"Ah a- aku ..." Ting Er tak bisa banyak bicara. Lantaran belaian pria berwajah lumayan tampan itu membuatnya nyaman.
Gadis dengan nama asli Shanette itu bisa dibilang kurang kasih sayang semenjak kuliah. Yang ada dipikirannya hanyalah tugas akhir semester, pelajaran bahasa Mandarin, dan persaingan ketatnya dengan Margaretha. Selain isi kepalanya yang error dan kacau karena beban hidup itu, ia yang cukup lelah dengan kehidupan bumi. Ting Er memejamkan matanya menikmati elusan sayang Chuan Yun layaknya dibelai oleh ayah sendiri.
Chuan Yun tersenyum melihat Ting Er memejamkan matanya dengan pasrah.
"Kau memang Bao Bao," katanya sambil menurunkan elusannya ke dari atas kepala ke pipi Ting Er.
"Kulitmu berwarna kulit gandum seperti bulu kucing Bao Bao yang berwarna jingga," sebut Chuan Yun.
Ting Er membuka matanya begitu belaiannya terhenti.
"Pangeran..." Ting Er mencoba memanggil pria yang ada di hadapannya itu.
"Kamu harus memanggilku majikan." Tiba-tiba suaranya menjadi lebih bossy dan protektif.
"Majikan? Majikan, tolong beri tahu aku. Mengapa aku hidup lagi?"
"Kamu tak suka? Kamu hidup lagi karena kamu tidak tega meninggalkanku pergi. Kebetulan saat kematianmu bulan sedang purnama sempurna. Oleh karena itu kamu akan kembali hidup dalam wujud manusia di sekitar majikanmu," jelas Chuan Yun panjang lebar.
Chuan Yun terkekeh sendiri sambil membalik tubuhnya dan membaringkan diri di sebelah gadis kucingnya.
"Jika itu kucing laki-laki, sepertinya tidak akan banyak masalah. Tetapi karena kamu perempuan, aku harus menjelaskan bagaimana kepada orang-orang nanti? Mereka tidak percaya mitos. Padahal hal serupa pernah terjadi satu abad lalu dan itu ditulis dengan jelas oleh pujangga dalam sejarah Kerajaan Hong."
Ting Er melebarkan matanya karena shock.
"Tuan, kota ini namanya apa? Apakah kita ada di planet bumi?" tanya gadis itu.
"Kota Da Hai. Planet ... eh planet?" heran Chuan Yun.
"Apakah yang kita injak ini bumi?" tanya Ting Er lagi.
"Kami memang menyebut ini bumi. Eh Bao Bao, kamu kan tidak pernah sekolah. Bagaimana bisa kamu tahu soal planet?" Chuan Yun menatapnya dengan serius karena penasaran.
"Ep itu ..."
"Walaupun sudah jadi manusia, kamu akan tetap jadi peliharaanku. Karena itu, tidak perlu sekolah. Tidak masalah kan?" tanya Chuan Yun.
"Tentu saja! Aku tidak suka sekolah!" jawab Ting Er mantap.
"Aku ... aku hanya ingin ..."
Er Ting jadi teringat akan tangisan dan permohonannya pada Tuhan hari itu. Dia hanya ingin punya dua puluh miliar agar bisa makan, tidur, dan liburan tanpa bekerja dan tanpa tekanan sekolah.
"Luar biasa ... sempurna," lirih Ting Er, memuja kemahakuasaan Tuhan.
"Tapi apa Tuhan sedang menyindirku? Jadi cita-citaku selama ini hanyalah menjadi kucing peliharaan yang makan, tidur, dan berlibur?" Wanita itu cukup sensitif soal sindiran dan sedikit egois.
Chuan Yun tertawa terbahak-bahak disampingnya begitu mendengar keinginan hewan peliharaannya yang begitu jujur.
"Bao Bao, itu adalah rutinitasmu selama menjadi kucingku," kata Chuan Yun hingga ia tergelak lagi.
Ting Er tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tok tok tok."
Keduanya menoleh secara bersamaan ke arah pintu. "Siapa?" tanya Chuan Yun.
"Hamba Si Mu Tuanku, mohon maaf mengganggu. Tetapi obat demam Nona Bao sudah jadi, dan tidak boleh dibiarkan dingin."
Chuan Yun tampak berfikir. "Dia adalah Bao Bao! Bukan Nona Bao!"
"Ah, baik maafkan saya Tuan. Ini adalah obat untuk Bao Bao," ulang Si Mu dengan takut.
Ting Er hanya mengerjapkan matanya tanpa dosa saat mendengar Chuan Yun marah.
Tanpa rasa canggung Chuan Yun langsung menyentuh dahi Er Ting untuk merasa-rasakan suhunya.
"Kamu memang masih demam," simpul Chuan Yun.
"Masuklah Si Mu!"
"Baik Tuan!" jawab Si Mu dengan tegas.
Ting Er tak bisa berhenti tersenyum. Ia sangat menikmati menjadi peliharaan seseorang seperti ini. Apa lagi jika majikannya sangatlah tampan dan berkedudukan seperti Chuan Yun.
"Oh ... harus disuapi?" tanya Ting Er ketika dengan tiba-tiba Chuan Yun menyodorkan sesendok obat.
"Saat kamu sakit, aku selalu undur dari rapat detik itu juga untuk merawatmu. Selama ini aku juga menyuapimu obat dengan bantuan pipet. Apa kamu lupa?"
"Bahkan kucing-kucingku yang lain tidak pernah mendapat tempat spesial sepertimu. Karena ... kamu berbeda Bao Bao."
Er Ting nyaris kepanasan karena malu dan tersipu, "Tuanku, apa kamu sangat menyayangiku sebegitunya? Apakah aku sangat pandai mengambil hatimu?"
Si Mu sampai ingin memukul Ting Er karena kelancangannya. Namun mengingat ia adalah kucing, ia tidak punya kewajiban untuk bersikap sopan.
"Karena kamu adalah hadiah dari seseorang yang spesial," lanjut Chuan Yun dengan pandangan menyendu seakan sedang mengingat orang tersebut.
"Seorang wanita?" tebak Ting Er.
"Tck tentu saja wanita,"
Er Ting langsung kehilangan pancaran mata bahagia dan cemberut karena cemburu.
"Ibuku," kesal Chuan Yun.
"Oh, ah hahaha," tawa Ting Er kembali berseri.
"Sudah, cepat minum ini," Chuan Yun menyentuh rahang Ting Er dan memaksanya membuka mulut.
"Ma- majikan. Aku bisa membuka mulutku kok aang..!"
Si Mu tertawa-tawa di ujung sana.
Namun Chuan Yun segera memergoki tawanya dan memasang raut kesal hingga Si Mu menutup mulutnya rapat-rapat.
"Minumlah sendiri. Kau sudah tidak sebandel dulu rupanya," Chuan Yun meletakkan mangkuk obat itu di meja dan bersiap keluar dari kamar.
Ting Er terkekeh seraya meraih mangkuk itu. Ia meminumnya sendiri. Mencicipinya sesendok terlebih dahulu dan mengerinyit pahit.
"Ini bahkan lebih pahit dari daun pepaya!" rengek Ting Er.
Chuan Yun menghentikan langkahnya dan melipat kedua tangannya, "Lihat? Dia mulai nakal."
"Tapi daun pepaya itu apa?" sela Si Mu.
"Pepaya itu buah. Apa kau tidak tahu?" tanya balik Ting Er.
Si Mu dan Chuan Yun saling bertatapan dengan ekspresi anehnya masing-masing. "Buah pepaya?" heran keduanya.
"Oh ah mungkin di negara cina tidak ada pepaya? Ah, kalau jeruk kalian tahu tidak?" panik Ting Er.
"Jeruk?" heran keduanya lagi.
"Ou sepertinya ini bukan bumi," Ting Er memelas.
"Bumi?" heran keduanya kesekian kalinya.
"Ou atau ini bahkan bukan galaksi bima sakti?" Ting Er menggaruk kepalanya dan mencoba menebak sekali lagi.
"Ini Galaksi Hai Shui, Bao Bao. Dari mana kamu belajar semua itu?" interogasi Chuan Yun.
"A- aku. Aku sering bermain ke perpustakaanmu hehe," Ting Er berusaha membuat alasan.
"Ah ... mangkannya semua bukunya sobek dengan motif cakaranmu. Ternyata itu memang Bao Bao, bukan Mo Mo," Chuan Yun menepuk dahinya sendiri.
"Padahal kita terlanjur mengurangi jatah makanan Mo Mo. Disitu juga banyak cap kaki kucing bekas lumpur sawah. Apa itu juga kamu?" kesal Chuan Yun.
Karena tak ingin dicurigai kalau ia bukanlah Bao Bao, lagi-lagi gadis itu mengangguk mengiyakan sambil cengar-cengir seakan baru berbuat kesalahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jomblo lewat~ ♡
pangeran, ternyata kucing mu sangat bandel ya
2023-01-09
1