"Hah? ! Loe? " Arza sangat terkejut mendengar suara jeritan perempuan dari Rain.
"Loe siapa?! " Arza menatap tajam kearah Rain.
Rain masih diam dan tampak ketakutan.
Kilatan cahaya petir nampak terlihat jelas sampai ke dalam rumah. Suara gemuruh di langit sangat terasa hingga menggetarkan jendela-jendela rumah.
Arza menatap Rain yang seperti tidak sadar akan kehadirannya.
Rain menggenggam erat sofa yang didudukinya, kakinya ditekuk di bawa naik ke sofa. Arza beranjak duduk di samping Rain.
Arza memperhatikan dengan seksama orang yang sedang duduk meringkuk di sofa itu.
Arza menggoyangkan bahu Rain sambil memanggil-manggilnya.
Rain mengerjap dan menoleh ke arah Arza. Mereka terdiam sambil saling memandang.
Dari matanya, dia benar Rain yang ku kenal. Tapi kenapa suara perempuan keluar dari mulutnya? Arza membatin.
.
.
.
"Bwahahahha!!! " Tawa Rain dengan suara laki-lakinya. Arza mengerjap bingung.
"Gimana bro akting gue? Keren gak? " Ucap Rain.
Ya ampun. Batin Arza sedikit kesal.
Rain terus tertawa sementara Arza hanya diam tampak kesal melihat tingkah temannya yang menyebalkan.
"Gue kebelakang dulu, ya. Mules ni perut. " Rain beranjak dari duduknya. Rain melintas di depan Arza. Samar-samar Arza mencium bau yang aneh. Bau anyir apa ini? Batinnya heran.
Rain yang tidak melihat kaki Arza yang menghalangi jalannya dan juga Arza tidak sadar akan hal itu, membuat Rain tersandung dan terjerembab.
Arza berniat menahan Rain agar tidak jatuh, tapi tangan kanannya hanya mendapatkan topi dan tangan kirinya mengenai sesuatu yang mengganjal dari tubuh Rain yang membuatnya refleks menarik kembali tangannya. Dia diam terpaku.
Akhirnya Rain jatuh tak tertolong.
Rain yang sedang telungkup mengaduh kesakitan sementara Arza hanya diam menatap punggung Rain.
Apa itu tadi yang mengganjal? Batin Arza sambil bengong.
Arza menatap Rain dan bertambah terkejut ketika melihat wajah itu tanpa penghalang sedikit pun.
Oh my......
Gosh!!
Topi yang dipegang Arza jatuh ke lantai. Saat itulah Rain baru sadar akan topi dan maskernya. Mereka diam saling pandang dalam waktu yang lama.
.
.
.
Arza mengomel karena dirinya merasa ditipu. Tapi Rain selalu mengelak dengan alasan Arza tak pernah bertanya apapun tentang siapa dirinya sebenarnya.
"Loe kira dengan suara cowok begitu, orang akan mengira kalo loe cewek hah?! "
Rain diam dengan bibir yang mengerucut.
"Kenapa loe gak jujur aja sih kalo loe tu cewek?"
"Gue takut loe minder terus loe gak terbuka karena merasa risih kalo tau gue cewek. "
"Kenapa minder? " Wajah Arza mengkerut.
"Karena gue yang cewek aja bisa ngelumpuhin tu preman, sementara loe yang cowok malah babak belur sampe masuk rumah sakit. " Ucapannya jelas terlalu sombong.
Arza bengong dibuatnya.
Ya. Gue emang gak keren. Gue kalah dari cewek. Gue diselametin sama cewek. Tapi kan kemampuan setiap orang berbeda-beda. Sombong banget sih dia. Untung aja dia udah nolongin gue. Kalo bukan karena itu, udah gue tampol juga tu mulut biar gak kelewatan sombongnya. Arza hanya bisa menggerutu dalam hati.
.
.
.
Mereka akur seperti biasa walaupun Arza sedikit risih karena berada di dekat perempuan. Apalagi kalau ia ingat saat tangannya yang tidak sengaja menyentuh dada Rain, jantungnya berdebar bukan main. Tapi sifat dan sikap Rain yang tetap sama membuat Arza tetap nyaman seperti biasanya.
.
.
.
"Eh! Ngomong-ngomong, dulu loe bawa gue naik motor gimana caranya? "
"Gue iket loe pake jaket gue. "
"Terus para preman itu apa kabar ya? "
Rain menatap Arza heran. "Kabar mereka baik-baik aja. Mereka cuma pingsan waktu itu."
"Za! Gue boleh pinjem baju sama celana loe gak? " Rain menatap Arza berharap. Arza menatapnya aneh. "Buat? "
"Buat gue pake lah. "
"Sekarang? "
"Ya sekarang lah. "
"Kenapa? Loe kan udah pake baju sama celana."
"Gue lagi bocor. " Ucap Rain malu-malu. Arza melongo dengan penuturan Rain.
Ya ampun ni cewek gak tau malu banget sih ngomong gini sama gue? Batin Arza.
Iiihh... Jangan-jangan yang bau anyir tadi....
"Jorok banget sih loe! Sampe tembus gitu. "
Rain hanya cengengesan.
Pantas saja dari tadi dia cuma berdiri. Batin Arza mengerti.
Flashback off
Arza senyum-senyum sendiri mengingat masa lalu itu. Baginya itu cukup lucu.
Arza mengingat Rain yang semakin lama memperlihatkan sisi perempuannya. Bahkan caranya berjalan pun berbeda dengan saat pertama mereka bertemu.
Arza menatap Rain yang tidak ada pergerakan sama sekali.
"Ya ampun. Ni cewek tidur? Ngorok lagi. " Arza menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan kalakuan temannya itu.
"Woi! Bangun! Malah tidur lagi. Tutup tu mulut." Ucap Arza sedikit berteriak.
"Hoh? Heu... Apa? Ada apa? " Rain gelagapan.
"Gue minta loe temenin gue disini bukan buat liat loe tidur! Gak asik loe! "
"Hoaaamm....." Rain menguap lebar. Arza mendelik melihatnya.
"Makanya kalo mau ngelamun itu di rumah aja. Orang udah panggil-panggil juga, masih aja gak nyadar. Nyasar dimana sih nyawa loe? "
Arza menepuk wajahnya frustasi.
"Nyawa gue nyasar dimasa lalu. " Ucap Arza dengan tangan yang masih menutupi wajahnya.
"Eh, Za! Pulang yuk! Ngantuk nih gue. Gak semangat juga mau lanjut kerja. " Ucap Rain tanpa beban. Arza menatap Rain tak percaya dengan kata-katanya itu.
"Kok gue ngerasa dimanfaatin ya. "
"Heheh.... Emang lagi kesempatan mumpung loe disini." Rain nyengir.
Dan pada akhirnya mereka pun pulang. Arza memberi biaya ganti rugi untuk Rain yang diajaknya pergi kepada pak Broto langsung. Tapi pak Broto menolak itu.
Arza tidak bisa memaksa Rain untuk tetap duduk bersamanya melihat kondisi Rain yang mengantuk berat. Berjalan saja masih sempat berhenti untuk terlelap.
Akhirnya Arza membawa Rain naik ke motornya. Tak lupa Arza mengikat Rain dengan jaket agar tidak jatuh di jalan.
Motor Rain? Dititipkannya di resto.
\=\=\=\=
Arza menghentikan motornya di jalan yang tak jauh dari rumah Rain. Rain gelagapan. Benar saja, gadis itu tidur di motor.
"Ck! Loe bikin susah gue aja sih! "
"Heheh...... Maaf. Makanya gak usah ganggu gue kerja. Kena imbasnya kan loe. "
"Udah sana buruan balik. Kalo gue anter sampe rumah loe yang ada ntar mak loe ngamuk lagi liat gue. "
Rain menepuk bahu Arza. "Thanks ya. Gue balik. Loe hati-hati dijalan. " Rain berlalu pergi sambil berjalan gontai.
Arza tetap diam ditempat melihat kepergian Rain. Dia takut kalau temannya akan berhenti dijalan dan tertidur lagi. Sampai Rain mengetuk pintu rumahnya, barulah dia pergi.
Rain mengetuk-ngetuk pintu rumahnya dan sabar menunggu seseorang untuk membukakan pintu.
"Eh! Tumben kakak udah pulang? " Ucap Zee setelah pintu terbuka.
"Hemh.... "
"Kakak kenapa? "
" Ngantuk. "
"Heh? Jam segini udah ngantuk aja. Tadi kakak tidur siang ya? "
Rain menatap adiknya dengan seksama.
Wah... Ini pasti gara-gara tadi siang aku tidur. Jadi tambah ngantuk kan. Batinnya.
Rain tidak segera masuk kerumahnya. Dia berbalik dan memperhatikan lahan kosong diseberang rumahnya.
Kenapa aku merasa orang itu ada di sana? Batinnya sambil terus menatap lahan kosong itu.
Tak jauh dari sana, tampak seseorang dengan jaket berwarna merah sedang berdiri mematung menatap Rain dalam kegelapan.
Rain berniat masuk, tapi cahaya kilatan dari langit membuat orang yang berdiam diri itu terlihat oleh Rain. Rain menjadi waspada.
Rain melangkah bergegas untuk melihat siapa orang itu. Tapi orang itu sudah berlari terlebih dahulu.
Apa itu anaknya pak Tri lagi? Kenapa dia senang sekali berdiri melihat rumahku? Rain merasa aneh.
"Ada apa, kak? " Teriakkan Zee menyadarkannya.
"Gak ada. " Jawabnya lalu kembali kerumahnya.
\=\=\=\=\=\=
Rain POV
Hari ini adalah hari spesial untuk adikku. Meskipun hari ini juga adalah hari yang membuatnya sedih. Ini adalah hari perpisahan adikku. Dia tampak senang tapi juga sesekali terlihat kesedihan di wajahnya.
"Kami berangkat ya, bu. " Ucapku seraya menyalami ibuku. Zee pun menyalami ibu dan kami berpamitan. Kami pergi menuju sekolah Zee.
Ya. Akulah yang akan menggantikan ibu dan bapak untuk datang ke sekolahnya Zee. Ibu dan bapak sedang berhalangan untuk datang.
Aku sedang libur kuliah dan juga ku sengajakan untuk libur kerja hari ini.
Aku mengendarai motorku dengan santai karena hari juga masih terlalu pagi.
\=\=\=\=\=
Kami sampai di sekolah. Tampak terlihat sekolah sudah mulai ramai. Zee menghampiri teman-temannya. Mereka terlihat bahagia. Sampai-sampai beberapa dari mereka terlihat melompat-lompat. Aku ingin tertawa melihat mereka.
Hari ini tidak semua murid datang ke sekolah. Hanya murid kelas 9 dan beberapa murid kelas lain yang terpilih untuk ikut hadir disini. Tapi, hari ini ada beberapa orang tua yang bahkan anaknya tidak bersekolah disini ikut juga hadir dan juga beberapa orang tua dari adik kelas Zee.
Alasannya adalah, mereka akan tau siapa penyebab anak-anak mereka yang terpaksa pindah dari sini karena di bully. Ini juga alasanku ikut hadir disini agar tau siapa sebenarnya dalang dari semua ini.
Mungkin kata 'dalang' itu agak berlebihan.tapi dengan kerugian yang didapatkan oleh beberapa orang, kata itu tidaklah jadi berlebihan.
Arza tidak memberitahuku sampai sejauh itu. Jadi aku juga sama-sama menunggu seperti yang lain.
Pertunjukan seru ini jangan sampai terlewatkan. Haha... Jahat sekali aku.
Maksudku, pertunjukan tentang kebenaran yang sebentar lagi akan terungkap.
Aku berjalan meninggalkan motorku dan menuju halaman sekolah. Samar-samar, aku lihat seseorang yang ingin aku jumpai. Seseorang yang membuatku merasa geram.
Aku berjalan menghampirinya. Tapi setelah ku dekati, keadaannya membuatku terkejut.
Ada apa dengan dia? Tubuhnya tampak kurus. Wajahnya pucat dan dia tampak ringkih. Apakah dia sakit? Apa kejahilan yang aku dan Arza rencanakan membuatnya separah ini?
Pandangan kami bertemu dan seketika tubuhnya diam kaku.
"Kak Rain! " Pekiknya.
"Apa kabar, Dion? "
.
.
.
.
bersambung....
sekian dulu....
kalau ada kata-kata yang kurang berkenan mohon dimaafkan ya...
mohon dukungannya...
salam dari yuya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Stanalise (Deep)🖌️
Entar lu suka gimana? Masalahnya gue cewek tulen, cantiknya mempesona soalnya mangkannya gue nyamar takut lu taksir #Andai dia ngomong kek gitu
2022-09-29
1
Stanalise (Deep)🖌️
Saya ngakak liat adegan ini jujur...
2022-09-29
1
Stanalise (Deep)🖌️
Hahahaha ngapain Rain Weh?
2022-09-29
1