengusir penjajah. Beratus tahun Belanda menjajah kita, berapa banyak rakyat kita jadi korban, berapa banyak tokoh kita diberangus, berapa kerajaan kita yang besar dan gagah diruntuhkan? Mereka kini hengkang dalam hitungan hari Mar, Jepang luar biasa."
Samsul tampak begitu mengagumi Jepang.
Damar menghela nafas.
Entahlah, meski semua orang kini mengelukan Jepang, tapi hati kecil Damar tak bisa ikut-ikutan, ia merasakan hal yang sebaliknya.
Damar dan Samsul tanpa terasa akhirnya sampai di seberang sungai, mereka naik ke atas, dan kemudian berjalan di area pesawahan yang kini sudah jadi tegalan karena tidak ditanami padi.
Meski letaknya dekat dengan sungai, tapi tanah sawah itu rupanya memang tak ada yang mengelola.
Mungkin pemiliknya sudah mati, atau mungkin karena ada larangan dan sebagainya dari Belanda beberapa waktu silam.
Damar dan Samsul berjalan menyusuri tegalan yang kini terlihat tumbuh banyak bunga.
Damar melihat bunga-bunga yang cantik itu entah kenapa jadi ingat sosok Lestari di padepokan.
Pagi tadi ia menutupi rambutnya dengan kain yang digulung seperti para emban di padepokan.
Dia sangat cantik mengenakan kain dan atasan kebaya.
Ah...
Damar kembali merasakan jantungnya berdegup kencang.
Hanya membayangkan wajah Lestari saja, ia sudah tak karuan.
Damar kemudian meraih salah satu bunga yang tumbuh di sana.
Diciumnya bunga itu yang terasa mengeluarkan aroma harum yang khas.
"Bunga sedap malam."
Samsul tiba-tiba bersuara.
Damar menoleh ke arah Samsul.
"Dari wajahmu jelas sekali ingin memetiknya untuk None Belanda itu."
Ujar Samsul.
Damar mendengarnya jadi tergelak.
Sahabat nya itu memang tahu saja apa yang sedang Damar pikirkan.
"Nanti saja pulangnya kau ambil, bunga itu akan jauh lebih harum saat malam hari, itulah kenapa namanya sedap malam."
Ujar Samsul.
"Kau tahu banyak soal bunga rupanya, padahal tak punya kekasih."
Seloroh Damar.
"Yang benar saja Mar, hanya untuk tahu soal bunga harus punya kekasih lebih dulu."
Samsul tertawa.
Damar juga tertawa.
"Ya terlalu aneh laki-laki suka bunga."
Kata Damar.
"Beberapa orang di desa ini sering memakainya untuk ritual di hari tertentu. Kau tak tahu? Jika bunga ini kesukaan Ratu Kidul? Banyak yang percaya itu."
Kata Samsul.
"Ah kita tidak tinggal di wilayah kekuasaannya, kenapa harus memikirkan apa yang dia sukai?"
"Maksudku, para lelembut yang menyukainya, dan banyak yang percaya jadinya untuk meletakkannya di rumah agar banyak roh baik berdatangan membawa rejeki."
Damar kembali tertawa.
"Omong kosong, rejeki datang karena kita bekerja keras, dan Tuhan yang kasih."
Ujar Damar.
"Kan aku sedang cerita soal bunga sedap malam, kenapa kau ceramah."
"Hahaha sialan, ini bukan ceramah."
Damar terbahak.
Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan yang masih setengah nya lagi untuk sampai ke kebun milik Ki Gedhe Tirtayasa.
Damar berniat, nanti pulangnya ia akan benar-benar memetik bunga-bunga itu untuk ia hadiahkan pada Lestari.
Ya...
Bunga adalah simbol kecantikan dan perasaan lembut serta indah.
Sampai di kebun, beberapa pohon sudah mulai berbuah namun belum siap dipanen.
Hanya tiga pohon Kelapa saja yang tampak sudah mulai tua buahnya.
"Kau naik lah yang ini, biar aku yang lebih tinggi."
Kata Damar pada Samsul.
Kepiawaiannya memanjat memang jauh lebih baik dibandingkan Samsul, maka Damar selalu mengalah untuk memanjat pohon yang lebih tinggi.
"Mau coba lihat Durian juga tidak Mar?"
Tanya Samsul sambil melepas ikatan sarung pinggangnya.
Naik ke atas pohon tentu lebih aman hanya menggunakan celana komprang saja, sarung yang diikat di pinggang bisa tersangkut atau bahkan membuat langkah kaki tersandung.
"Besok saja, hari ini bawa kelapa dulu. Sebagian bisa kita jual utuh, sebagian lagi dijadikan minyak."
Samsul mengangguk setuju.
Tak diragukan sosok Damar ini memang putra keturunan Tuan Ageng Parta Prawira, seorang pembisnis ulung, yang bisa melihat semua peluang untuk menghasilkan uang.
Di jaman orang kesulitan, keluarga mereka bisa berjaya, hidup di atas rata-rata manusia lain.
Bedanya, Damar sosok nya lebih Nasionalis, ia sangat terinspirasi perjuangan Insinyur Soekarno dan juga Mohammad Hatta.
Ia sangat berharap, kedua tokoh besar itu bisa bersatu dan menjadikan negara ini sebagai rumah untuk bangsa kita sendiri.
Sementara, Tuan Ageng Parta Prawira, terkenal kedekatannya dengan bangsa asing. Bahkan dia bersahabat baik dengan para Belanda.
Tapi...
Seberapapun Damar berbeda prinsip dengan Ayahnya, ia tetap memiliki darah sang Ayah. Ia tak cocok bergaul dengan bangsa yang ia anggap penjajah, namun kini hatinya jatuh pada gadis keturunan mereka.
Ya...
Cinta...
Kadang datang tak sesuai dengan prinsip manusia.
Aneh memang. Bahkan ia kadang jatuh pada orang yang sejatinya harus kita benci. Itulah kenapa mungkin banyak orang bilang cinta itu buta.
Butanya cinta, jauh lebih parah daripada buta huruf dan buta warna.
Damar kini tampak lincah naik merayap di pohon kelapa, gerakannya sangat gesit. Saat Samsul belum apa-apa, Damar sudah ada di atas dan mulai memilih buah kelapa yang akan ia petik.
Samsul menyusul naik di pohon yang satunya, yang tak terlalu tinggi dan buahnya tak terlalu banyak.
"Pohon ketiga aku saja nanti."
Teriak Damar.
"Yaaa..."
Samsul menyahut.
"Kau urus buah-buah yang di bawah nanti."
Teriak Damar lagi.
"Yaaaa..."
Samsul menyahut tak kalah keras.
Keduanya kemudian tampak mulai sibuk memetiki buah-buah kelapa yang sudah tua untuk nantinya bisa di bawa pulang.
**--------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Elsa Devika
roh baik apaan, nah itu lestari gangguin nilam mulu
pngen tak tampol itu lestari rasa nya😂
2022-08-20
2
marni sumarni
nyimak wae.. ker mau sedap malam tuhh putri aeum dalu aja lemah lembut msok lestari kok kyo gono di getok kro zizi mental kw ora iso blek kapok
bunga sedap mlm sekuntum aja ya thor.. hahaaaaaaa
wkwkwkwkkkk
2022-01-15
0
Putrii Marfuah
baca koment Aja ah
2022-01-10
1