****
Pagi hari Rain terlihat kelelahan. Wajahnya kusut terlihat sedikit menyeramkan apalagi dengan ekspresinya yang hanya terdiam.
Arka dan Zee saling menatap bingung tak berani untuk bertanya karena sudah takut terlebih dahulu melihat wajah bak hantu itu.
Rain berangkat ke kampusnya naik ojek. Kegiatannya di kampus berjalan seperti biasa. Sepulang dari sana Rain pergi ke tempat karate.
Rain hanya duduk dengan tatapan kosong. Orang-orang disana tak ada yang berani mengganggunya.
"Rain.. Kamu baik-baik aja? " Tanya seorang laki-laki yang itu adalah seniornya Rain.
Rain mengangguk.
"Kamu perlu melatih beberapa anak hari ini. Saya pikir sebaiknya kamu merubah sedikit ekspresimu agar mereka tidak takut. " Kata senior itu lalu pergi.
Rain mendesah dan melihat sekeliling. Wajah anak-anak yang gugup membuatnya luluh. Kenapa juga membawa masalah pribadiku kesini? Batinnya.
Rain mengedarkan pandangan, melihat wajah anak-anak itu satu persatu. "Anak itu tidak masuk? Bahkan teman-temannya juga tidak."
Gumaman Rain terdengar sampai ke telinga seorang anak perempuan.
"Siapa, Kak? " Tanya anak itu. Rain terkejut.
"Eh! Eeng.. Itu Dion sama teman-temannya kemana? "
"Ohh.. Saya dengar sih mereka keluar. Tadi teman-teman bilang gitu. tapi gak tau juga kenapa? "
Mau menghindar? Kamu bukan lagi anak kecil bagiku, Dion!. Batin Rain merasa geram.
Rain melatih seperti biasa. Dia pulang naik ojek lagi. Susah juga pikirnya kalau tidak bawa kendaraan sendiri.
.
.
.
Motor yang ia tumpangi mogok di tengah jalan sementara langit sudah menghitam. Rain suka pelangi tapi dia takut hujan. Terdengar aneh memang.
"Aduh.. Neng. Kayaknya gak bisa lanjut.. Sampe sini aja gak apa-apa ya. Gak usah bayar lagian baru jalan sebentar. " Ucap abang ojek itu merasa menyesal.
Rain terlihat gugup. Rain tetap membayar dan membiarkan orang itu pergi mendorong motornya.
Jalan itu adalah jalan yang biasa dilaluinya saat menuju resto. Rain ingat ada pos di pinggir jalan. Rain berjalan menuju pos itu sambil sesekali terkejut kala ada petir yang menyambar.
Rain sampai di pos dan melihat hpnya. Jam 5 sore, weh...gelapnya kayak mau magrib. Batinnya.
ya kan mau hujan, lanjutnya bergumam.
Rain mengirim pesan pada ayahnya agar menjemputnya di pos itu walaupun Rain tau ayahnya akan sulit menemukannya karena ayahnya jarang lewat jalan itu.
Tapi ya semoga saja ayahnya tau, Rain hanya berharap seperti itu.
Hujan pun turun dengan lebatnya. Terlihat lampu di rumah warga sudah menyala. Lampu pos pun ikut menyala. Rain sedikit lega, setidaknya dia masih terlihat di sana.
Pos itu berada dijalan pertigaan.
Pos menghadap kejalan yang lurus yang Rain tau itu adalah jalur jalan masuk ke rumah warga. Rain tidak pernah melalui jalan itu.
Lamat-lamat dia melihat cahaya kecil bergerak ditengah jalan yang lurus itu. Di bawah guyuran hujan dan keadaan gelap begini siapa yang iseng jalan-jalan? Pikirnya.
Cahaya itu mendekat dan semakin mendekat. Terlihat pula bayangan hitam bersamaan dengan cahaya kecil itu melaju.
Rain menelan ludah kasar.
"Iiihh... Maghrib-maghrib gini.. Apa itu? " Rain sedikit takut tapi juga penasaran.
Rain semakin gugup dan gelisah. Cahaya kecil dan bayangan hitam itu pastilah menuju tempatnya sekarang ini. Rain berbalik ke dinding dan duduk meringkuk. Matanya ia pejamkan.
Rain merasa ada sosok yang berdiri dan sedang memperhatikannya. Rain membuka mata dan mengangkat wajahnya.
Pelan..
.
.
Pelan...
.
.
Dan...
.
.
Aaarrggghhhh.....
Rain yang menjerit takut dibalas pula jeritan terkejut sosok yang ditakuti Rain.
Orang itu sampai menjatuhkan hp yang dipegangnya untuk senter tadi.
Rain meneliti orang yang ada didepannya. Seorang perempuan dan itu terlihat benar-benar manusia.
Kenapa aku ini? Pikir Rain merasa konyol.
Rain tersenyum kikuk melihat orang itu. Orang itu menurunkan tudung dari jaket besar yang dipakainya. Rain mempersilahkan orang itu untuk duduk.
"Ehmm.. Maaf, Bu. Barusan ibu kaget ya? " Rain memulai walaupun merasa canggung. Dia tidak biasa memulai obrolan dengan orang asing, tapi karena perbuatan konyolnya tadi dia jadi merasa tak enak.
"Eh! Gak apa-apa. Justru saya yang minta maaf karena mengganggu kamu. " Jawab orang itu sopan sambil tersenyum.
Rain melihat baju orang itu sudah basah kuyup. Lagian aneh-aneh, sudah tau hujan masih terus jalan.
"Eng.. Ibu ini mau kemana? Hujan deras gini kok dipaksakan jalan? " Rain tidak bisa menyimpan rasa penasarannya.
"Saya cari rumah saudara saya. Tapi kata orang-orang dia sudah pindah. Saya terpaksa jalan kesini karena anak saya tadi menurunkan saya disini. Takutnya dia cari saya. "
"Emangnya anak ibu gak tau rumahnya saudaranya ibu. " Rain merasa heran. Tapi seketika dia sadar sudah menanyakan hal yang bukan haknya.
"Eh! Maaf, Bu. Saya cuma bingung aja. Gak usah di jawab. " Rain tersenyum canggung.
Perempuan yang tampak seusia ibunya itu menatap lurus ke depan. Dia melepaskan jaketnya. Bajunya terlihat tidak basah.
Kok bisa? Rain bingung. Oh mungkin jaketnya tebal atau tidak tembus air mungkin. Pikir Rain kemana-mana. Dan kenapa juga aku ini penasaran begini. Batinnya menggerutu.
.
.
.
"Anak saya jarang dirumah. Lagi pula saudara saya ini sering berpindah-pindah. Jadi kami keluarganya kadang bingung harus mencarinya dimana. Apalagi sekarang kami kehilangan kontak orang-orang itu. " Perempuan itu menjawab dengan tatapan yang masih lurus seolah menerawang sesuatu.
Rain hanya mengkerut bingung.
"Oh ya... Kamu sendiri dari mana, kenapa ada di pos sendirian? "
"Eh! Saya pulang kerja, Bu. Tadi pakai ojek tapi motornya mogok. Terpaksa saya turun dan tunggu bapak saya jemput. "
"Kerja dimana.? " Perempuan itu menatap Rain antusias.
"Di restoran Sedia Kuliner, Bu. " Entah kenapa Rain malah menjawab begitu. Padahal tadi dia dari tempat karate. Tapi ya sudahlah toh dia juga memang bekerja di sana.
"Resto yang terkenal dengan menu khas daerahnya itu.? " Rain mengangguk.
"Waah.. Kamu kerja jadi apa di sana.? "
"Saya jadi koki. Ya.. Cuma koki cadangan sih.. "
Perempuan itu menatap Rain seolah tak percaya.
"Enng.. Kenapa Bu? ada yang salah?"
Perempuan itu mengerjap.
"Eh! Enggak... Gak apa-apa." Tersenyum kikuk.
"O ya.. Perkenalkan nama saya Intan. "
Perempuan itu mengulurkan tangannya. Rain membalas dan menjawab. "Saya Rain. "
Perempuan itu terdiam.
"Rain? " Tatapannya sedikit aneh bagi Rain.
Rain tersenyum kikuk karena ekspresi perempuan itu.
"Kamu... " Kata-kata perempuan itu menggantung.
"Saya bukan blasteran. Saya asli anak Indonesia dan lahir juga disini. Entah kenapa orang tua saya memberi nama saya Rain.
Padahal saya lahir bukan saat hujan." Rain menjelaskan karena sudah terbiasa baginya dengan ekspresi orang-orang yang baru berkenalan dengannya.
"Bukan.. Bukan itu. Nama kamu bagus kok. Unik. Sama seperti orangnya." Perempuan itu tersenyum manis dengan tulus. Rain membalas senyuman yang tak kalah manisnya.
Terdengar suara Adzan dari sekitar tempat mereka duduk. Rain melongo.
"Hah? di dekat sini ada Masjid ternyata." Merasa tak percaya. "Kalau tau disini ada masjid sudah kudatangi dari tadi." Rain menggerutu dalam hatinya.
Intan tersenyum dengan ekspresi Rain. Baginya anak itu menarik. Dari penampilan yang terlihat tomboy, membuatnya tidak mengira kalau anak itu mau bekerja sebagai seorang koki. Apalagi dengan sikapnya yang tidak terduga, berubah seketika.
"Bu.. Saya mau ke masjid itu dulu. Apa ibu mau ikut? " Rain sedikit ragu menanyakan itu.
"Ya. Saya juga mau sholat." Jawabanya dan mengikuti Rain berjalan. Rain menutupkan tasnya yang dibungkus plastik di kepala.
Sementara Intan kembali memakai jaketnya. Mereka berlari karena hujan masih cukup deras.
.
.
Ternyata yang dikira masjid hanyalah sebuah musholla. Tapi Rain bersyukur menemukan tempat itu. Mushola itu tidak jauh dari jalan. Hanya tertutupi 2 bangunan rumah yang cukup tinggi.
Mungkin lain kali dia bisa mampir lagi ke tempat ini. Pikirnya.
Rain bergegas ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Tapi sebentar saja masuk dia sudah keluar lagi.
Intan heran dan bertanya "kenapa keluar lagi?"
"Hehe.. Saya dapet, Bu" Rain merasa sedikit malu.
"Eng.. Kalau ibu mau ibu bisa pakai baju sama mukena saya. Biasanya saya bawa baju untuk sholat dan mukena sendiri." Rain menyerahkan tas kecil berisi mukena dan baju.
Intan menatap tas itu. "Ini bersih kok, Bu. "
Seketika Intan menatap Rain merasa tak enak.
"Eh! Bukan begitu. Cuma gak mengira saja kamu bawa-bawa mukena sama baju ganti."
"Ini buat persiapan kalau kita pergi keluar. Kita gak tau apa yang akan terjadi. Takutnya baju yang saya pakai kotor, jadi saya bawa baju ganti. "Rain merasa dirinya terlalu banyak mengoceh.
Kata-katanya agak berlebihan menurutnya. 'Kita gak tau apa yang akan terjadi'? Tapi ya sudahlah sudah keluar juga.
Intan bergegas ke kamar mandi. Intan menitipkan hpnya pada Rain. Terlihat orang yang sudah berdatangan walaupun hujan masih turun.
Rain berdiri menunggu di teras mushola. Setelah semua orang masuk untuk sholat, Rain masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Rain bingung, sudah dari tadi dia mengirim pesan pada Ayahnya tapi tak kunjung mendapat balasan juga. Rain melihat orang-orang di dalam masih sholat. Pasti ayahnya sedang sholat juga.
Apa di sana hujan deras juga? Pikirnya.
Orang-orang sudah selesai sholat. Intan menanyakan apakah ada yang menghubunginya, Rain menjawab tidak.
Intan menghela nafas dan kemudian terlihat bingung. Intan menyerahkan tas kecil yang berisi mukena dan Rain menyerahkan hpnya.
"Ehm.. Saya mau ganti baju dulu." Intan beranjak ke kamar mandi tapi dihentikan Rain.
"Bu, baju itu ibu pakai saja dulu. Tadi celana ibu basah, kan. Ini saya ada kantong plastik buat tempat celana ibu. " Rain berjalan kearah Intan.
Intan terlihat bingung. Intan tidak menolak karena dia memang tidak nyaman dengan celananya yang basah. "Terus kapan saya bisa kembalikan baju kamu ini? "
"Kalau kita gak ketemu lagi, ibu bisa simpan baju itu buat kenang-kenangan." Rain tersenyum. Intan tersenyum dan mengambil kantong plastik yang diberikan Rain dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil celananya yang digantung dibalik jaketnya.
*****
.
.
.
.
.
.
.
bila ada rasa kurang nyaman tentang lokasi dan tempat tertentu dalam cerita, mohon di maafkan karena ini hanya sekedar cerita.
salam dari yuya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
reedha
Setuju, kalau pelatihnya menakutkan, ntar anak-anak yang ikut latihan malah tidak fokus latihan karena takut melakukan kesalahan.
2023-01-05
2
Mentari.f.v
jangan-jangan ibu intan ini, keluarga orang tua Rain. secara kan keluarga yang sering berpindah-pindah keluarga Rain. penasaran, gimana nanti kalau ketemu dengan ayah Rain si ibu ini
2022-09-25
2
Mentari.f.v
ya ampun bu.. aku kira tadi setan atau orang yang berniat tidak baik pada Rain, ternyata ibu. Wajar Rain teriak, pasti pikirannya berkecamuk karena takut
2022-09-25
2