Tabib Fang Leng segera terlihat dari ujung pintu. Ia buru-buru memeriksa nadi Chuan Yun, dan menyentuh dahinya untuk mengukur suhunya.
Chuan Yun membuka matanya begitu mendengar ketibutan di sekelilingnya. "Huh? Ada apa ini?" tanyanya heran.
Kucing Jingga itu langsung duduk di samping majikannya. Ia menyentuh lengan Chuan Yun dengan kedua tangannya dan membaringkan kepalanya pada dada bidang Chuan Yun seakan tidak mau kehilangan.
"Kamu begitu saja sudah demam. Apa gara-gara aku menangis tadi?" Ting Er cemberut dengan ekspresi manja layaknya berbicara dengan saudaranya sendiri.
"Bao Bao, tumben kau mengkhawatirkanku," Chuan Yun tersenyum.
"Tumben?" kesal Ting Er dengan satu alis terangkat.
"Selama ini Bao Bao akan pergi setelah kenyang. Walau demam dan memanggilnya pun dia tidak akan datang. Malah Momo yang datang," cerita Chuan Yun dengan jujur karena kepalanya yang pusing.
Si Mu menggeleng dengan bibir nyaris tersenyum mendengarkan curahan hati tuannya.
"Siapa Momo?!" dengan posesifnya Ting Er menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Tenanglah. Sepertinya kamu masih ada dendam dengan Momo. Padahal dia hanya mengibaskan ekornya mengajakmu bermain, tapi kamu malah mencakarnya," kata Chuan Yun. Ia mengakhiri ceritanya dengan senyuman dan mata yang terpejam.
"Bagaimana tabib Leng?" tanya Si Mu ketika tabib Leng selesai memeriksa semuanya.
"Pertahanan tubuh Yang Mulia sedang tidak baik. Ditambah dengan musim dingin tahun ini. Jadi Yang Mulia terserang demam. Kalau bisa jangan terlalu banyak berfikir dan jangan memaksakan diri. Tidak boleh lelah," sebut Tabib Fang Leng satu persatu kepada Si Mu.
"Berikan pil obat ini tiga pil setiap hari sehabis makan," Tabib itu menyerahkan secepuk mangkuk keramik berisi obat dari dalam tasnya.
"Saya mengerti. Terimakasih Tabib Leng. Mari saya antarkan ke luar."
Tabib Fang Leng mengangguk sambil tersenyum, lalu mengikuti arah Si Mu yang menggiringnya ke depan.
Sementara itu Ting Er yang sempat mendengarkan ucapan tabib itu dengan seksama, mengerinyitkan dahinya seakan kasihan dan turut protes atas apa yang terjadi.
"Katakan padaku! Apa kamu sekolah dan diberi banyak tugas sampai stress?!" tuduh Ting Er sambil menyentuh dagu Chuan Yun dan menatapnya dengan tajam.
Chuan Yun hanya melebarkan matanya kaget.
"A. Apa?" tanyanya pelan.
"Sekolah?"
"Iya. Disini pasti ada sekolah bangsawan kan?" interogasi Ting Er lebih lagi.
Ting Er melepaskan pegangannya dari dagu majikan malangnya, lalu memeluknya bagai memeluk guling miliknya sendiri. Ia tahu ia sangat disayangi dan dipuja sebagai hewan peliharaan yang manis, oleh karena itu Ting Er begitu percaya diri untuk memeluk Chuan Yun.
Chuan Yun kembali melebarkan matanya.
"Ba- bao Bao ..." panggilnya tanpa tenaga.
"Kamu tidak hilang ingatan," kata Chuan Yun akhirnya.
"Hm?" Bao Bao menegakkan lehernya lalu menatap Chuan Yun serius.
"Jadi kamu masih ingat kalau aku sekolah dan diberi banyak tugas ya," Chuan Yun tersenyum dengan sanubari yang telah tersentuh sempurna.
Ups. Sepertinya aku kelepasan lagi dengan emosiku kepada beban selama masih di galaksi bima sakti. Ah syukurlah Chuan Yun juga mengalaminya dan tidak jadi mencurigai kalau aku bukanlah Bao Bao, batin Ting Er.
Melihat Ting Er yang terdiam seakan berfikir itu, Chuan Yun tersenyum sayang. Ia kira kucingnya itu sedang berusaha keras mengingat-ingat kenangan mereka.
"Sudah ingat?" tanya Chuan Yun.
"Ah, em ..." Ting Er tersadar dari lamunannya.
"Aku tidak bisa banyak ingat," Ting Er beralasan lagi sambil memelas minta belas kasihan.
Chuan Yun terkekeh gemas lalu mengusap-usap pelipis Ting Er.
"Bao Bao, biarkan Yang Mulia tidur," perintah Si Mu yang tiba-tiba sudah ada di samping mereka.
Ting Er melirik Si Mu tak suka, lalu menarik selimutnya sampai ke leher mereka berdua.
"Bao Bao, keluarlah. Kami sudah menyediakan kasur khusus kucing kerajaan di luar," Si Mu berkacak pinggang.
"Tapi ... disini enak," melas Ting Er.
"Tidurlah dengan Momo di luar seperti biasanya," lanjut Si Mu dengan raut menegaskan.
Ting Er berusaha mencari pembelaan dengan menoleh menatap pada Chuan Yun. Tetapi majikannya itu sudah tertidur karena demam tinggi.
"Cepat ambil bola hijaumu itu dan ikut aku," ajak Si Mu dengn nada tegas khs seorang penjaga.
Ting Er berdecak kesal, ia menyahut bola hijau berbulu yang ada di bawah bantal Chuan Yun, lalu dengan terpaksa keluar dari kamar hangat itu.
Si Mu menggiringnya masuk ke bagian dalam kediaman, jalannya sedikit berkelok-kelok seperti jalan menuju ke gudang makanan.
"Kita kemana?" protes Ting Er yang mulai takut.
"Kamu mau menyekapku di gudang ya?!" tanyanya dengan tak ramah.
"Sssst!" Si Mu memberikan sinyal untuk diam dengan jari telunjuk dan desisan.
"Aku sengaja menaruh kasurmu di sekitar gudang. Bagaimana jika ada warga kerajaan selain kediaman ini yang menyadari bahwa ada seorang wanita yang tinggal di kediaman tuanku?" terangnya dengan kepentingan sendiri.
"Kenapa? Kalau ketahuan ya bagus. Kenapa tidak sekalian menikahkanku dengan pangeran?" jawab gadis itu spontan.
Si Mu membelalak. "Kau mencintai Tuan Muda?"
"Apa yang kurang darinya? Sangat penyayang binatang dan pekerja keras," Ting Er malah tersenyum terpesona sendiri.
"Aku mengerti perasaan seekor hewan peliharaan yang jatuh cinta dengan majikannya sendiri. Tapi kamu bukanlah levelnya," jawab enteng Si Mu sambil mulai melanjutkan kembali langkahnya.
"Kamu mengejekku? Memangnya aku kurang cantik untuknya?"
"Tuanku mencari gadis yang setara dengannya. Sedangkan kamu hanya makan dan tidur setiap harinya. Dia tetap mencari istri yang manusia. Bukan kucing," Si Mu menghentikan langkahnya begitu ia sampai di ujung lorong.
"Nah, itu kasurmu. Sudah ya. Selamat malam," pamit Si Mu dengan singkat. Lalu berjalan pergi meninggalkan Ting Er sendiri di sana.
Ting Er masih kepikiran soal singgungan Si Mu. Tiba-tiba ia jadi kepikiran lagi dengan permintaanya pada Tuhan sebelum ia dikirim ke galaksi asing ini.
"Benar. Mana mau dia menikahi seekor kucing yang manja dan malas sepertiku," Ting Er malah menerima dirinya apa adanya dan merasa rendah diri untuk kedua kalinya.
"Aku tidak menyesalinya. Tidak masalah tidak menikahi Chuan Yun. Chuan Yun juga tidak salah ingin menikahi putri bermartabat. Itu wajar," Ting Er tersenyum.
Seekor anjing golden yang berjaga disana mendekati Ting Er. Ia mengibas-ngibaskan ekornya seakan sudah mengenal gadis itu.
"Oh hai. Kamu pasti Momo," Ting Er tersenyum.
Gadis itu duduk perlahan, mencoba mengukur keempukan kasur barunya disana. Ruangan itu jauh dari pintu utama, dan sama sekali tak memiliki jendela. Hanya ada lantai tak berubin dan kasur merah muda besar, juga satu buah bantal kecil milik Momo.
Ting Er merebahkan dirinya di atas kasur itu sambil melentangkan tangannya. Ia menghela nafas sambil menatap langit-langit kamar barunya.
Tapi dia tersenyum. Cukup mensyukuri keinginan terbesarnya yang telah terwujud.
"Momo, kemari! Tidurlah di kasurku. Kasurmu sangat kecil," ajaknya dengan ramah, lalu tertawa-tawa saat anjing golden itu naik ke kasur dan menjilati pipinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
bao-bao dapet teman baru nih!
2023-01-10
2