demi melihat pelangi

Author POV

Kepergian Ace diiringi tanda tanya oleh ketiga orang di taman itu.

Kenapa kakak datang kemari dan mendekati Rain? Batin Kana sedikit curiga dan cemburu.

Apa yang dilakukan manusia es itu di belakangku? Batin Rain merasa aneh.

Sementara Intan tak bisa menahan senyumnya karena tingkah Ace yang baginya itu lucu. Walaupun dia juga merasa heran kenapa Ace berada di belakang mereka.

Rain mengedikkan bahu tak peduli. Dia kembali fokus pada pelangi yang kini sudah memudar.

"Sebentar sekali ya pelanginya muncul, bu."

Ucapnya pada Intan tanpa menoleh. Kana menatapnya datar.

"Iya. Tapi kalau sore biasanya munculnya lama loh. Kamu tunggu aja sampai nanti sore. " Intan membujuk Rain. Intan sebenarnya masih menginginkan Rain untuk berada di rumahnya lebih lama.

Rain menghela nafas. "Tapi saya harus berangkat kerja sebentar lagi, bu. Masa saya mengabaikan pekerjaan saya demi pelangi yang belum tentu akan muncul. "

Intan tampak kecewa dengan ucapan Rain. "Iya juga sih. "

"Tapi kamu tunggu aja sampai adzan dulu, terus kamu sholat dulu si sini biar tenang. Ya." Bujuknya lagi.

"Iya deh, bu. " Jawaban Rain membuatnya merasa sangat senang.

Kana sedikit merasa kesal karena ibunya menginginkan agar Rain lebih lama di rumahnya. Kana gelisah mengingat Ace yang berada di belakang Rain tadi. Sikap ramahnya pun hilang berganti dengan tatapan datar yang dingin. Tapi Rain sama sekali tidak memperhatikan itu.

Adzan pun tiba. Intan menyarankan Rain untuk mandi terlebih dahulu. Sementara Intan menyiapkan makanan untuk makan siang.

Rain yang tidak biasa mandi di rumah orang, dia mandi dengan tidak tenang. Apalagi Rain ingin segera pergi menuju resto. Ia takut kalau hujan turun kembali.

\=\=\=\=

Dan benar saja, hal yang di takutkan Rain pun datang. Ketika Rain melaksanakan sholat dzuhur, hujan turun dengan lebatnya. Hujan turun lebih lebat dari sebelumnya.

Setelah selesai shalat, Rain memandangi tetesan air yang deras itu dari jendela dengan datar. Dia hanya menghela nafas merasa pasrah walaupun hatinya sedikit kesal.

"Tuh kan hujan. " Ucapnya pada dirinya sendiri.

"Kalau begini kapan aku bisa pergi? "

Rain beranjak dari tempatnya shalat menuju dapur dimana Intan sedang menyiapkan makanan.

"Kenapa ibu repot-repot begini? Ibu kan bisa tunggu saya dulu. " Intan hanya tersenyum mendengar itu tanpa menoleh.

"Kamu itu tamunya ibu, jadi sudah sepantasnya ibu menyiapkan semua ini tanpa harus menunggu kamu."

Intan selesai dengan pekerjaannya. Dia tampak kelelahan. Rain yang melihat itu merasa iba. Kekesalan dihatinya hilang seketika, apalagi saat Intan tersenyum dengan lembut padanya. Hatinya terasa hangat.

"Oh ya Rain, kamu bisa nggak panggil Kana kemari? Ibu mau mandi dulu, gerah ini. " Intan tanpa merasa sungkan mengatakan itu pada Rain. Rain merasa heran tapi dia diam saja.

Intan berlalu tanpa menunggu persetujuan dari Rain. Rain beranjak ke ruang keluarga, tapi dia tidak bisa menemukan Kana di seluruh ruangan itu. Dia pun pergi ke ruang tamu.

Tapi, hembusan angin yang kencang disertai gemuruh hujan yang deras membuatnya diam seketika. Apalagi langit yang gelap itu tampak mengeluarkan cahaya kilat yang menakutkan.

Tenanglah... Ucapnya dalam hatinya.

Ini hanya angin dan hujan. Apa yang aku takutkan dengan makhluk ini? Mereka bahkan tidak sedang mengamuk.

Tenanglah Rain.... Angin, hujan dan petir juga makhluk ciptaan Allah. Takutlah pada penciptanya. Rain berusaha menenangkan dirinya dengan kata-kata itu.

Rain menutup pintu dan berjalan masuk perlahan, dia sedikit lebih tenang. Rain menunduk dan tanpa sengaja menubruk seseorang. Rain menatap orang itu, mendongak karena orang itu lebih tinggi darinya.

Ace! Batinnya.

Sementara yang di tabrak tampak menatapnya tak suka dan mengumpat.

"Cih! Dasar bodoh! " Lalu dia beranjak pergi meninggalkan Rain.

Rain hanya menatapnya datar dan membiarkan Ace berlalu.

Apa yang membuatku harus membenarkan kata-katanya? Kalau aku bodoh karena menabraknya, apa bedanya dengan dia? Dia berdiam diri disitu dan membiarkan aku menabraknya. Apa dia juga sama-sama tidak melihat? Kalau begitu dia juga sama-sama bodoh! Dasar aneh! Batin Rain menggerutu.

Rain berjalan gontai menuju ruang keluarga. Setibanya disana, dia duduk di sofa dan melupakan niatnya mencari Kana karena tidak tau juga yang dicarinya itu ada dimana.

Hingga beberapa menit berlalu, Intan tiba di ruang keluarga dan melihat Rain yang sedang tidur sambil duduk bersandar di sofa. Intan hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Ternyata dia di sini. Apa kamu sangat kelelahan sampai tidur disini sambil duduk? " Intan bergumam.

Intan ingin memperbaiki posisi tidur Rain, tapi karena dia tidak mampu mengangkat tubuh Rain yang berat, akhirnya dia memanggil Ace. Ace datang bersama Kana.

"Tolong kamu perbaiki posisi tidurnya. Mama tidak kuat. " Intan berucap sambil menatap Rain. Ace mengangkat sebelah alisnya heran.

"Mama bercanda, ya. Mama suruh aku buat angkat orang ini? " Ace menggeleng tak percaya.

"Iya. Mama gak kuat. Kayaknya Kana juga gak bisa. " Intan berucap sambil melihat Kana. Badan Kana bahkan lebih kecil dari Rain.

"Salahnya badan segede kebo begini."

Intan tersenyum. "Badan kamu kan lebih besar dari dia. Kebo-an mana coba? "

Ace hanya diam dengan pertanyaan ibunya itu. Dia hanya membatin, Karena aku laki-laki. Tak ingin menyuarakan ucapannya itu karena pasti ibunya akan menjawabnya lagi.

Ace menatap Kana dan Rain bergantian, lalu dia memandang ibunya. Intan tampak mengangguk tak sabar. Sementara Kana sudah terlihat gusar.

Lalu Ace berjongkok dihadapan Rain. Tapi tiba-tiba dia berdiri lagi dan itu membuat ibunya keheranan. "Kenapa lagi? "

"Masa iya aku harus gendong dia. "

"Ck! Iya. Ya terserah apa kek, yang penting posisi tidurnya baik. Kasihan dia kayak gitu. "

Ace pun berjongkok kembali.

Wajahnya datar menatap wajah yang sedang tertidur pulas itu.

Ace mengangkat tangannya. Tapi alih-alih dia membetulkan posisi tidur Rain, dia malah menepuk-nepuk pipi Rain dengan keras.

"Pindah, benerin posisi tidur loe. Bangun, bangun." Walau suaranya pelan tapi itu berhasil membuat Rain bangun dengan kebingungan. Intan mendelik melihat yang dilakukan Ace.

"Kok kamu malah bangunin dia sih? " Intan terlihat kesal.

"Loh, katanya terserah. Ini usahaku buat benerin posisi tidurnya dia loh, ma. " Ace merasa menang. Dia ingin tertawa dengan apa yang dilakukannya.

Rain mengerjapkan matanya dan mencoba menyesuaikan pemandangan yang ada dihadapannya. Alisnya bertaut ketika melihat ada tiga orang yang sedang berdiri dihadapannya.

"Maaf, bu. Saya ketiduran. " Ucap Rain lirih.

"Kita juga tau kalo loe tidur! Tidur aja ngerepotin orang. " Rain bingung dengan ucapan Ace itu.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Sore hari yang cerah, hujan sudah reda bahkan awan mendung pun sudah berlalu pergi. Rain dalam perjalanannya menuju ke resto. Gadis itu tampak tersenyum puas mengingat pemandangan pelangi yang sangat indah di halaman rumah Intan.

Ternyata benar yang diucapkan oleh wanita paruh baya itu.

Pelangi saat sore hari disana tampak jelas dan juga muncul dengan waktu yang lama. Rain memotret pelangi itu dengan berbagai gaya. Dia yang awalnya agak kesal berubah senang dan puas melihat pelangi itu.

Rain sampai di resto menggunakan motor matic nya. Dia menolak untuk diantarkan karena lebih nyaman berkendara sendiri dan juga dia sudah tau jalannya menuju tempat kerjanya itu.

Rain sampai di resto saat hari sudah mulai gelap. Tak lama ia datang, adzan maghrib pun berkumandang. Perjalanannya menuju resto memang terbilang cukup lama karena Rain berkendara dengan sangat santainya.

Rain masuk ke resto yang masih sepi itu. Hanya ada beberapa teman-temannya yang terlihat. Dia bergegas ke ruangan tempatnya biasa melaksanakan shalat.

\=\=\=\=\=\=\=\=

Jam kerja pun di mulai. Seperti biasanya, Rain sangat sibuk dimalam hari di hari minggu.

Saat Rain sedang sibuk memasak, Sinta menghampirinya dengan berjalan pelan.

"Rain! " Sinta memanggilnya setengah berbisik.

Rain menoleh sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

"Cowok kemarin datang lagi. " Ucapnya lagi masih berbisik, takut di dengar koki yang lain.

Rain menatap Sinta tapi pikirannya tertuju pada Arza. Rain menoleh pada beberapa seniornya yang sedang sibuk memasak.

Rain menaruh jari telunjuknya di bibirnya. Sinta mengangguk mengerti lalu dia berlalu pergi.

Seorang pelayan wanita mendatangi Rain dan memberikan sebuah kertas. Rain memberikan isyarat pada pelayan itu agar tidak berisik, pelayan itu mengangguk lalu pergi.

Rain membuka lipatan kertas itu dan menghela nafas pelan setelah membacanya. Rain beranjak dari dapur dengan beralasan pergi ke toilet pada seniornya. Seniornya tidak terlalu memperhatikan dan hanya mengangguk asal.

Mata Rain berkeliling memperhatikan satu persatu tamu yang datang. Hingga akhirnya tatapan matanya tertuju pada seorang laki-laki yang memakai pakaian yang rapi. Rain menautkan alisnya merasa aneh dengan penampilan orang itu.

Tumben amat. Batinnya saat melihat laki-laki itu yang tak lain adalah Arza.

Rain sampai di meja Arza.

"Mau pesan apa? "

Arza mendongak menatap Rain dengan tatapan yang dingin. Rain bingung di buatnya.

"Mau pesan apa? " Rain mengulang pertanyaannya karena Arza hanya diam sambil terus menatapnya.

"Mau pesan kamu. " Jawaban Arza membuat Rain merasa risih.

"Maksudnya? "

"Saya memesan agar kamu duduk disini menemani saya. " Rain ingin tertawa mendengar ucapan Arza yang terdengar formal itu, tapi dia mengurungkan niatnya itu.

Arza mencondongkan badannya pada Rain dan berbisik. "Kalo loe gak mau, gue pastiin Zee bakalan kecewa karena gue gak datang. " Rain mengerutkan dahinya.

"Kok jadi ngancem gitu sih?! "

Arza memperbaiki posisi duduknya lalu mengedikkan bahu.

"Loe mau gak? "

Rain tampak berpikir dengan perkataan Arza. Kalau sampai Arza tidak datang di hari perpisahan, Zee akan malu pada teman-temannya karena dianggap berbohong dan juga pasti Zee akan kecewa padanya karena telah memberi harapan palsu.

Rain merengut. Padahalkan kemarin-kemarin udah sepakat mau datang, kenapa sekarang kayak gini? Rain yang merasa kesal hanya bisa membatin.

Lalu sang bos pemilik resto pun datang.

.

.

.

.

bersambung....

maaf kalo ceritanya gak jelas dan ngawur...

salam dari yuya....

Terpopuler

Comments

Stanalise (Deep)🖌️

Stanalise (Deep)🖌️

Wahhhh Rainn, akhirnya bisa juga mampir kemari....

2022-09-28

1

Stanalise (Deep)🖌️

Stanalise (Deep)🖌️

kau tegur lah dia tdi, saya suka kalo kamu pemberani gitu sungguh. Rasanya kalo udah liat kau seberani itu, jadi pen masuk ke cerita ikut bantuin kau

2022-09-28

2

Stanalise (Deep)🖌️

Stanalise (Deep)🖌️

Udah disitu saja dulu Rain, mereka masih nyaman sama kamu tuh. Ato, nunggu abis makan aja trs pulanglah kau 🤣 yang penting perut sudah terisi

2022-09-28

1

lihat semua
Episodes
1 01 Mimpi Buruk
2 02 dibully
3 03 penjelasan
4 04 hadiah?
5 05 mimpi buruk lagi
6 06 berawal dari hujan
7 07 hilang dan sepi
8 08 gibah yang merubah
9 09 Ace!!
10 10 nasihat ibu dan kekhawatiran ayah
11 11 sisi lain
12 12 tentang Rain
13 13 adik kakak atau sepasang kekasih?
14 14 tentang Kana
15 15 Snow?
16 Visual
17 itu bukan nyamuk
18 demi melihat pelangi
19 kisah lalu teman baru
20 pertemuan
21 ternyata...
22 hanya berkomentar
23 Berdua
24 Apa Alasannya?!
25 pilihan tetap tinggal tidaklah salah
26 tamu dalam mimpi
27 Firasat
28 Dia Sudah Tiada
29 Perasaan Yang Familiar
30 Resto Kebakaran!
31 Ingin Bermain
32 Paman Botak
33 Ada Kemajuan
34 Musibah
35 Berpamitan dan Bertemu
36 Terganggu
37 Tanpa Alasan
38 Penampakan
39 Penampakan yang sesungguhnya
40 Tampak Berbeda
41 Biasa Aja
42 Sebenarnya Tak Ingin Melihat (BL)
43 Berdamai
44 Tamu
45 Ada Apa?
46 Telah Berubah
47 Dua Insan Di Tepi Kolam
48 Salah Faham?
49 Sisi Yang Menyeramkan
50 Tidak Sadar
51 Kabar
52 Mengatakan Perasaan
53 Apa Yang Sebenarnya Terjadi
54 Tidak Mengerti
55 Tak Boleh Pergi
56 Aku Menghawatirkan mu
57 Bertemu saat membutuhkan
58 Foto Geraldi Zhang dan Kecurigaan
59 Takut
60 Kecewa
61 Terjadi Sesuatu
62 Bertarung
63 Walaupun Bukan Anakku
64 AceRain...
65 Seperti Inilah Kenyataannya
66 Salah Pak Supir?
67 Terpisah Jarak
68 Dimana Zee?
69 Menjadi Alasan
70 Buku Nikah
71 Ternyata dia adalah ibu tiriku
72 Siapa Sebenarnya Aku?
73 Dia dan Beberapa Rahasia
74 Kekalahan Rain
75 Masalah Karena Masalah
76 Ibu Merasa Cemburu
77 Canggung
78 Ada Sesuatu
79 Ada Manis-Manisnya
80 Reynaldi Zhang
81 Alasan
82 Pulang
83 Siapa Dia?
84 Tetap Harus Bicara
85 Harus Diakhiri
86 Bingung
87 Sesaat Mencoba Tenang
88 Tidak Seburuk Itu
89 Mengajak Zee Pergi
90 Jadi Dia Sudah Tau?
91 Ammar
92 Meminta maaf?
93 Apa bisa dipercaya?
94 Berbanding terbalik
95 Obrolan di suatu malam
96 Setelah dia pulang
97 Berjalan lancar
Episodes

Updated 97 Episodes

1
01 Mimpi Buruk
2
02 dibully
3
03 penjelasan
4
04 hadiah?
5
05 mimpi buruk lagi
6
06 berawal dari hujan
7
07 hilang dan sepi
8
08 gibah yang merubah
9
09 Ace!!
10
10 nasihat ibu dan kekhawatiran ayah
11
11 sisi lain
12
12 tentang Rain
13
13 adik kakak atau sepasang kekasih?
14
14 tentang Kana
15
15 Snow?
16
Visual
17
itu bukan nyamuk
18
demi melihat pelangi
19
kisah lalu teman baru
20
pertemuan
21
ternyata...
22
hanya berkomentar
23
Berdua
24
Apa Alasannya?!
25
pilihan tetap tinggal tidaklah salah
26
tamu dalam mimpi
27
Firasat
28
Dia Sudah Tiada
29
Perasaan Yang Familiar
30
Resto Kebakaran!
31
Ingin Bermain
32
Paman Botak
33
Ada Kemajuan
34
Musibah
35
Berpamitan dan Bertemu
36
Terganggu
37
Tanpa Alasan
38
Penampakan
39
Penampakan yang sesungguhnya
40
Tampak Berbeda
41
Biasa Aja
42
Sebenarnya Tak Ingin Melihat (BL)
43
Berdamai
44
Tamu
45
Ada Apa?
46
Telah Berubah
47
Dua Insan Di Tepi Kolam
48
Salah Faham?
49
Sisi Yang Menyeramkan
50
Tidak Sadar
51
Kabar
52
Mengatakan Perasaan
53
Apa Yang Sebenarnya Terjadi
54
Tidak Mengerti
55
Tak Boleh Pergi
56
Aku Menghawatirkan mu
57
Bertemu saat membutuhkan
58
Foto Geraldi Zhang dan Kecurigaan
59
Takut
60
Kecewa
61
Terjadi Sesuatu
62
Bertarung
63
Walaupun Bukan Anakku
64
AceRain...
65
Seperti Inilah Kenyataannya
66
Salah Pak Supir?
67
Terpisah Jarak
68
Dimana Zee?
69
Menjadi Alasan
70
Buku Nikah
71
Ternyata dia adalah ibu tiriku
72
Siapa Sebenarnya Aku?
73
Dia dan Beberapa Rahasia
74
Kekalahan Rain
75
Masalah Karena Masalah
76
Ibu Merasa Cemburu
77
Canggung
78
Ada Sesuatu
79
Ada Manis-Manisnya
80
Reynaldi Zhang
81
Alasan
82
Pulang
83
Siapa Dia?
84
Tetap Harus Bicara
85
Harus Diakhiri
86
Bingung
87
Sesaat Mencoba Tenang
88
Tidak Seburuk Itu
89
Mengajak Zee Pergi
90
Jadi Dia Sudah Tau?
91
Ammar
92
Meminta maaf?
93
Apa bisa dipercaya?
94
Berbanding terbalik
95
Obrolan di suatu malam
96
Setelah dia pulang
97
Berjalan lancar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!