Sang bos pemilik resto datang menghampiri Rain dan Arza. Rain merasa takut karena sampai bosnya mendatanginya.
"Maaf, tuan. Apakah ada keperluan anda terhadap karyawan kami ini? Dia adalah koki, jadi dia bertugas memasak di dapur. Kalau anda mau, saya bisa memanggilkan pelayan untuk melayani anda. " Ucap pak Broto sopan setelah sampai di meja Arza.
Rain kesal melihat Arza yang seolah tak peduli.
Arza mengeluarkan sebuah kartu dari balik jasnya. Lalu memberikannya pada pak Broto.
"Saya hanya ingin mewawancarai karyawan anda. Karena saya dengar, dia adalah koki termuda dan masih berkuliah. Kalau bapak tidak keberatan, saya ingin bertanya beberapa hal pada karyawan anda ini. " Arza berucap tanpa beban seolah dia pasti dapat persetujuan.
Pak Broto menatap Arza dan Rain bergantian.
"Bagaimana dengan kamu, Rain. Apakah kamu bersedia? " Pak Broto menatap Rain dan tidak yakin kalau karyawannya itu mau diwawancarai.
Tapi diluar dugaan pak Broto, Rain malah mengangguk tersenyum tanpa ragu.
"Ya sudah. Silahkan anda mewawancarai karyawan saya ini. Kalau anda butuh apa-apa lagi, anda bisa memanggil pelayan kami. Saya permisi. " Pak Broto berlalu meninggalkan mereka. Tapi dia menoleh sekilas pada Rain merasa ada yang aneh.
Rain duduk di kursi setelah pak Broto benar-benar pergi.
"Bisa banget loe ya bohongin orang tua. "
"Dia kan bukan orang tua gue. Lagian kalo gak gini, gak mungkin loe mau dan juga mereka belum tentu ngijinin loe duduk sama gue disini.
Sekarang temen-temen loe juga gak akan banyak tanya karena gue wartawan. " Arza melipat tangannya di dada sedikit menyombongkan dirinya.
Rain memutar matanya jengah dengan kelakuan temannya itu.
"Terus sekarang loe mau apa? "
"Cuma pengen duduk ngobrol aja sama loe. "
Rain mengerutkan dahinya. "Kita udah sering duduk ngobrol. Apa bedanya sama sekarang ?"
Arza tidak menjawab dan hanya menatap Rain lekat.
"Gue jotos loe lama-lama. " Ucap Rain tiba-tiba.
"Kenapa? " Arza terlihat bingung.
"Loe tu ngeselin tau gak. " Rain merengut.
Arza terkekeh dibuatnya tapi beberapa saat kemudian ekspresinya berubah dingin.
Rain tidak melihat itu karena pandangannya tertuju pada para tamu yang berdatangan.
Arza terus menatapnya. Mengingat saat-saat mereka pertama bertemu.
Flashback
Arza di kejar oleh beberapa orang berbadan besar. Dia berlari sampai kelelahan karena tidak bisa sembunyi.
Arza berlari ke jalan dan ke gang rumah warga. Tapi tidak ada orang yang bisa membantunya. Sekali ada, orang-orang yang menolong itu malah di hajar oleh orang-orang yang mengejarnya.
Arza terus berlari hingga kelelahan dan terjatuh. Dia tertangkap dan di pukuli habis-habisan hingga Arza merasa itulah akhir dari hidupnya.
Arza jatuh tersungkur dalam keadaan setengah sadar. Sakit di sekujur tubuhnya membuat dia tidak menyadari orang-orang yang menghajarnya sedang berhadapan dengan orang lain.
Arza hanya mengira orang-orang itu sedang memukulinya dan karena keadaannya sudah parah, dia jadi tidak bisa merasakan lagi pukulan orang-orang itu.
Hingga beberapa saat kemudian, dia merasakan tubuhnya terangkat. Ada seseorang yang menggendongnya. Arza pasrah kalau orang itu akan menghempaskannya ke tanah dan membuat dia mati.
Tapi perkiraannya salah, orang yang menggendongnya membawanya pergi entah kemana.
Samar-samar dia mendengar suara deru motor. Dia bisa merasakan angin yang bertiup menyentuh kulitnya. Sakit. Hanya itu yang dirasakannya.
Hingga akhirnya dia tidak merasakan apa-apa lagi.
\=\=\=\=\=
Arza terbangun dengan kepalanya yang sangat pening. Tercium bau khas obat-obatan di ruangan itu. Arza melihat sekelilingnya. Dia berada di rumah sakit.
Tapi siapa yang membawaku kemari? Pikirannya terus bertanya-tanya.
Beberapa saat kemudian, seorang perawat masuk untuk memeriksanya.
"Anda sudah sadar ? "
Arza tidak menjawab pertanyaan perawat itu tapi dia malah balik bertanya. "Siapa yang sudah membawaku kemari? "
"Teman anda. Dia sedang menunggu di depan." Ucap perawat itu sambil memeriksa.
Arza mengerutkan keningnya bingung. Seingatnya, dia bahkan tidak memiliki teman baru-baru ini. Lalu siapa orang itu?
Arza menatap perawat itu. "Boleh saya minta tolong? "
"Tentu saja. Apa yang bisa saya bantu? "
"Bisa panggilkan teman saya untuk masuk? "
"Baik. Tapi tunggu sebentar." Perawat itu belum menyelesaikan pekerjaannya. Lalu dia keluar setelah selesai memeriksa.
Tidak lama kemudian seseorang yang memakai topi dan masker masuk ke ruangan itu. Baju kemeja yang dilapisi jaket, disertai celana jeans yang longgar, membuat penampilan orang itu terlihat seperti laki-laki.
Apalagi caranya dia berjalan disertai tinggi badannya yang hampir setinggi Arza, membuat Arza sedikit yakin akan hal itu.
"Loe yang udah nolong gue? " Tanya Arza lemah.
Orang itu hanya mengangguk.
"Thanks ya. Kalo gak ada loe, gue gak tau gimana nasib gue sekarang. "
"Gak ada masalah. Lagian gue cuma kebetulan lewat aja. " Jawaban orang itu terdengar santai. Tapi Arza merasa sedikit ada yang aneh.
Tapi dengan suara yang dikeluarkan oleh orang itu membuat Arza yakin kalau orang yang ada dihadapannya adalah seorang laki-laki. Arza masih mengamati orang itu.
"Oh ya. Kenalin, gue Rain. " Orang itu mengulurkan tangannya. Arza tampak diam berpikir sebelum akhirnya menerima uluran tangan itu.
"Arza." Rain sedikit terkejut.
"Nama loe mirip banget sama abang gue. "
"Oh ya? Siapa nama abang loe? "
"Abang gue namanya Arka. "
"Heheh, bener juga. Beda satu huruf doang. Kebetulan banget ya. "
Mereka pun berbincang cukup lama dan saling bertanya hal yang menurut mereka menarik.
Arza tampak terlihat sudah sehat walau masih tampak lemas. Wajahnya masih terlihat pucat.
Arza merasa nyaman mengobrol dengan orang yang baru ditemuinya dan telah menolongnya itu.
\=\=\=\=\=\=
Berhari-hari pun berlalu. Keadaan Arza yang sudah membaik membuat dia diperbolehkan untuk pulang. Setiap harinya Rain selalu menyempatkan diri untuk menjenguk teman barunya itu.
Hingga pada hari Arza diperbolehkan pulang, pertanyaan yang beberapa hari ini selalu disimpannya akhirnya keluar.
"Keluarga loe mana? Kok mereka gak jemput loe? " Rain jelas penasaran karena selama beberapa hari dia menjenguk Arza, dia tidak pernah bertemu seorang pun yang menjenguk teman barunya itu.
Wajah Arza menatap lurus ke depan dengan tatapan yang datar.
"Gue cuma tinggal sendiri. Orang tua gue udah lama meninggal. Gue juga gak punya kakak atau adik. Gue bener-bener tinggal sendirian. "
Jawaban Arza membuat Rain terdiam. Rain akan merasa sedih dan kesepian kalau dirinya yang berada di posisi Arza.
"Kalo gitu, biar gue yang anterin loe pulang. " Tawarnya yang sebenarnya ingin menghibur Arza.
Arza menghela nafas pelan. "Sorry ya, gue ngerepotin loe terus. "
"Gak masalah. Gue seneng bisa bantu loe. "
\=\=\=\=
Mereka akhirnya pulang. Arza dibawa oleh Rain mengendarai motor matic milik Rain.
Mereka sampai di rumah Arza di sore hari. Rumah yang bergandengan itu terlihat sederhana. Di kanan dan kiri rumah itu tampak seperti rumah yang tak berpenghuni.
Tapi tak jauh dari rumah Arza, banyak pula rumah lainnya yang terlihat ramai berpenghuni.
Rain melihat sekeliling saat Arza membuka pintu rumahnya.
"Silahkan masuk. Maaf rumah gue berantakan." Arza melenggang masuk sementara Rain masih melihat-lihat suasana di sekitar rumah Arza.
"Loe gak takut tinggal sendiri disini? Kayaknya rumah sebelah gak ada yang nempatin. " Ucap Rain sambil berjalan masuk.
Arza yang tengah duduk di sofa sedikit terkekeh. "Kenapa takut? Rumah di kanan dan kiri gue ada yang nempatin kok. Cuma mereka sibuk. Mereka juga sama-sama tinggal sendiri kayak gue dan juga mereka sama-sama cowok."
Rain mengangguk-angguk mengerti.
Arza terus menatap Rain yang sedang meneliti ruangan di rumahnya. Arza heran kenapa Rain tidak kunjung melepas masker dan topinya? Selama ini dia tidak pernah banyak tanya tentang masker dan topi itu karena menurutnya wajar bila Rain memakai masker di rumah sakit.
Tapi kenapa sekarang orang itu tak kunjung melepasnya. Arza bahkan belum pernah melihat wajah Rain secara keseluruhan.
"Loe gak gerah pake topi sama masker itu terus. Di rumah ini gak sesejuk kayak di rumah sakit loh. " Ucap Arza mengingatkan.
"Gak pa-pa. Gue nyaman kok begini. "
"Oh, ok. Bentar ya, gue ambilin minum dulu. " Arza berlalu ke dapur dan Rain hanya mengangguk.
Tak lama kemudian Rain melepaskan jaket yang dikenakannya. Dia mengipas-ngipasi wajahnya.
Weh... Beneran panas disini. Batinnya.
Arza kembali dengan membawa teko berisi sirup merah dan dua buah gelas.
Dia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Rain yang terlihat kepanasan.
Arza terkekeh. "Kan gue bilang apa. "
"Emang sebenarnya ada apa sih sama muka loe, sampe loe kayaknya gak mau nunjukin tu muka? " Arza keheranan dengan pertahanan orang itu.
"Ya.... Gak ada apa-apa sih. Cuma gue masih kurang nyaman aja nunjukin muka gue. "
"Emang muka loe kenapa? "
"Muka gue gak pa-pa. " Rain tampak tak sabar dengan pertanyaan Arza. Arza hanya mengedikkan bahu.
\=\=\=\=\=
Hari-hari pun berlalu. Hampir setiap hari Rain datang ke rumah Arza. Tapi setelah Arza terlihat sangat sehat dan kembali beraktifitas, Rain sudah jarang datang. Mungkin dia datang hanya seminggu sekali.
Tapi selama itu pun Arza tak pernah melihat wajah dari temannya itu.
Arza penasaran, sebenarnya siapa teman barunya itu. Apakah dia ada niatan buruk dibalik wajah yang disembunyikannya itu?
.
.
.
Hingga suatu hari, Rain datang tak seperti biasanya. Rain menunggu Arza di depan rumahnya. Arza yang baru pulang bekerja keheranan melihat Rain yang hanya terdiam di depan rumahnya.
Arza dapat melihat kegugupan di mata Rain.
"Ngapain loe disini? Mau hujan ni, ayo masuk!"
Rain mengikuti Arza memasuki rumahnya.
Rain duduk di sofa dengan diam dan wajahnya pucat. Keringat dingin keluar dari tubuhnya.
Arza datang menghampirinya setelah ia selesai membersihkan diri. Arza berjalan ke arah Rain sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Loe kenapa sih? " Ucapnya setelah duduk berhadapan dengan Rain.
Rain. "...... "
Arza melihat ke arah luar.
"Hujannya deras banget. Anginnya kenceng lagi. Bisa-bisa ni rumah kemasukan air. "
Lalu tiba-tiba kilatan petir terlihat dan disusul suara guntur yang bergemuruh. Kilatan yang sangat tajam dan suara yang sangat memekakkan.
DUAARRR!!!
DUAAARRRR!!!
Rain menjerit mendengar suara yang meledak-ledak itu. Arza membelalakan matanya terkejut dengan jeritan Rain.
"Hah?! Loe? "
.
.
.
bersambung.....
sekian dulu...
salam dari yuya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Stanalise (Deep)🖌️
ngrayu nih, serius? Rain di rayu?
2022-09-28
1
Stanalise (Deep)🖌️
Ini termasuk kategori penyalahgunaan kekuasaan sih jujur
2022-09-28
1
Senajudifa
sekian lama berteman br tahu dia rain itu perempuan
2022-08-19
0