Si Mu yang sempat melamun itu akhirnya tersadar di tengah perjalanan. Ia menengok ke kanan dan ke kiri dengan panik karena mereka tidak berada di gapura kediaman permaisuri saat ini.
"Tu- tuan?!"
Chuan Yun masih diam saja. Sepertinya ia juga sedang termenung dan masih kaget saat ini.
"Dia bukan Bao Bao," Chuan Yun menyentuh keningnya sambil terduduk perlahan-lahan di bawah pohon cempedak dekat danau itu lagi.
"Tuan ... tidak jadi menemui Permaisuri?" tanya Si Mu.
"Si Mu. Lagi pula gadis yang sudah sebesar itu, mana bisa disekolahkan sekali lagi?" Pertanyaan tak sambung itu membuat Si Mu semakin tersesat dalam otaknya.
"Tidak bisa Tuan. Tidak ada yang mau menerimanya. Atau setidaknya sekolah kewanitaan? Menyulam, menjahit, dan memasak?" tanya Chuan Yun dengan sedikit berapi-api.
"Itu ada ... tetapi ... dia bukan bangsawan. Disini pun tidak ada yang mau menerimanya," jelas Si Mu.
"Apa dia mengira aku hanya akan menikahi gadis terpelajar seperti putri Hwang?" tanya Chuan Yun dengan tampang khawatir.
"Tu-tunggu. Bagaimana kucing itu bisa menyukaiku?" Tiba-tiba Chuan Yun merinding dan memeluk tubuhnya sendiri. Seakan ia tersengat listrik begitu membayangkan ulang kucing yang memeluk lehernya dan duduk di pangkuannya tadi. Sekarang ia memposisikan kucing yang sama itu sebagai seorang wanita, dan bukan kucing.
"Tuan baik-baik saja?" cemas Si Mu.
"Si Mu, kembalikan kasur gadis itu ke belakang. Aku ingin tidur awal hari ini ..." Akhirnya Chuan Yun sadar bahwa Bao Bao sudah bukan kucing sekarang.
"Mengembalikannya? Tuan yakin? Na- nanti dia akan menangis lagi memelas mengadukan hamba pada Tuan ..."
"Tuan ..." panggil Si Mu dengan putus asa karena Chuan Yun tak menghiraukannya sama sekali. Berjalan kembali ke kediamannya begitu saja dengan lamunan.
**_**
"Hei hei hei!" marah Ting Er ketika Si Mu kembali mengusungi kasur merah mudanya.
"Haug! Haug! Haug!" Momo ikut-ikutan menjenggong protes untuk Ting Er.
"Tuan Muda yang memerintahkanku memindahkan ini kembali ke sana. Jadi jangan salahkan aku," kata Si Mu tanpa menghentikan langkah cepatnya menuju lorong belakang.
"Heiiii heeei!"
"Haug! Hog! Haug!!"
Ting Er dan Momo berlari mengikuti Si Mu masih dengan omelan-omelan protesnya. Tiba-tiba mereka berpapasan dengan Zi Lin yang selalu datang berkunjung setelah kelas bangsawan perempuan selesai.
Ting Er langsung mengerem laju kakinya begitu ia nyaris menabrak gadis bangsawan itu. Begitu juga Momo.
"Kamu."
"Hai Bao Bao. Bagaimana keadaanmu? Kamu sudah sehat?" tanya Zi Lin sok perhatian.
Ting Er yang tak tahu apa-apa soal pelaku dibalik kematian kucing Bao Bao itu tersenyum ramah, "Oh haha. Hai ... iya aku sehat."
"Bagus kalau begitu. Jadilah kucing yang baik," Zi Lin tersenyum.
"Aku manusia. Lihat?" Ting Er menunjukkan lengannya dari atas ke bawah hingga jari jemari lentiknya.
"Ah ya, ngomong-ngomong Nona Zi Lin dari mana?" tanya Ting Er berbasa-basi. Ia ingin mencari informasi mengenai pendidikan di istana ini.
"Aku baru saja ikut rapat para pangeran berkedudukan tinggi. Lalu lanjut dengan kelas menyulam dan menjahit," Zi Lin memanfaatkan pertanyaan Bao Bao untuk memamerkan dirinya sekaligus menunjukkan status Bao Bao disana.
"Aku baru saja selesai menjahitkan mantel untuk Pangeran Chuan Yun. Oh ya dimana dia?" tanya Zi Lin sambil menengok ke kanan dan ke kiri.
Ting Er menatapnya tak suka. Tapi dengan segera ia membenahi ekspresi wajahnya.
"Dia sedang di kamarnya, sepertinya masih tidak enak badan. Pulanglah Nona Lin, mungkin kalau besok tidak masalah," usir Ting Er secara halus.
"Tidak masalah. Justru itu, dia harus mengenakan mantel ini saat sakit. Musim dingin bulan ini benar-benar melemahkannya ya ..."
"Eh Nona Lin. Dengar dengar tadi penjaga Si Mu mengatakan kepada Pangeran bahwa kaisar akan menjodohkannya dengan Putri Hwang," Ting Er mencari cara untuk menyingkirkan Putri Hwang. Ia tahu gadis di depannya itu tidak akan diam saja.
"Apa?" tanyanya dengan setengah tak percaya.
"Tapi permaisuri kan sudah janji pada ibuku. Dia akan menjodohkan kami. Kamu pasti mengarang cerita ya?" Zi Lin menatap Ting Er dari atas ke bawah.
"Aku tidak mengarangnya. Tanya saja pada Si Mu. Kalau tidak berani ... coba saja bicara pada permaisuri untuk membujuk kaisar," Ting Er menaik turunkan bahunya pura-pura tak peduli.
Kurang ajar. Ternyata Zi Lin ini juga mengejar-ngejar Chuan Yun ku. Sudah begitu permaisuri mendukungnya. Sebenarnya siapa yang dijodohkan dengan Chuan Yun? Permaisuri dan Kaisar memiliki rencananya masing-masing, batin Ting Er dari dalam hati.
"Eh ngomong-ngomong Nona Lin, apakah aku juga bisa bersekolah di sini? Aku ini kan kucing kerajaan?" tanya Ting Er.
Tetapi wanita itu sedang kalut dalam kekecewaannya kepada kaisar. Ia sudah berencana untuk menanyakannya secara langsung kepada permaisuri kali ini. Dan tentu saja untuk meminta bantuan.
"Aku harus pergi," Zi Lin tak menanggapi pertanyaan Ting Er sama sekali, ia langsung berjalan cepat dengan langkah geram dan tangan mengepal pergi dari sana.
Si Mu yang baru selesai menata ulang kasur untuk Ting Er itu hanya cengoh melihat Nona Bangsawan Zi Lin keluar dari sana dan membanting pintu dengan langkah dan gerakan kasar.
"Bao Bao, apa yang kau lakukan padanya?" tanya Si Mu.
"Hanya memberinya peringatan kecil dan menyadarkannya akan statusnya," Ting Er melipat kedua tangannya sambil tersenyum sinis.
"Akan kubuktikan kepada pangeran. Aku ini terpelajar."
"Apa?" Si Mu berlagak kurang mendengar ucapan Ting Er dengan jelas.
"Aku bisa memasak. Aku bisa memijit, dan aku bisa tidur," tutur Ting Er pada Si Mu dengan raut serius.
"Kalau masalah jaket rajut saja bisa beli kan? Merepotkan," Ting Er berkacak pinggang dan berjalan cepat ke dapur.
"Apa yang salah dengan kucing itu? Begitu bertemu gadis lain langsung emosi dan marah begitu," Si Mu menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Bukannya kucing memang begitu?" Nenek Hwa mencoba menanggapi. Kebetulan ia ada disana.
"Benarkah?" tanya Si Mu.
"Setiap bertemu kucing lainnya, mereka akan bertengkar," kata Nenek Hwa.
"Benar juga," celetuk Si Mu.
Tak lama kemudian Ting Er keluar dari dapur dengan semangkuk sup telur hangat dan nasi. Ia berjalan dengan hati-hati nan serius hingga pipinya menggembung menggemaskan.
Si Mu dan Nenek Hwa hanya melongo dan mengikuti arah gadis itu berjalan. Tubuhnya begitu sempurna dan bersih layaknya seekor kucing yang selalu menawan meski belum pernah mandi.
"Penjaga buka pintunya," perintah Ting Er
Penjaga itu menoleh ke kanan dan ke kiri kebingungan.
"Aku ini kucing Tuanku. Jadi kalian harus mendengarkan perintahku," paksa Ting Er.
Karena Si Mu memberi sinyal anggukan di ujung sana, penjaga itu pun dengan segera membukakan pintu untuk Ting Er.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
Ting Er bereaksi!
2023-01-10
1