Dea terus melajukan mobilnya di sebuah jalanan yang entah sampai kemana ujungnya, Sudah cukup lama wanita itu mengemudi dalam keadaan hati yang terasa hampa.
Sampai akhirnya ia menepikan mobilnya pada sebuah taman yang terletak jauh dari pusat kota. Yah, tanpa ia sadari jika wanita itu telah melajukan mobilnya keluar dari daerah Jakarta, yang penuh hiruk pikuk akan kegiatan umat manusia.
Ia meraup dalam-dalam oksigen melalui hidung mancungnya, hanya sekedar untuk melegakan pernapasannya yang terasa sesak. Saat sedari pertama ia mendengar hinaan Justin yang sengaja ditujukan untuk dirinya. Ditambah lagi, Evan yang mengambil keputusan sendiri dengan menghilangkan satu kontrak besar untuk dirinya.
Tentu saja hal tersebut akan berimbas pada finansial pribadinya, dimana ia harus melunasi hutang-hutangnya pada sebuah perusahaan properti yang selama ini diam-diam ia miliki tanpa sepengetahuan Evan dan Sonya.
Dari seberang jalan , ia melihat beberapa anak kecil yang meminta es krim pada seorang penjual es krim yang berada di sebuah minimarket yang tak jauh dari taman bermain anak-anak.
Dea keluar dari mobilnya, dan menyeberangi jalanan. Wanita itu membeli banyak es krim lalu memilih duduk di sebuah ayunan yang terdapat di taman bermain tersebut.
Dea menghabiskan lima mini cup ice cream dengan segala varian rasa yang disukainya dalam perasaan yang hambar. Hari ini moodnya semakin buruk.
Sunyi. Itu yang di rasakan Dea saat ini. Entah karena ia yang sengaja mematikan ponselnya atau taman ini yang sepi tanpa pengunjung disini, mungkin dikarenakan waktunya yang tak memungkinkan lagi anak-anak bermain di sini.
Ia membuka mini bagnya dan mengeluarkan Id card nya yang pernah di berikan Evan padanya hampir dua tahun yang lalu. Dea melihat tanggal lahir yang tertera di ID cardnya dan mengingat hari ini adalah tanggal yang sama dengan di ID-card miliknya.
"Cih, hehehe," Dea terkekeh mengingat jika hari ini adalah hari ulang tahunnya, tetapi belum ada satu pun yang memberinya ucapan selamat dan juga doa. Jangankan mereka yang memberi ucapan, mungkin mengingatnya saja tidak.
Sambil menggeleng pelan ia menertawakan dirinya sendiri yang terlalu berharap jika ada seseorang yang mengingat akan hari ulang tahunnya.
"Jangan pernah berharap, Dea" gumamnya di hati.
Lalu ia kembali menatap ID card nya kembali dan berkata "Happy birthday to me, Midea HasXander". Lalu wanita itu menertawakan dirinya sendiri.
Hari ini, untuk pertama kalinya ia merasakan kesedihan di dalam hatinya selama dalam ingatannya. Jika sebelumnya ia merasakan hatinya datar-datar saja.
Penolakan kontrak atas dirinya dan juga kata- kata Justin merupakan kadonya hari ini. Lalu Dea mengayunkan ayunannya sekali dengan dorongan kakinya dalam sekali hentakan yang kuat.
Wanita itu melakukannya berulang kali hingga dirinya merasa terbang bebas sendirian, ia bermain dengan ayunan tersebut hingga dirinya merasa benar-benar puas, barulah wanita itu kembali pulang ke apartemen milik Evan.
Saat ia membuka pintu apartemen serta menghidupkan lampu, Dea merasa terkejut ketika melihat Evan yang sedang duduk santai di sebuah sofa yang menghadap ke arah Televisi. Pria itu sedang menonton acara televisi secara acak.
Entah pria itu menontonnya atau tidak, yang jelas setiap kedatangannya Evan kesini selalu saja berkaitan dengan kesalahan yang di buatnya, Apalagi jika kesalahan tersebut telah membuat pria terlalu kesal dan marah.
Dea memutar bola matanya, dikarenakan merasa gerah melihat pria yang terlalu mengatur hidupnya selain Tante Sonya. Dea melangkah santai menuju kamarnya tanpa memperdulikan pria itu yang melirik tajam padanya.
Kali ini hatinya lebih kuat dari sebelumnya, lantaran ia sudah mulai gerah dan muak akan sikap pria yang terlalu mengatur jalan hidupnya.
"Kenapa mematikan ponselmu?" tanya Evan datar.
"Lowbat," jawab Dea santai, yang seketika itu juga menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu kamarnya.
Evan tersenyum sinis lalu berdiri, ia melangkah pelan menghampiri Dea dan berdiri sejenak menatap wajah gadis polos yang telah ia sulap menjadi wanita dewasa yang layak dikagumi siapa saja bagi yang memandangnya.
"Lowbat?" desis Evan sinis.
lalu ia menarik mini bag Dea dengan kasar.
"Apa yang kamu lakukan?". Dea mencoba menarik kembali tasnya yang kini berada di tangan Evan.
Evan segera mengeluarkan ponselnya Dea dan menekan tombol power, ia tersenyum miring saat melihat sudut kanan atas layar ponsel tersebut tertera angka 72 persen dari baterai ponsel yang dimilikinya.
Pria itu menatap tajam dan menghampirinya lebih dekat ke arah Dea, hingga tubuh wanita itu mentok di sudut meja. Evan menunjukkan layar ponselnya Dea tepat di wajah wanita itu.
"Jangan pernah berbohong lagi, atau kau akan merasakan akibatnya, Midea Hasxander. Camkan itu," Evan berkata pelan di telinga Dea.
Lalu pria itu membalikkan badannya menuju pintu, meninggalkan Dea yang terpaku diam di tempatnya sambil mencampakkan ponsel Dea ke Sofa. Sepeninggalnya Evan, barulah wanita itu bernafas lega.
Pikirannya berkecamuk dengan perasaannya yang kalut. Sebenarnya ingin sekali rasanya ia keluar dari cengkraman pria itu. Akan tetapi, ia masih sangat butuh akan uang yang banyak untuk bertahan hidup di dunia fana ini.
Dea mengambil ponselnya dan memilih masuk ke kamarnya.
...----------------...
Mohon dukungannya dengan memberikan like, vote, komentarnya untuk novel ini
Terima kasih
by Hazhilka ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
less22
aku mapir nih
2022-03-08
4
qinina
aku disini
2022-02-25
1
Hazhilka279
sepi banget ya
2022-01-09
3