"Eh istrinya? Sepertinya itu menyenangkan," timpal Ting Er sambil tersenyum dan menutup mulutnya sendiri.
Ia membayangkan puluhan drama cina yang telah ia tonton tahun lalu, tepatnya saat ia sedang libur kelulusan SMA.
"Ah tidak tidak. Aku belum siap," Ting Er menyentuh kepalanya dengan kedua tangannya.
Neneh Hwa terkekeh pelan. "Apa yang Bao Bao rasakan saat meninggal? Apa Bao Bao bertemu ratu bulan purnama dan meminta satu kesempatan lagi?"
Wanita Tua yang sangat percaya mitos ini bertanya dengan sungguh-sungguh.
Ting Er segera mengarang cerita. "Iya tentu. Aku mengatakan pada ratu. Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri. Tuanku itu sangat payah dalam menjaga kesehatan mentalnya. Dia terus menangis dan curhat padaku. Jika aku pergi? Dia akan curhat dengan tembok rumahnya, dan itu tidak akan baik."
"Lalu ratu itu mengatakan 'Baiklah, aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Tetapi ingatanmu tidak akan baik. Kamu bisa saja lupa ingatan saat hidup kembali sebagai manusia nanti.'. Lalu aku menerima konsekuensinya dan aku didorong begitu saja olehnya."
"Dia membuatku tercebur ke danau yang dingin itu. Tck, ratu bulan sangat tega padaku," terang Ting Er dengan gampangnya.
Ia langsung melahap sashimi yang ada di depannya, lalu berdeham nikmat dan melompat-lompat di ranjang dengan lututnya. Itu adalah kebiasaan gadis milenial yang sedang makan makanan enak.
Sementara Nenek Hwa yang sedari tadi tak bergeming rupanya sedang menangis terharu dengan cerita hebat Ting Er.
"Eh ... nenek. Nenek baik-baik saja?" cemas gadis itu sambil menyentuh lengan Nenek Hwa.
"Aku jadi merasa bersalah begini," keluh Ting Er.
"Nenek, nenek tahu tidak. Nenek sangat mirip dengan nenekku. Hanya saja nenek sama sekali tidak galak," celetuk Ting Er.
"Hiks. Ting Er. Di festival kue bulan, kita harus mempersembahkan persembahan yang baik pada Ratu Bulan. Nenek sangat bersyukur Bao Bao diberi kesempatan hidup lebih lagi ..." tangisnya hingga sesenggukan.
"Eh ... nenek ..." Ting Er tak mengira wanita tua itu akan sebegitu sayangnya dengan kucing jingga yang diceritakannya itu.
"Walau sudah berubah menjadi gadis cantik. Bao Bao akan tetap nenek sayangi," kata Nenek Hwa.
Wanita itu langsung memeluk Ting Er tanpa sungkan. Ia merasa sangat nyaman dan santai berada di dekat Ting Er, karena di otaknya, Ting Er adalah kucing jingga yang ia kenal itu.
Ting Er menerima pelukan itu dengan gugup. Lalu membalas pelukannya. Ia dapat merasakan elusan lembut Nenek Hwa di punggung dan rambutnya yang panjang.
Semua orang sangat suka memelukku. batinnya dengan nada pasrah. Kemudian melahap sashiminya lagi meski masih berada dalam pelukan maut Nenek Hwa.
"Kakak Chuan Yun!"
"Halo ... apa ada orang?" Suara lantang seorang laki-laki muda terdengar sampai kamar.
"Siapa itu?" panik Ting Er.
"Meong! Meaow! Meaoo! Meaoo! Meaoo! Maong ...!" Suara kucing yang tengah birahi itu memenuhi kediaman Chuan Yun.
"Ssst Dong Bian diamlah sebentar!" omel pangeran ke lima bernama Ci Sen, pemilik kucing hitam yang tengah ia gendong sendiri.
"Maaf Yang Mulia, Tuan Muda sedang pergi membantu tugas kekaisaran Kaisar," kata seorang pelayan wanita sambil menunduk menghormati.
"Apa? Jam berapa dia pulang? Padahal selama ini jam 12.30 dia sudah di rumah karena main dengan kucingnya kan?" tanya Ci Sen.
"Maaf Tuan, tapi kucing itu ..."
Belum sempat pelayan itu melanjutkan penjelasannya mengenai kematian Bao Bao, Ting Er yang mendengar suara eongan kucing itu langsung melompat keluar dari kamarnya seperti kebiasaannya yang sudah-sudah di kompleks rumahnya.
"Pus, pus, pus ..." panggilnya.
"Meou ..." jawab Dong Bian dengan nada manis. Kucing hitam yang masih remaja itu menengok ke arah suara yang memanggilnya.
"Aah kucing, kemari sini. Astaga kamu lucu sekali!" Dengan lancang Ting Er menyahut kucing itu dari gendongan Ci Sen, lalu mengelus-elus dan menciuminya dengan gemas.
Ci Sen hanya memandangi Ting Er dengan mata membulat kaget. Entah kaget karena kecantikan gadis itu, tak terbiasa dengan sikap lancangnya, atau ...
"Siapa gadis ini?"
"Dia memakai pakaian kakakku ..." lirihnya tak percaya sambil menunjuk ke arah jubah panjang yang Ting Er pakai sejak semalam akibat pakaian aslinya yang basah.
"Eh bukan begitu Yang Mulia. Ceritanya cukup panjang ... ini ..." pelayan wanita itu sampai bingung menyusun kata-kata untuk menjelaskannya.
"Aku tidak percaya kakakku melakukan itu. Tapi ... gadis cantik ini, pasti sudah memikatnya," kata Ci Sen masih dengan cengohan tak percaya.
"Yang Mulia salah paham ... dia,"
"Apa yang terjadi disini?" Tiba-tiba Chuan Yun muncul di depan mereka.
"Kakak, kau akhirnya pulang dengan cepat seperti biasanya. Dimana Bao Bao? Dong Bian sepertinya tidak bisa menunggu satu hari lagi ..."
Ci Sen belum menyelesaikan kalimatnya, tapi kakaknya itu sudah menatap ke arah Ting Er dengan tatapan menyeramkan.
"Kakak?" tanya Ci Sen ragu-ragu.
"Bao Bao! Berhenti menciumi kucing itu!" bentak Chuan Yun.
"Bao Bao?" Ci Sen melebarkan matanya hingga bola matanya celingukan ke kanan dan ke kiri meminta jawaban dari reaksi orang-orang di sekitarnya.
"Oh hahaha ... apa kebetulan gadis itu bernama Bao Bao juga? Siapa namanya? Hua Bao? Bao Mei?" Ci Sen masih berfikir positif.
"Kenapa kau membentakku?" Ting Er benar-benar kaget hingga matanya berkaca-kaca.
"Bao Bao ... bukan begitu," Chuan Yun berusaha mengelola emosinya.
Ting Er tak mau mendengarkan. Ia menurunkan Dong Bian dari gendongannya lalu berlari ke kamar Chuan Yun dan membanting pintunya.
"Blam!"
Sementara itu juga terlihat Nenek Hwa yang kebingungan di luar pintu.
"Tck." Chuan Yun duduk di kursi empuknya sejenak sambil memegangi kepalanya.
"Kakak?"
"Tuan Muda baik-baik saja?" Si Mu juga ikut menghawatirkan majikannya.
"Aku tidak tahu kenapa aku membentaknya barusan," sesal Chuan Yun.
"Ci Sen, pulanglah. Aku ingin istirahat. Semalam aku kurang tidur dan kepalaku agak sakit sekarang."
"Soal kucing Dong Bian, sepertinya kita tidak bisa menikahkan keduanya. Bao Bao sudah tiada karena diracuni," dengan singkat, padat, dan jelas Chuan Yun menjelaskan kepada adiknya, lalu ia pergi begitu saja dan masuk ke kamar Si Mu.
"Eh Tuan Muda, kamar Anda ..." Si Mu dengan khawatir berlari mengikuti Tuannya.
"Aku ingin tidur sebentar saja," pinta Chuan Yun.
"Hamba tidak keberatan Tuan Muda berada di kamar saya. Tetapi ini kotor. Tuan Muda, ijinkan saya membawa kucing itu keluar!" Si Mu meminta ijin.
"Jangan," hanya itu jawaban Chuan Yun. Lalu ia memejamkan matanya untuk tidur.
Seperti yang sudah-sudah, Chuan Yun tidak berani mengganggu kucing itu bahkan saat menduduki kertas laporan pemerintahannya. Ia akan menunggu sampai Bao Bao pergi dengan sendirinya.
"Tuan terlalu memanjakan kucing itu ..." cemas Si Mu.
"Ei Bao Bao sudah tiada? Kenapa begini. Sepertinya memang tidak berjodoh dengan Dong Bian," celetuk Ci Sen yang tengah berjalan keluar melewati gerbang kediaman.
"Dia sampai sakit kepala karena tidak tidur semalam. Menurutmu apa yang ia lakukan dengan gadis itu semalam Dong Bian?" Ci Sen meminta pendapat kucing jantannya yang sedang birahi itu.
"Meow?" jawab Dong Bian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
humorku terlalu tinggi🤣😂
2023-01-09
1